Setelah melewati hari yang melelahkan di sekolah. Gibran memarkirkan sepedanya di teras rumah. Buliran keringat yang meluncur dari pelipisnya menandakan panasnya terik matahari siang itu. Gibran melepas sepatu melemparkannya asal ke sudut teras. Ia kemudian beranjak dari kegiatannya dan melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum, buk... Gibran pulang..", teriaknya.
Ibunya yang berada di dapur belakang segera beranjak menghampiri Gibran yang terduduk di kursi ruang tamu dengan tas yang masih bertengger di pundaknya. "Wa'alaikumusalam, eh.. anak ibuk udah pulang..".
Gibran meraih tangan ibunya dan mengecupnya sekilas. Gibran memang mempunyai kebiasaan yang baik ketika akan berangkat dan pulang dari luar rumah yaitu mencium tangan ibunya. Ia tau orang tua itu adalah kunci keberhasilannya, jadi dia harus memperlakukan mereka dengan baik. Tapi, sepertinya hari ini berbeda.
"Buk, tadi di sekolah dapet amplop katanya mau ada ujian try out terus di suruh bayar..", ia menyodorkan sebuah amplop kepada ibunya yang berisi surat edaran pembayaran.
Setelah ibu membacanya dengan cermat, ia menganggukkan kepalanya "ya, nanti ibuk bakal ke sekolah biat lunasin pembayaran ujiannya. Ya udah, sekarang kamu ganti baju, sholat terus makan siang, udah ibuk siapin itu di meja".
Yang diperintah pun hanya mengangguk paham dan beranjak dari duduknya untuk pergi ke kamar. Setelah Gibran menghilang dari balik pintu ibunya bergumam seraya tersenyum sayu,
"Gibran kecilku sekarang udah besar ternyata, udah mau lulus Mts, semoga Allah selalu melindungimu nak, agar nanti kamu dapat membahagiakan bapak ibukmu di surga..".
Di dalam kamar berukuran 3x4 meter dengan dinding bercat putih kecoklatan, terdapat satu buah kasur minimize, satu almari baju, dan meja belajar dengan buku-buku yang ditata rapi di atasnya. Terlihat sangat polos bagi kamar seorang anak remaja. Tapi, Gibran memang tidak suka hal yang terlalu mencolok.
Gibran merebahkan badan di kasur empuknya. Matanya terpejam, jika sedang menutup mata seperti ini ketampanannya bertambah berkali-kali lipat membuat orang yang melihatnya akan terpesona pada pandangan pertama.
Pikirannya menjelajahi memori-memori yang baru saja disimpannya. Penjelajahan pikirannya berhenti pada satu sosok. Terlihatlah seorang gadis cantik dan imut yang sedang tersenyum manis, kepalanya terbalut jilbab berwarna putih menambah kesan lugu pada diri seorang Disha. Ya, laki-laki itu sedang memikirkan Disha.
Salah satu alasan kenapa Gibran sering menjaili Disha, karena ia ingin selalu dekat dengannya dan melihat wajahnya. Disha merupakan seorang gadis yang tidak mau berdekatan dengan laki-laki apalagi yang bukan mahramnya. Ya, hal ini adalah salah satu ajaran abahnya. Maka dari itu, Gibran mempunyai cara lain untuk mendekati nya walaupun yang didekati tak suka dengan cara Gibran. Kasihan.
Di dalam kepala Gibran sekarang sudah tersetel sebuah lagu yang berjudul 'Bukan Salah Jodoh', pada salah satu liriknya yang berbunyi,
Tuhan tolong aku
Katakan padanya
Aku suka dia
Bukan salah jodoh,
Dia untuk aku bukan yang lainnya
Satu yang ku rasa
Pasti bukan salah jodohh.Ya, aku tau pikiran kalian. Terkadang cowo itu rese kalo lagi jatuh cinta. Ahahhaha paan si.
Tiba-tiba seseorang membuyarkan pikirannya,
"Gibran udah belum, kalo udah sini ayo makan..", ibunya mengetuk pintu kamarnya di selingi dengan teriakan.Ia langsung menyadarkan dirinya dan bergegas ganti baju dan melaksanakan sholat dzuhur.
Di meja makan anak dan ibu itu sedang makan dengan khidmatnya. Saat piring sudah tak bersisa. Amirah--ibu Gibran membuka percakapan dengan anak semata wayangnya,
"Gibran kan udah mau lulus, setelah lulus nanti Gibran masuk pesantren ya..!",
"Masuk pesantren..", ulang Gibran dengan nada yang sedikit ditinggikan.
"He emm..", harap ibunya dengan cemas, saat melibat raut wajah Gibran yang sedikit berubah.
"Ngga mau ah, masa Gibran masuk pesantren, Gibran tuh pengen masuk SMK biar nanti abis lulus sekolah Gibran bisa langsung dapet pekerjaan biar ada penghasilan, bisa bantuin ibuk..", nadanya mulai meninggi,
"Tapi nak, ini demi kebaikan kamu, ilmu agama itu lebih penting dari apapun, biar nanti kalo kamu udah dewasa kamu tau mana yang baik dan mana yang buruk menurut syariat Islam..", ibu Amirah juga meninggikan nada bicaranya.
"Sekarang aja Gibran juga tau mana yang baik dan mana yang buruk, ngga harus masuk pesantren. Coba aja bapak masih ada pasti Gibran dibolehin masuk pesantren..",
"Justru bapakmu yang pengen kamu masuk pesantren, dulu bapakmu pesen ke ibu kalo nanti kamu udah besar kamu harus masuk pesantren kaya bapakmu dulu..",
"Arrgghh.. aku sama bapak tuhh ngga sama buk, kita berdua hidup di jaman yang berbeda..", ini pertama kalinya Gibran mengeluarkan perkataan seperti itu pada ibunya.
"Gibrann..", Amirah langsung menegur anaknya dengan amarah yang ia sembunyikan dalam-dalam.
"Pokoknya Gibran maunya masuk SMK, Gibran ngga mau masuk pesantren..", Gibran berdiri dari duduknya dan mendorong kursinya dengan kuat sehingga menimbulkan suara yang sangat keras. Ia menuju ke pintu kamarnya mengambil kunci motor dan pergi begitu saja meninggalkan ibunya.
Ibunya kini duduk terdiam entah apa yang dirasakannya. Karena ini pertama kalinya bagi seorang Gibran bertingkah seperti itu, entah itu faktor umurnya yang memasuki masa pubertas dan sifatnya yang sering berubah-ubah atau karena faktor lingkungan di sekitarnya.
"Ya Allah, anakku sekarang benar-benar berubah dia udah seperti ngga membutuhkan ibunya lagi. Mas Ikhsan, bagaimana jika aku ngga bisa mendidik Gibran dengan baik.", Ia mengadu dengan menengadahkan kepalanya ke atas tangannya meremas ujung jilbab yang dipakainya.
"Jika aku yang memilih aku tak tau apa yang akan terjadi kemudian, tapi jika kamu yang memilih, aku tau kamu memilihkan aku sesuatu yang baik untuk diriku. Maafkan aku ibu."
~Muhammad Gibran Al-Ikhsani~
°
°
°
°
°
°Assalamu'alaikum, readers..
Yeay akhirnya up juga.
Walaupun alur ceritanya agak membosankan, tapi tetep stay tune yaa...
Makasihh banyak-banyak ❤️❤️
Oh iya jangan lupa vote.❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Preman, jadi Hafidz Qur'an
Novela Juvenil"Aku sudah menunggu mu, sekarang kamu yang harus menungguku. Suatu saat nanti kamu harus menjadi milikku, entah kapanpun itu, dan bagaimana pun itu..". ~Muhammad Gibran Al-Ikhsani. "Aku tak ingin menunggumu, jika niat mu hanya karena diriku..". ~Daf...