~05~

2.3K 170 11
                                    

Daffa terbangun dari tidur panjangnya, seluruh badannya terasa ngilu dan kebas. Terutama pada kakinya yang sudah diperban dengan rapi.

Daffa tahu itu hasil karya sang kakak, yang mengambil jurusan kedokteran. Daffa berusaha berdiri untuk keluar dari kamarnya, teringat ia belum membuat sarapan untuk kakak dan kedua orangtuanya.

Daffa tertatih menuruni anak tangga yang lumayan banyak itu, sampai depan dapur, Daffa melihat ibunya sedang asik berkutat dengan peralatan dapurnya.

Ada perasaan takut untuk menghampiri sang ibu, namun rasa tak tega melihat ibunya memasak sendirian jauh lebih besar.

Daffa pun mendekati Nadia dengan tertatih. Rasa gugup kembali menghampiri dirinya, entah kenapa ia merasakan itu semua. Padahal ibunya sering memukul dirinya, walau memang tidak separah kemarin.

Daffa menarik nafas panjang, berusaha menelan segala rasa gugup itu.

"Pa,, pagi ma. Mama mau Daffa bantu masak gak? Mana dulu yang bisa Daffa bantu ma?"

Nadia melirik wajah anaknya yang pucat dan mata yang membengkak, kemudian mata tajam itu beralih pada kaki Daffa yang sudah diperban.

Daffa mengikuti pandangan Nadia yang terhenti pada kakinya.

"Daffa gak papa kok ma, Daffa udah bisa gerakin badan Daffa kayak biasanya"

Bukan Daffa namanya kalau tidak bisa menahan rasa sakit. Bukan Daffa juga namanya kalau tidak bisa berpura baik-baik saja.

"Kakimu udah sehat?"

Tanya Nadia dingin, sama sekali tidak ada raut khawatir diwajahnya.

"Udah kok ma"

Secara perlahan Daffa menginjakkan kakinya ke lantai dan berusaha menahan sakit pada luka yang belum mengering, sebagai bukti kalau kakinya sudah baikan.

Senyum licik terlihat jelas di wajah Nadia. Walaupun Nadia tahu anaknya tengah berbohong, tanpa belas kasihan, Nadia menginjak kaki Daffa dengan kuat. Daffa berontak ingin membebaskan kakinya, tapi pijakan itu semakin kuat sehingga darah kembali keluar karenanya.

"Ma,, Mama lepas.. Sakit ma, lepasin maa.."

Lirih Daffa akhirnya menyadarkan Nadia, entah apa yang terjadi tapi Nadia segera menarik kakinya dan melihat darah segar mengalir dari kaki anaknya.

Daffa terduduk lemas memegang kakinya yang tiba-tiba kebas. Raut ketakutan terlihat jelas di wajah pucatnya. Daffa meringsut mundur sampai punggungnya menempel pada tembok.

"Ma.. Ya Allah Daffa!!"

Rahsya berlari ke arah Daffa, bulir bening mengalir deras dipipi pucat Daffa. Badannya bergetar sesegukan menahan rasa sakit pada kakinya.

"Ka,,kakak.."

Rahsya mengangkat tubuh Daffa dan membawanya kembali ke kamar. Disaat itu, Bima keluar dari kamar dan melihat Daffa lemas di gendongan Rahsya serta kaki yang mengeluarkan darah.

"Astagfirullah.. Daffa kenapa Sya?"

"Gak tahu yah, Daffa udah kayak gini waktu Rahsya ke dapur"

"Bawa adikmu ke kamar, nanti ayah susul"

Rahsya mengangguk dan segera membawa Daffa ke dalam kamarnya, dengan cekatan Rahsya membuka kembali perban dan mengobati kaki sang adik.

***

Bima berjalan menuju dapur dan melihat Nadia membersihkan darah dari kaki Daffa dilantai.

"Nadia.."

Strong Boy [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang