| 1.5 |

1.1K 180 59
                                    

"emang kamu pengen cepet punya anak, manjirō?"

manjirō menggedikkan bahunya menanggapi pertanyaan [name] barusan.

dibilang ingin cepat punya anak sebenarnya tidak juga. manjirō lebih menginginkan untuk menghabiskan waktu berdua dulu dengan [name], memuaskan kesenangannya, dan yang lebih penting merubah jalan hidupnya. tapi kalau seandainya saat ini [name] sedang hamil, manjirō akan menerimanya dengan senang hati.

[name] tertawa singkat melihat reaksi manjirō yang malah menggedikkan bahunya itu.

"kalau punya anak, kamu yang gantiin popoknya ya?" goda [name].

"boleh, nggak masalah," jawab manjirō tenang. "tapi kalau anaknya nyusu, aku ikutan nyusu juga ya?"

pipi [name] langsung memerah mendengarnya. ia mendorong bahu manjirō pelan. "ih, kok gitu? bapak itu harus ngalah sama anak," kata [name] sambil menggelengkan kepalanya. "tapi ngomong-ngomong, aku lihat-lihat kamu belum cocok jadi bapak."

manjirō mengernyit. "eh, kenapa? umurku kan hampir 30 tahun? terus aku juga mampu membiayai kamu sama anak kita nanti. apa yang kurang?" tanya manjirō heran. "lagipula ya, para pembaca juga bilang sendiri kalau aku udah cocok gendong bayi. bahkan ada yang pengen segera jadi aunty online," tambahnya.

"iya, umurmu memang udah cukup dan kamu juga nggak kekurangan uang," balas [name]. ia mengarahkan tangannya ke wajah manjirō, lantas mencubit kedua pipi pemuda itu berlainan arah. "tapi wajahmu ini lho masih kayak anak kecil. terus sifatmu juga masih kayak anak-anak. menurutku, kamu belum cocok jadi seorang bapak."

[name] jadi teringat saat ia pertama kali datang ke apartemen ini. baginya, sifat manjirō saat itu masih seperti anak kecil yang tidak mengakui perasaannya yang sebenarnya. manjirō juga tidak mau mengalah kalau sedang adu mulut.

manjirō menghela napasnya. "yah, itu kan menurutmu. lagian belum tau juga kan kenyataannya gimana?"

[name] pun pasrah. "ya iya sih," lirihnya sambil menatap manjirō yang juga menatapnya. mungkin saja manjirō berubah setelah mereka punya anak.

[name] jadi membayangkan kehidupan pernikahan mereka ketika anak mereka lahir. apartemen ini pasti ramai karena suara anak kecil.

saat [name] sedang membayangkan semuanya, manjirō tiba-tiba menyurukkan kepalanya di lekukan leher [name]. manjirō menghirup aroma khas milik [name] yang menjadi aroma favoritnya.

"tapi aku bakalan cemburu sama anak kita nantinya," bisiknya seduktif. "nggak papa, kan?"

[name] terkekeh mendengar nada menggoda nan manja yang keluar dari mulut manjirō.

apa benar manjirō sudah pantas menjadi seorang bapak? buktinya dia masih semanja ini ... seperti seorang anak yang manja kepada ibunya.

[name] mengusap surai putih manjirō dengan lembut seraya membalas, "nggak boleh cemburu sama anak sendiri."

"nggak bisa. soalnya kamu pasti bakalan perhatiin dia terus, iya kan? nanti kamu cuekin aku," rengek manjirō sambil terus menghirup ceruk leher [name].

"ya jelas lah, manjirō. bayi kan belum bisa melakukan apa-apa," tutur [name] sabar. "makanya kita harus memperhatikan dia, merawatnya, dan kasih makan dia."

manjirō pun lama-lama sadar. ia menarik kepalanya dengan mulut ditekuk ke bawah ... sangat lucu. ia menatap [name] dengan puppy eyesnya, kemudian berkata, "ya udah, kalau gitu sebelum kita punya anak, aku pengen puas-puasin berduaan sama kamu. dan kamu nggak boleh nolak, oke?"

manjirō berdiri dari sofa. ia mengulurkan tangannya di hadapan [name] yang bertanya-tanya tentang apa yang hendak ia lakukan. namun, tanpa bertanya lebih lanjut, [name] meraih tangan itu dan membiarkan manjirō membawanya. ternyata laki-laki itu membawanya ke kamar dan memuaskan hasratnya disana.

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐆𝐄,manjirō ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang