#5_Prompts : Accept The Challenge

16 0 0
                                    

˚   ✫     ˚ .     ⋆

Ketika "aku" sedang berada di bibir pantai, sebuah surat dengan tulisan My Love tercetak di sana terlihat oleh mata. Ketika "aku" mengambil surat tersebut, surat yang ada sama sekali tidak basah terkena air di pantai.

┌────────────────┐

"Kepada Hea alias Theria Fiat. Terima kasih sudah membuatku nyaman 2 jam belakangan ini. Dengan ini kusampaikan salam dan wasiat kepada keluargaku di- howek!"

"Payah, kau kira aku mau jadi saksi kematian manusia?" Tanganku bergerak menepuk-nepuk punggung Nikki sembari ia memuntahkan darah kotor. "Yeah, terima kasih untuk tidak jijik," sambung Nikki terengah lemas kehilangan keseimbangan. Untuk seorang pria 22 tahun aku rasa ia memiliki fisik yang keren begitu tidak sengaja meraba perutnya.

"Jangan merasa terbebani. Aku juga tidak sopan memanggi Nikki yang lebih tua 4 tahun pakai nama langsung, bukan? Anggap saja impas." Kuseka bibir Nikki cekatan. Kalau bukan karena pernah nonton film tentang kultivator, normalnya aku akan panik. Tapi mengamati cedera Nikki tidak terlalu fatal, ia masih bisa tetap terjaga 2 hari lagi.

Nasib untung menyertai kami. Badai malam ini paling akan berlalu begitu matahari memanjat ufuk timur. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selain kemungkinan luka dalam.

"Padahal kita satu-satunya peserta wisata dalam provinsi. Sementara mereka berwisata di luar provinsi menikmati ombak timur yang dijamin kenyaman hotel mewah. Kita di sini justru terjebak di mercusuar yang jauhnya 10 meter dari pantai. Mana jalan penghubungnya berupa batu licin dan ombaknya tinggi lagi." Nikki mengeluh secara dramatisir keadaan.

"Nikki tidak sendirian di sini. Setidaknya listrik tidak mati, kalau tidak kita bakal tergelincir saat naik tangga tadi," tegasku membantunya duduk. "Salahmu juga memungut surat yang tidak boleh disentuh bahkan penduduk sekitar sekalipun," sanggah Nikki mulai kehilangan sikap dewasa.

Aku menghela napas ingin menjitaknya sekarang juga. Coba saja ada yang bisa menyelahkan peristiwa 1 jam lalu.

Saat ia masih melambai konyol menyambutku yang baru tiba di terminal. Entah kerasukan angin apa, aku menyeret koper kami dan membawa Nikki ke hutan mangrove tanpa check in hotel. Sekolahku mengadakan perpisahan keakraban yang mengundang alumni 5 sampai 1 tahun di atas kami sebagai pemandu.

Ada 2 pilihan, dalam provinsi dimana sekolah akan mengizinkan anggota keluarga kami turut serta. Atau luar provinsi tanpa ada pembiayaan sekolah kecuali reservasi hotel dari dana sumbangan orang tua ata sponsor. Karena keluargaku bisa berlibur terpisah di pantai bersebrangan dari tempat sekarang, aku ikhlas saja memikirkan penat yang ditanggung tidak terlalu repot.

Benar saja aku sendiri yang mengambil jatah dalam provinsi. Lalu pengawasku pun hanya satu yaitu Bang Nikki Arkais ini. Aku memanggilnya nama langsung karena wajahnya yang mengingatkan mantanku dahulu.

Dia sudah meninggal, patah tulang parah terjatuh dari speedboat. Bayangkan saja betapa ngerinya air cipratan dari mesin ikut keruh akan darah dan tubuhnya terpental di bibir pantai yang jauhnya 20 meter dari tumpangannya. Tentu saja tragis bagi penutup masa putih abu-abuku.

Kalau kalian pikir alasanku tidak rasional, dari awal dia sudah memanggilku lewat kreasi huruf dari nama lengkapku. Apakah nama Theria atau Fiat sulit dilafalkan sampai ia memanggilku Hea? Anggap saja impas.

Tugas ForwistreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang