🐝🅹🅰🆃🆄🅷 🅳🅸 🅰🆆🅰🅻🐝

3 0 0
                                    

Jam menunjukan pukul 4 sore ketika Dela membuka pintu utama rumahnya, sepi. Melanjutkan langkah menaiki anak tangga hingga berdiri menatap sebuah pintu berwarna putih yang berdiri tegak dihadapannya. Ia menghela nafas sejenak sebelum melangkah masuk ke dalam kamarnya. Udara terasa dingin dimusim kemarau, angin menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamarnya. Tanpa mengganti baju, Dela membaringkan tubuh lelahnya diranjang yang lapuk termakan usia, ia merenung menerawang kejadian yang baru saja terjadi padanya siang tadi.

'Flashback On

Dela menutup lembaran terakhir novelnya ketika seorang anak perempuan berlari riang kearahnya.

"Yuki ikut duduk di sini, Kak. Ehe...." ucapnya seraya mendudukan diri di kursi panjang disebelahnya.

"Kak, hidup itu apa?" tanyanya tiba-tiba.

"Hidup itu ketika kita bernafas." Dela menjawab seadanya. Karena ia pikir, anak kecil mana mengerti tentang hidup.

"Lalu, keluarga itu apa?" tanyanya lagi.

Dela tersenyum miris. 'Huh, keluarga.'

"Keluarga itu, ada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik."

"Tapi kalau tidak ada Ayah, Ibu, Kakak dan Adik bagaimana? Apa berarti Yuki tidak punya keluarga? Ayah Yuki meninggal, Kak. Ibu Yuki menikah dengan paman jahat. Yuki tidak punya Kakak atau Adik. Kata Bibi di Panti, Yuki itu anak buangan. Tapi Yuki tidak mengerti, Yuki tidak nakal,  Yuki juga pandai menulis dan membaca. Tapi kenapa Ibu membuang Yuki, Kak?"

Yuki menoleh, mata buka bulatnya menatap penasaran. Dela tertegun.

"Yuki dengar ya, Yuki gak di buang kok sama Ibu Yuki. Mungkin Ibu Yuki cuman nitipin yuki sementara sama Bibi di panti"

"Terus Ibu Yuki kapan mau jemput Yuki kak". Yuki dengan binar harapan di matanya

"Yuki sabar ya, berdo'a sama Tuhan. Supaya Ibu Yuki cepet jemput Yuki kesini" ucap Dela dengan senyuman di bibirnya

"Aamiin, semoga aja Ibu Yuki cepet jemput Yuki ya Kak"

"Iya, Aamiin sayang"

"Yaudah kak, Yuki mau lanjut main sama yang lain" pamit Yuki pada Dela

"iya, hati-hati mainya ya"

"Siap Kak, dadah" Yuki melambaikan tangannya pada Dela dan di balas lambaian juga olehnya

"Dadah"

"Ternyata ada juga kehidupan yang lebih menyedihkan dari pada aku. Aku kurang bersyukur dengan nikmat Tuhan, bahkan masalah hidup ku seringkali di keluhkan. Anak sekecil dia bisa begitu hebat hidup tanpa keluarga, sementara aku. Ahhh sudahlah" ucap dela pada dirinya sendiri.

Flashback Off

***

Rumah itu sebenarnya apa?
Tempat beristirahat? Tempat mendapatkan kasih sayang? Tempat pulang? Tempat merasakan kehangatan? Tempat berkumpulnya sebuah keluarga? Atau malah tempat yang membuat kita merasakan sakit terbesar dan merasakan penderitaan?

Malam ini,seperti biasa Dela menulis pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya ke dalam sebuh buku diarynya seperti biasa, buku diary itu adalah keluarga bagi Dela. Tempat dimana dia bisa meluapkan semua tentang hidupnya, keluarga Dela? Bukan tidak memiliki, dia hanya salah satu manusia dari sekian banyaknya manusia yang di takdirkan memilki masalah hidup dalam keluarga.
Kembali lagi, malam ini rasa sakit itu menusuk tepat di pusat hati Dela, tak pernah sekali saja selama 16 Tahun Dela hidup dimana dia tersenyum ketika berada di rumah karena penyebab utama air matanya keluar adalah orang tuanya sendiri.

Dela terdiam sejenak menetralisirkan rasa sakit dan air mata yang terus berjatuhan, tapi nyatanya dia kembali terisak penuh luka di balik tubuhnya yang memeluk dirinya sendiri.  Untuk malam ini dia berharap kesekian ribu harinya bahwa esok akan berubah, bahwa esok akan ada pelangi.

***

Paginya dering suara alarm membangunkan Dela yang semalam tertidur di lantai kamarnya, melangkah gontai menuju kamar mandi, sesekali dirinya menguap kecil, mematutkan dirinya di depan cermin, Dela melihat matanya yang semalam mengeluarkan tetesan air mata kembali seperti pagi ini matanya terlihat sembab. Melangkah menuju ruang makan sehabis mandi, terlihat Marisa sedang menata makanan di atas meja makan.

“Pagi Mah!” sapa Dela.

Tak ada jawaban,

“Pagi Pah!” sapa Dela lagi.

Tak ada jawaban juga.
Hati Dela memanas, kembali lagi seperti biasa, Tuhan belum mengabulkan doanya. Lagi. Menarik nafas dan mencoba menghapus rasa sakit itu Dela tersenyum

“Papah sama Mamah hari ini ada kesibukan apa? Dela ikut yah,” Pintah Dela

“Kamu bisa diam tidak! saya sedang makan jadi tidak nafsu gara-gara kamu,” bentakan dari Papah membuat Dela tersenyum. Papah Wijaya meninggalkan meja makan setelah pagi itu mengawalkan hari dengan emosi.

“kamu anak kecil ngga usah banyak tanya, tinggal diam apa susahnya sih, saya jadi ikutan tidak nafsu makan. Ahh sudahlah,” Mamah Marisa juga ikutan pergi, senyum yang sejak tadi Dela pertahankan akhirnya runtuh melihat meja makan kini tersisa hanya tinggal dirinya dan akhirnya air mata itu kembali turun mengawali pagi hari Dela.

***

Dela berjalan meninggalkan rumah, sebelum benar-benar melangkahkan kakinya keluar, Dela kembali melihat kebelakang, tidak ada yang aneh dengan rumah bergaya minimalis itu yang berbeda adalah hanya suasananya, tidak adanya kehangatan sebagaimana rumah semestinya.

“Assalamualaikum Pah, Mah. Dela berangkat sekolah yah, do'akan Dela jadi anak yang dapat membanggakan Papah sama Mamah.” Semua yang dikatakan Dela ditengah kesunyian rumah membuat air matanya lagi dan lagi berjatuhan untuk sesaat, mencoba menguatkan diri, Dela menggengam erat gagang pintu rumahnya sebelum benar-benar menutup rapat bersamaan dengan senyum palsu yang seperti biasa dia tampilkan.

Tidak mudah berada di titik ini. Tuntutan bertahan tanpa rasa balas kasihan mengharuskan setiap anak broken home untuk bersikap dewasa. Diharuskan paham akan arti perpecahan. Dimaki dengan perkataan yang menusuk. Dan di jatuhkan dengan berbagai perspektif negative.

Bukan kami yang meminta ini semua. Bahkan kami tidak pernah meminta ini terjadi. Kami, hanya dituntut untuk menjalaninya. Kadang kalah mengeluh, menangis, rapuh, jatuh, histeris, stress, menahan rasa sakit, dan lelah. Sudah menjadi kebiasaan kami untuk melampiaskannya.

Kami memang seperti ini dan inilah anak broken home. Tapi itu hanya satu pandang saja. Lihat kami dari pandang yang berbeda. Kalian tahu?butuh mental yang kuat untuk bisa berada di titik ini, dan tubuh yang kuat untuk bisa menginjakan kaki pada hari ini. Lihat ke atas, kanan, kiri, atau bahkan sebelahmu. Bukan kah kami tersenyum? Bahkan tertawa lepas sebagaimana manusia pada umumnya yang terlihat tanpa beban.

Tidak, kami hanya pandai menyembunyikan hal yang tidak perlu di tampilkan. Inilah kisah Dela. Anak yang di tuntut melawan kerasnya kehidupan. Perjuangan bertahan untuk sekedar berdiri di atas paku api yang menyala untuk melumpuhkan segala senyuman yang kami pancarkan hingga detik ini. Karena terkadang sebuah kehancuran itu dating dari kuatnya dinding pelindung yang di buat oleh orang tua.

Semua anak tidak bisa memilih siapa orang tuanya, semua anak tidak ingin melihat kehancuran dalam rumahnya, tapi bagi kami menyerah bukan hal yang lumrah, mundur bukan tujuan kami di lahirkan.

They say I’m good

But not good enough

As if somehow, I’m liked but never loved.

Jangan lupa vote and comment❤‍🔥

KASIH SAYANG TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang