not-so-chairmate

4 0 0
                                    


tania
lo harus tanggung jawab.

moodku yang baru muncul pagi ini, rusak kembali. sebenarnya ketika aku melihat tania dan jordan yang berangkat bersama pagi ini, rasa gak enak mulai muncul, tapi aku berusaha mengacuhkannya, karena aku memang benar benar gak mau merusak moodku yang lagi bagus bagusnya.

aku melihat juni (anak baru yang masuk kemarin) melambaikan tangannya padaku, dan aku balas melambaikan tangan sambil tersenyum. dia duduk di bangku disebelahku, dan kami mengobrol selama beberapa menit, kemudian tania dan jordan muncul di ambang pintu kelas.

“maya, minggir, gue mau duduk disini,” tania berkata padaku sambil menarik bangku yang kududuki pelan.

“hah? ini kan bangku gue,” jawabku.

“terus?” ujar tania.

aku mengeryitkan kedua alisku. “ya gue duduk disini,”

tania masih menatapku datar. tidak ada ekspresi di raut mukanya. kemudian, dia memutar bola matanya jengah sambil menghela nafas kasar.

"iarin aja kali kalau tania mau duduk disitu,” kata jordan, dia menghampiri mejaku.

aku menoleh pada jordan, “terus gue duduk dimana dong?”

"ya, terserah, di belakang mungkin?” tania menyauti pertanyaanku sambil memandangi kukunya.

aku melirik bangku pojok kanan yang kosong itu. hanya ada satu meja kecil dan satu bangku. tidak ada bangku lain disampingnya, jadi pasti akan sangat kesepian jika duduk di bangku itu. dan aku benci merasa kesepian.

aku menolak dengan tegas. “gamau gue. lo aja yang duduk disitu.”

tania menatapku nyalang. dia masih berdiri di samping bangkuku, terdiam. aku menunduk dan aku nggak melihat raut wajahnya, tapi aku tau kesal setengah mati.

juni yang merasakan suasananya menjadi tak enak, berinisiatif, “halo, tania? tania kan? lo duduk disini aja, deh. gue duduk di belakang aja, atau-"

juni menatap ke sekitar kelas, “atau gue duduk sama sarah, hehe, lo bisa duduk di sini,”

kemudian Juni berdiri dari bangkunya, pergi ke meja yang ada di depan, disusul dengan tania yang langsung membanting tas nya di meja dan duduk. dia menghadap ke samping, membelakangiku, dan tak menatap wajahku.

kalau dia memang kesal padaku, lantas kenapa dia mau repot-repot duduk disebelahku? bisa saja dia mencari bangku yang jauh dari bangkuku agar dia tak menyadari kehadiranku sekalian.

bodo amat, aku sudah terlampau kesal, dan moodku sudah rusak.

the rest of the bookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang