Part 3

0 1 0
                                    


****

Matahari memancarkan sinarnya. Menampakkan kegagahan di alam semesta. Burung berkicau riang terbang kesana kemari. Langit membiru dengan awan seputih salju. Suasana cerah di pagi hari pertengahan semester empat. Widuri melangkah dengan cepat. Jam menunjukkan kalau ia sudah terlambat.

"Naiklah… aku antar supaya gak terlambat." Dewa muncul dari arah belakang. Memelankan laju motornya. Menyejajarkan dengan langkah Widuri.

"Gak usahlah mas, percuma juga. Sudah terlambat," jawab Widuri.

"Kamu ya, belum berjuang sudah menyerah kalah. Satu menit itu berharga tau nggak. Bisa saja keajaiban datang pada 1 menit itu. Yang tadinya dosen sudah mau masuk, eh… mendadak kesandung misalnya. Kan kamu gak jadi terlambat." Ucapan Dewa membuat Widuri mengerutkan alisnya.

Widuri menghentikan langkah. Menoleh ke arah Dewa.

"Mas Dewa ihh… kalau ngomong suka ngasal aja," sungut Widuri.

"Ya lagian kamu, tinggal duduk manis di belakang. Pakai jaim segala. Kenapa sih? Malu ya dibonceng laki-laki ganteng?"
Dewa menaik turunkan alisnya. Menggoda Widuri yang sedang menutupi rasa malunya.

"Ayolah naik. Nggak usah sungkan. Mumpung aku lagi baik nih," kelakar Dewa.

Widuri terlihat malu-malu. Harus dengan sedikit jual mahal. Akhirnya Widuri bersedia diantar Dewa.

"Nggak mau pegangan nih? Aku mau jadi Valentino Rossi loh. Jangan sampai kamu terjungkal. Nanti jadi CCTK."

"CCTK? Apa mas?" Tanya Widuri keheranan.

"Cantik-cantik tapi korengan." Lagi-lagi candaan Dewa membuat Widuri tersipu. Tawanya yang tertahan membuat Widuri mengatupkan bibirnya lebih kencang.

Widuri menggigit bibir bawah. Pipinya memerah. Rasanya seperti berjalan melewati sekumpulan pemuda seorang diri. Malu, salah tingkah, dan bingung.

"Maaf ya, aku becanda kok."

Begitulah Dewangga Putra. Anak tengil tapi baik hati. Beberapa bulan mengenal, mereka sudah akrab. Dewa seringkali menggoda Widuri dengan candaannya. Saat mereka di basecamp BEM.

Jika sedang menyusun program kerja BEM, mereka akan sering bertemu. Apalagi saat rapat kerja. Anggota BEM bisa menghabiskan waktu semalaman untuk membahasnya. Seperti halnya malam ini.

Sudah tengah malam, basecamp BEM masih dipenuhi dengan para anggotanya. Kericuhan biasa terdengar saat mereka sudah berkumpul. Apalagi ada Dewa. Suasana menjadi lebih berwarna dengan lawakannya.

"Nih, biar nggak ngantuk." Dewa menyodorkan segelas wedang jahe.

Widuri terperangah. Mata yang tadinya berat dan pandangan mulai kabur, mendadak berubah terang. Mendengar sorakan dari teman-teman.

"Ciee… cuma Widuri aja nih yang dikasih? Aku mau juga dong diperhatikan kayak Widuri,"  sorak Tasya.

"Berisik aja lu. Ambil aja noh di luar. Kasian nih Widuri, matanya tinggal 5 watt."

"Aku juga ngantuk kok, ambilin dong." Tasya tak mau kalah.

"Mata segede kelereng gitu, ngantuk darimana."

Dewa tak menggubris lagi sorakan dari teman-temannya. Ia berjalan santai menuju teras basecamp. Berkumpul kembali dengan teman-temannya. Namun sesekali mencuri pandang ke arah Widuri.

Widuri merasakan sesuatu yang berbeda pada hatinya. Apakah itu cinta? Hanya karena perhatian kecil? Tapi bukankah itu kelemahan wanita?

Perhatian-perhatian kecil itu bukan kali pertama. Dewa sering menunjukkan, hingga membuat teman-temannya menaruh curiga.

"Mas Dewa itu kayaknya suka deh sama kamu, Wid," bisik Tiara.

"Ngawur. Gak mungkinlah, Mas Dewa itu kan memang baik sama semua orang," sanggah Widuri.

Meskipun menyangkal, tapi Widuri juga merasakan. Dewa memang baik pada semua orang, tapi sepertinya ada yang lain saat memperhatikannya. Sorot matanya berbeda.

Mata mereka beradu, saat Widuri menangkap basah Dewa tengah memperhatikannya. Dewa mengulas senyum. Tangannya memberi isyarat pada Widuri agar meminum jahenya.

Widuri menundukkan pandangan. Mengarahkan pada wedang jahe yang dipegangnya. Desiran halus perlahan menelusup dadanya. Menciptakan gejolak rasa yang mulai kentara.

Rapat usai tepat saat jarum jam menunjuk di angka 3 dini hari. Kantuk Widuri sudah tak tertahankan. Matanya terpejam dan lelap di alam mimpi. Tak menghiraukan lagi Tiara yang masih asyik bersenda gurau dengan yang lain.

Belum lama terpejam, Adzan subuh berkumandang. Mengagetkan Widuri yang tidur di pojok ruangan. Ia paksa matanya terbuka. Mengumpulkan kembali nyawa yang masih belum menyatu sepenuhnya dengan raga. Tangannya meraba, ada sesuatu yang menutupi tubuhnya.

"Jaket siapa ini?" Gumamnya.

Widuri menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Sunyi. Semuanya masih terlelap di alam mimpi.

Widuri meraih tas disampingnya. Yang ia jadikan sebagai alas tidurnya. Mengeluarkan mukena yang selalu setia menghuni di dalamnya. Ia lipat jaket misterius itu dengan rapi. Lalu menyimpannya di atas tas.

Disaat bersamaan, Dewa melirik ke arah Widuri. Masih dengan posisi tidurnya. Ia tersenyum simpul dan kembali memejamkan matanya. Tak ingin Widuri menyadari tingkahnya.

Bersambung...

Romantika Si Gadis JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang