05. Papa, jangan pergi.

892 157 20
                                    

"Sejak hari itu, gue udah nggak percaya lagi dengan yang namanya keluarga"—Karina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejak hari itu, gue udah nggak percaya lagi dengan yang namanya keluarga"—Karina


Jakarta, 2009.

Hari itu semua berjalan seperti biasa, tidak ada yang berbeda ataupun aneh. Mungkin yang berbeda adalah tidak ada lagi sarapan bersama seperti dulu. Pagi itu meja makan hanya diisi oleh Karin dan Karina yang sarapan hanya dengan roti tawar dan segelas susu.

Pun tidak ada lagi papa yang mengantar atau menjemput mereka ke sekolah sejak dua minggu yang lalu. Yang ada hanya mang Jajang yang kini menjadi ojek langganan untuk mengantar dan menjemput Karin dan Karina ke sekolah.

"Gimana sekolah hari ini?" jika dulu pertanyaan itu selalu di ucapkan oleh papa, kini berganti. Mang Jajang selalu menjemput tepat waktu, menunggu didepan gerbang bahkan sebelum bel pulang berbunyi, kemudian menyambut Karin dan Karina dengan senyum lebar.

"Seru kaya biasanya," jawab Karin dengan senyum.

"Nggak seru," jawab Karina dengan tangan berlipat didada. Mang Jajang dan Karin saling pandang.

"Nggak seru kenapa?" tanya mang Jajang.

"Masa Karina kalah main lompat tali, terus di katain curang juga karena Karina pake gaya kupu-kupu waktu talinya setingi kepala. Kan Karina pake cara itu, karena nggak bisa ngelompatinya." Tawa mang Jajang pecah.

Perjalanan dari sekolah menuju rumah dipenuhi oleh percakapan yang didominasi oleh suara cempreng Karina sepanjang jalan. Dua puluh menit berlalu tanpa terasa mereka sampai.

"Mobil papa" Pekik Karina heboh dengan tangan menunjuk mobil hitam yang sudah lama tidak terparkir di halaman rumah. Tangan Karina di tahan oleh mang Jajang ketika hendak turun dari motor. Sedangkan Karin, memilih diam melihat hal apa yang terjadi di depan mereka saat ini.

"Jadi kamu benar-benar pilih pergi bersama jalang itu?!"

"Jaga ucapan kamu Sania! Aku sudah muak dengan sikap kamu selama ini"

"Aku yang seharusnya muak!!" Mama berteriak di depan wajah papa.

"Sudahlah. Kita emang udah nggak bisa bersama lagi"

"Anak-anak gimana? Kamu tega mau tinggalin mereka?"

"Aku bakal tetap kirim uang bulanan untuk mereka"

Pertengkaran itu terjadi di depan rumah dan di saksikan langsung oleh Karin dan Karina.

"Dasar laki-laki nggak tahu diri. Apa yang kurang dari aku selama ini? Kenapa kamu begitu tega mengkhianati aku dan anak-anak"

"DIEM! Anjing!" Papa melayangkan tangan, bersiap menampar mama yang sudah menutup mata dan telingga, namun tertahan karena teriakan Karin.

"JANGAN!!" Karin berlari, berdiri di depan tubuh mama dengan tangan terentang, membuat perlindungan untuk mama. Papa berdiri kaku. Sedikit merasa bersalah karena sudah bersikap seperti ini di depan anak-anaknya.

TOXIC RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang