"UHM, aku masuk ke dalam novel hasil cetakan kasar sahabat baruku. Lalu namaku di sini adalah Shen Mara. Barusan seenaknya aku singkat jadi Shera. Maafkan aku, Tracey. 1 semester di sini bahkan aku masih belum mampu beradaptasi. Kuakui plot twist yang kamu suguhkan sangat ulung. Begitupun 3 plot hole novelmu. Benar-benar menjelma sebagai bom waktu," oceh gadis berpenampilan primadona meski sedikit terlalu langsing."HAH!! Namaku di akta asli adalah An Xin. Lantas bagaimana ceritanya kudapatkan nama dari tokoh yang sok misterius itu?!" Mendadak Shera menutup mulutnya sendiri. Ia sadar mengamuk seheboh apapun ia terlihat konyol. Semua di luar kendalinya.
"Nona, saya rasa anda terlalu nyaring. Tuan muda bisa menghukum anda karenanya." Seorang pelayan berbisik dari celah pintu.
"Diam kau! Atas dasar apa seorang pelayan bisa mengancam majikannya?" sarkas Shera melempar bel pemanggil ke arah pintu. Jeritan tertahan si pelayan tanpa sadar merapatkan pintu kasar. Alhasil suara pintu tertutup terdengar keras disusul helaan napas Shera. Terserah, aku mau sendiri, ia menyilangkan kedua tangan di dadanya jengkel. Seketika Shera mengingat sekelabat momen terakhirnya sebelum bertemu rival dari tokoh utama.
***
"Bom waktu?"
Tracey-Putri dari penulis senior nasional menanyai sahabat barunya. Orang yang bersungguh-sungguh menilai cetakan kasar novel perdana Tracey, juga pemilik nama berbau ketimuran, An Xin.
"Benar. Analogi suatu hal merepotkan yang sudah diatur pesaing kita sedemikian rapinya. Tapi kasusmu adalah bom waktu bunuh diri. Kamu perlu koreksian beberapa ahli untuk menghilangkan 3 plot hole ini. Dengan kata lain, tinggal menunggu waktu sampai orang menyadarinya dan tanpa tahu sudah tersebar secara random." An Xin menatap langit berbadai salju dari sofa usang rooftop.
"Wah, kau seperti sudah paham dunia kerja profesional. Aku harus berguru padamu lagi." Tracey terkekeh pelan mengulum senyum getir.
Terpaan badai memaksa An Xin membalikkan tubuh menghadap Tracey perlahan. "Lagi? Haha, ini pertama ka-Kenapa kamu tersungkur begitu, Tracey?" Kelabakan An Xin membantu sahabat barunya menjauh dari gundukan salju.
"Maaf An Xin. Sepertinya kita terkunci di rooftop dan pintunya kebetulan besi sehingga dimanfaatkan pesaing ibuku dengan mengalirinya tegangan listrik tinggi dari gardu utama." Deru angin nyaris mengalahkan suara bergetar Tracey. Ia mulai beranggapan rendah karena tidak memberi tahu sejak kapan ia tersetrum.
Membaca situasi cermat, An Xin menghibur Tracey tulus, "Sudah, sudah, jangan bicara terlalu banyak. Kau juga menyetrumku, nih! Hehe... kamu pasti cemas badai saljunya akan mengubur kita, 'kan? Aku punya cara yang sejak kecil mau kucoba bersama sahabat baru."
Mata Tracey terbuka penuh menoleransi salju berlalu lalang mengganggu pandangannya. Terlihat An Xin menendang pagar rooftop guna menguji kekuataannya. "Jangan berani-berani melompat dari ketinggian 15 meter, Xin. Tumpukan salju di bawah tebalnya hanya sekitar 3 meter." Tracey berusaha mengelak dari papahan An Xin, namun ia sendiri mati rasa.
Apa ibunya ada bilang karena kesehatan menurun dan terpapar badai salju setengah jam lamanya bisa terkena hiportemia?
"Aku suka kau tanggap tanpa berbasa-basi, Tracey. Percaya padaku, kita akan bangun di brankar hangat rumah sakit saat bel pulang sekolah berbunyi," lirih An Xin mendekatkan kening mereka berdua. Tracey terdiam tidak peka akan kemungkinan An Xin nekat menjadi pahlawan yang menghalangi kerasnya hantaman langsung dari ketinggian menantang.
"Kita terjun!"
7 detik sebelum menghantam daratan, An Xin mendekap kepala Tracey ke dadanya. Lemah bertanya, putri penulis itu terkejut ia terlewat ceroboh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tugas Forwistree
Short StoryUpdate Tiap Nugas 2021 : "Maka dengan ini, kulampirkan segala kisah Forwistree dari permata terdalam laut anala..." 2023 : Aku sudah bisa menjadi editor untuk tulisanku sendiri. Meski tanganku gatal ingin merombak total tiap cerita dengan dalih revi...