short story (2)

202 39 0
                                    

Aku menduduki tubuhku dengan segera setelah mematikan alarm yang sudah berdering cukup lama itu. Pukul enam pagi, biasanya aku akan bangun pukul tujuh untuk sarapan, tapi karena hari ini sangat spesial aku sengaja bangun lebih awal.

Dengan langkah penuh semangat aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan menggosok gigi, setelah selesai aku langsung menuju ke dapur untuk menemui mama.

Mama berdiri membelakangiku sembari memotong buah tomat, sepertinya mama akan membuat soup tomat lagi setelah tiga hari yang lalu papa mendeklarasikan bahwa soup tomat akan menjadi menu wajib di keluarga kami. Aku mendekati mama diam-diam dan memeluknya dari belakang.

"Selamat pagi, mama."

Mama yang terkejut akan kehadiranku menggelincirkan satu tomat yang sedang ia potong dadu.

"Oh, kau mengejutkanku sayang. Selamat pagi," balas mama dengan senyum lebar.

"Maaf mama," kataku. Aku segera melepas pelukan dan berdiri di sebelah mama.

"Tidak apa, sayang."

"Mama mau buat soup tomat lagi?" tanyaku memastikan. Mama mengangguk, ia terlihat cantik sekali hari ini.

"Papamu sangat suka ini, bukan?"

"Ya, sangat."

Mama terkekeh pelan tiba-tiba. "Setelah soup ini selesai, apa kau mau membantuku membangunkan papamu yang masih tidur cantik itu?"

Aku mendengus pelan mendengar kata 'cantik' dari mama, lalu memberikan jempol padanya. "Serahkan saja padaku."

"Baiklah, terima kasih." Mama mengelus pucuk kepalaku sebentar dan kembali sibuk dengan peralatan dapurnya.

Karena tidak bisa membantu, aku memilih untuk pergi dari dapur dan menonton televisi. Di sana sudah ada sandwich dan juga susu yang telah mama siapkan di meja. Uh, aku mencintaimu mama!

Setelah lima belas menit menyibukkan diri untuk menonton televisi dan menghabiskan sarapan, aku sudah merasa bosan. Tontonan hari ini tidak ada yang menarik. Jadi aku memilih untuk mematikan televisi dan beranjak pergi ke kamar papa.

Sebelumnya aku sudah bilang pada mama aku akan berada di kamar untuk bersiap membangunkan papa. Mama bilang bangunkan papa lima menit lagi, dan bawa papa turun ke ruang keluarga dengan mata tertutup. Aku menurut saja dengan ide mama itu.

Setibanya di kamar aku melihat papa masih dalam keadaan tidur membelakangi pintu. Huh, nyenyak sekali tidurnya. Aku berjalan mendekati papa dengan perlahan dan duduk di ujung ranjang. Wajah papa halus sekali. Bulu matanya lentik, hidungnya mancung, dan bibirnya juga bagus. Aku jadi paham kenapa mama bilang kalau papa itu cantik.

Bosan karena hanya melihat papa tidur, aku memainkan alis papa yang hitam tebal itu. Aku iri sekali dengan alisnya. Tapi sepertinya tindakan aku ini membangunkan papa. Keningnya mengerut karena merasa tidurnya telah terusik olehku, lalu papa membuka kedua matanya dan tersenyum melihatku.

"Pagi, papa." Aku mengecup pipi papa agar ia tidak merasa curiga dengan kehadiranku di sini.

"Hn ... apa yang kau lakukan di sini?" Tapi ternyata sia-sia saja.

"Mama meminta tolong padaku untuk membangunkan papa yang masih tidur cantik ini pergi sarapan sekarang," kataku sembari tersenyum jahil.

Kening papa kembali mengerut. "Cantik?"

"Yep, apa papa tidak tahu kalau papa itu cantik?" tanyaku balik. "Kecantikan papa mengalahkan mama dan aku."

"Jangan bercanda," kata papa sembari mendengus. Ia mendudukkan tubuhnya dan mengacak rambutnya yang semakin berantakan. "Tunggu di sini."

Aku hanya mengangguk saja melihat papa turun dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Sembari menunggu papa keluar aku mencari dasi yang akan aku gunakan untuk menutup mata papa. Mama menyimpan dasi papa di laci lemari mereka, aku menemukannya dengan mudah.

Sekitar sepuluh menit kemudian papa keluar dengan wajah segar. Aku mendekatinya dan meminta papa untuk membungkuk agar aku mudah mengikatkan dasi di kepalanya. Walau papa bingung dengan sikapku ini, ia terima saja kedua matanya di tutup setelah aku bilang akan ada kejutan.

Kami menuruni tangga ke lantai bawah dengan perlahan. Aku memaksa papa untuk menggandeng tanganku agar ia tidak jatuh. Sampai di ruang keluarga mama sudah berdiri di kelilingi balon berbentuk love yang sudah aku siapkan dari semalam, ia menunggu kami sembari memegang kue buatannya. Aku tersenyum pada mama dan ia memintaku untuk membuka penutup mata papa.

Saat papa membuka kedua matanya ia hanya terdiam mematung memandangi mama, aku yang terheran-heran berjalan mendekati mama dan meminta mama untuk sedikit membungkukkan tubuhnya.

Kemudian aku berbisik, "papa sepertinya tidak terkejut, kejutan kita gagal ya?"

Mendengar pertanyaanku mama tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak kok, justru papa sangaaat terkejut."

Aku mengernyit meragukan apa yang di katakan mama. Saat aku kembali menoleh ke arah papa untuk memastikan, aku langsung membelalakkan mata melihat papa menangis.

Apa ini?

Aku tidak salah lihat?

Maksudku ... seorang papa meneteskan air matanya! Ini papa loh, aku bahkan tidak pernah melihatnya menangis. Ini tidak terduga.

"Selamat ulang tahun, Suamiku."

Papa mendengus pelan, ia mengalihkan pandangan mengusap kasar air matanya dan berjalan mendekat untuk memeluk kami. Walau mama agak kesusahan karena sedang memegang kue ia tetap menepuk punggung papa dengan satu tangannya. Aku jadi ikut menangis, padahal kan ini suasana bahagia.

"Selamat ulang tahun papa," bisikku malu-malu.

"Terima kasih."

Dan kami bertiga berakhir berpelukan cukup lama sampai mama mengingatkan untuk segera tiup lilin dan meminta permohonan.

____

DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang