KEBERADAAN adik perempuanku menjengkelkan. Namun kemarin sore kami baru mengkebumikan Mama dan Papa seraya nyaris menghabiskan stok air mata selama sisa hidup kami. Nama belakang kami berupa marga. Belakangan baru kuketahui ternyata aku dan adikku termasuk hitungan keluarga utama dalam mewarisi marga itu. Kini tak heran kalau perebutan posisi bersimbah darah tengah meregang nyawa kami terutama aku, si putri tertua.
Meski terlambat, aku membawa adikku angkat kaki dari kediaman utama kala bentrokan terjadi. Sungguh kacau. Padahal Mama sangat menyukai jendela kaca patri di loteng tempatku biasa bersembunyi. Tapi kerabat kami merancang rencana tanpa riskan signifikan. Mereka menerobos jendela kaca patri kesukaan Mama demi menanamkan teror pada kami tanpa penjaga siaga di rumah bak istana negeri dongeng itu.
Entah sehebat apa marga yang kami emban hingga memiliki hak paten penggunaan senjata api di bawah negara berkembang. Namun aku bisa lega melihat pipi adikku tersayat tipis, sementara dada kanan atasku ditikam tak terlalu dalam hingga menimbulkan sensasi mati rasa semata. Aku tidak gila mengundang simpati orang di jalanan supaya sukarela mengangkut kami ke rumah sakit. Maka tak ada pilihan selain menyelundup ke truk berterpal di tengah badai dini hari dalam kesunyian mencekam nan asing.
Jangan pikir adikku tak mengomel. Ia terus mengeluh untuk mengakhiri hidup daripada menahan sakit dan hidup diburu. Lantas saat kusenggol di persimpangan tajam, tubuh kurusnya hampir terjengkang ke luar truk dan dengan sigap ia ketakutan memeluk lengangku gemetar. Lihat, ia senang bergaya sok di situasi rumit ini. Konyol.
Rasa nyeri tak mengusikku untuk mengolah kepingan informasi bertahan hidup yang pernah kubaca di novel. Kami bisa mengganti identitas sambil berlagak kehilangan ingatan. Tapi tidak lucu kan, kalau hilang ingatan kompak. Mau tak mau jika menempuh cara ini kami harus berpisah. Ah! Aku bisa hidup berkelana dan diburu. Jadi adikku saja yang berakting lupa ingatan. Ia selalu kehausan kasih sayang dan perhatian. Sayang sekali bahasa cintaku tidak mendukung kebutuhannya.
Sekejab aku menyadari suhu tubuhku naik drastis, penghilatanku semakin buram diisi titik hitam bergerak acak. Sepertinya aku demam karena infeksi luka. Alasan yang lebih sedehana ialah aku kehilangan banyak darah. Syukurlah adikku sudah tertidur kemungkinan akibat rasa pening luka sayat itu. Kalau aku menuruti kantuk berat yang mendera ini, akankah keajaiban menyelamatkan kami?
***
"Kak, luka kakak kelihatan basah," ucap adikku tak kehilangan jati diri bocahnya hendak merasakan tekstur luka tikam ini. Kutatap ia lama, secara spontan ia enggan memenuhi naluri usia bocah dan memilih merapikan rambut ikal sepinggang miliknya. Kami dibangunkan lembut oleh supir truk yang tak memberikan ekspresi marah sedikitpun kendati mengetahui ada penumpang gelap menumpang tanpa tahu diri. Ia tak menunjukkan kepedulian, bagiku orang sepertinya perlu diperbanyak di dunia sebagaimana simbiosis komensalisme membuat alam hidup berdampingan.
"Kita nggak ke rumah sakit, Kak?" Adikku mengelus sayatan di pipinya sembari mengaduh. Kuangkat bajuku menunjukkan darah yang mengental seakan hendak menembus fibrin yang susah payah dipasang oleh trombosit. Sontak adikku memalingkan wajah menahan pekikannya. Baguslah, dia cukup pintar tidak gegabah ketika kami berjalan terseok-seok di tengah semi-rimba yang kuyakini jalan tembus ke antah-berantah. Semoga mereka pemukim yang ramah alih-alih bangsa kanibal primitif.
"Kau nanti pura-pura lupa ingatan. Aku akan berkelana dan hidup lewat empati orang dermawan. Bangunlah identitas baru dan hidup bahagia yang berkecukupan," jelasku akan menjitaknya kalau meminta pengulangan atas dasar meyakinkan diri. Di luar dugaan adikku menghentikan langkahnya dibanding menjerit-jerit impulsif demi sebuah "iya" dari kakaknya. Dengan sabar aku menunggu kesanggupan adikku melanjutkan perjalanan menuju titik pisah yang mungkin kesulitan lepas dari bayangan ancaman pembunuhan dari kerabat tamak kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tugas Forwistree
Cerita PendekUpdate Tiap Nugas 2021 : "Maka dengan ini, kulampirkan segala kisah Forwistree dari permata terdalam laut anala..." 2023 : Aku sudah bisa menjadi editor untuk tulisanku sendiri. Meski tanganku gatal ingin merombak total tiap cerita dengan dalih revi...