"Di mana rumahmu?" Khun Mew bertanya saat kami mampir lebih dulu di sebuah minimarket untuk mengobati luka di keningku. Aku duduk di kursi penumpang mobil dengan pintu terbuka sementara dia berjongkok di depanku, itu karena seluruh tempat duduk di minimarket tersebut sudah penuh terisi oleh anak-anak muda.
"Nong Khaem," ucapku agak lemah. Setelah kejadian barusan rasanya seluruh energiku sudah terkuras habis, namun melihatnya yang tengah menangani luka di dahiku dengan wajah sedekat ini, sedikit banyak membuatku jauh lebih tenang.
"Kau pasti sangat syok," ucapnya sambil mengusap air mata yang mengalir di pipiku. Sentuhan tangannya terasa hangat. "Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Percaya padaku. Aku akan memastikan dia dihukum. Tenang saja. Nanti aku dan tim pengacara kantor akan membantumu." Ia lalu menggenggam kedua tanganku yang masih bergetar.
Aku hanya mengangguk sebagai balasan.
Kami lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Tiba di condo tempat tinggalku di Nong Khaem, Khun Mew bahkan mengantarku hingga ke depan pintu seolah aku bisa saja diculik, padahal aku hanya tinggal naik lift ke lantai 3, belok kanan, lalu berjalan kaki melewati dua pintu. Tapi ia bersikeras.
"Terima kasih sudah mengantarku dan menolongku hari ini, Direktur," kataku tepat di depan pintu condo.
"Jangan panggil direktur, panggil P'Mew saja. Kita sudah di luar kantor. Masuklah, setelah itu makan, mandi, tidur lalu lupakan kejadian hari ini meski aku tahu itu berat bagimu." Kuanggukan kepala pelan.
"Oh, ini jasmu." Aku baru mau melepaskan jas yang ia berikan untuk melindungi tubuhku.
Namun ia menahan tanganku. "Tidak usah, nanti saja. Kau simpan saja . Besok jangan masuk kantor dulu, istirahat saja dan tenangkan pikiranmu."
"Apa boleh?"
Ia terkekeh. "Tentu saja, aku kan bosnya." Aku tersenyum tipis mendengar sedikit kelakarnya.
"Kalau begitu aku pamit pulang."
~...~
"Brengsek! Kalau saja aku di sana aku pasti sudah membunuhnya!" Bright berteriak sambil membanting kaleng soda bekas ia minum ke tong sampah saat mendengar apa yang terjadi padaku kemarin itu. Matanya memelotot dengan hidung mendengus seperti banteng mau mengamuk.
"Tenang saja, dia sudah dihajar habis-habisan dan sudah dilaporkan ke polisi oleh bosku."
Bright mampir sebentar ke condoku setelah ia pulang magang. Kami makan malam bersama lalu aku menceritakan semua yang dilakukan Bern dan bagaimana akhirnya P'Mew menolongku.
"Kalau pun dia masih bebas berkeliaran, aku yang akan menghabisinya dengan tanganku sendiri. Akan kupatahkan tulangnya hingga berkeping-keping."
"Jangan. Aku tidak mau temanku jadi pembunuh."
"Gulf, kau baik-baik saja 'kan? Tidak, kau tidak baik-baik saja. Kau pasti mengalami hal yang berat. Maafkan aku karena tidak bisa membantumu dan menjagamu, andai saja tempat magang kita sama." Wajah Bright cemberut dengan bibir yang maju, mungkin kecewa karena tidak bisa berada dekat denganku ketika aku mengalami hal buruk.
"Bright, aku akan baik-baik saja. Cepat atau lambat aku akan melupakan kejadian itu, lagipula aku percaya bosku pasti menepati janji untuk memenjarakannya. Terima kasih sudah mencemaskanku." Walau begitu aku tetap bersyukur dengan kehadiran Bright saat ini.
"Kenapa juga kau baru bercerita padaku sekarang? Kenapa kau tidak bilang apapun padaku? Aku temanmu, Gulf. Harusnya kau memberitahuku jika terjadi sesuatu. Kalau kau bicara padaku, aku sudah pasti akan mencarinya lalu kuhabisi nyawanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Deja Vu
Fanfic[COMPLETED] Malam di bawah guyuran hujan Gulf bertemu dengan pria yang memiliki mata kelam, rasa iba mendorongnya untuk menolong pria itu. Lalu dua tahun berlalu, ia dipertemukan kembali dengan pria tersebut. Mew Suppasit Begitu namanya disebut. Ala...