chapter 1 - Hari Pertama

52 5 0
                                    

Sebuah iris hitam kelam terbuka lebar, menatap satu objek yang membuatnya tersenyum kecut. Tangannya terangkat, menyentuh dada kirinya. Merasakan sebuah detak jantung yang masih bisa dia rasakan. Ada perasaan lega, namun masih ada rasa khawatir yang menghantuinya.

Pria itu bangkit, menatap gelas kaca yang terisi penuh oleh cairan berwarna biru menyala.

ah.. Apa dia akan terus hidup seperti ini. Monolognya.

Pintu terbuka, terlihat seorang wanita dengan pakaian serba hitam mendekat ke arahnya. Dia hanya diam, membiarkan wanita itu mengecek keadaannya. Tubuhnya terasa lebih baik sekarang, walau pada akhirnya dia tahu bahwa tidak akan ada orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa.

Pria itu tawa, melirik ke arah kedua tangan dan kakinya yang terikat oleh rantai.

"Untuk sekarang kau masih normal, tapi tetap saja tidak ada yang tahu kapan kau akan berubah seutuhnya."

Wanita itu bersuara, menatap penuh ketakutan padanya. Sedangkan dia hanya bisa tersenyum kecut, mengalihkan pandangannya saat kedua tangan dan kakinya terbebas dari rantai yang mengikatnya sejak beberapa hari lalu. Rasanya lebih baik dan wanita itu pergi, meninggalkan dirinya sendirian di kamar itu.

Dia tertawa miris, menyadari perubahan yang ada dalam dirinya. Tubuhnya memucat, dengan gigi taring kecil yang mulai tumbuh diantara deretan gigi putihnya.

Pikirannya kalut, meremas kuat kain seprei dibawahnya. Mulai bertanya-tanya akan apa yang harus dia lakukan sekarang. Rasa marah, kesal, dan kecewa membuatnya semakin tidak berdaya. Jika saja dia ingat dengan apa yang terjadi malam itu, mungkin dia tidak akan terlihat begitu menyedihkan.

"Akh..!!" Dia berteriak. Menyembunyikan wajahnya di saat dia menyadari sesuatu yang tidak akan bisa dia ubah.

Takdir yang menyatakan bahwa dia bukanlah manusia.

Tidak ada lagi harapan baginya. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang pucat. Hidupnya sudah berakhir, itulah yang tertera dalam pikirannya.

Bergerak bangkit, mendekati jendela kamar yang tertutup oleh teralis. Langkahnya terhenti, menatap nanar pada sinar matahari yang terhalau oleh kain putih. Tangannya terangkat, berusaha mendekati sinar matahari sebelum dia dikejutkan oleh pintu kamarnya yang terbuka.

"Apa yang kau lakukan!! Apa kau mau mati!!"

Tangannya mengepal, bergerak mundur sebelum menatap ke arah wanita yang menjadi perawatnya. "Apa aku memang akan mati?" Tanyanya tanpa ragu.

Wanita itu tidak menjawab, memilih berjalan mendekatinya. Tidak terlalu berdekatan karena wanita itu masih takut pada sosoknya.

"Kau itu abadi," ucap wanita itu merasa aneh karena mengatakan hal yang tidak akan mungkin terjadi pada manusia.

"Ha.. ha.. kau benar, aku abadi. Karena aku sudah mati."

Wanita itu terdiam lagi, apa yang dikatakan pria itu tidak salah. Bahkan dia sangat tahu bahwa itu adalah kenyataan, pria itu mati dan dia tidak akan bisa kembali seperti manusia biasa. Karena sekarang dia adalah makhluk abadi yang menjadi legenda di dunia ini.

Vampir.

Mungkin seluruh orang di dunia ini juga mengatakan tidak akan percaya pada sosok yang disebut-sebut Vampir itu. Tapi sekarang dihadapannya, ada sosok yang di katakan sebagai makhluk fantasi yang tidak akan mungkin ada di dunia manusia.

Fakta ini memang cukup mengejutkan, tapi wanita itu hanya bisa berusaha untuk percaya, walau sebenarnya dia juga tidak ingin percaya.

"Makhluk abadi yang akan mati jika terkena sinar matahari langsung bukan!" ucap pria itu lagi dengan rasa takut akan kematian yang ada di depan matanya.

"Jangan berkata seperti itu."

"Lalu kau mau aku hidup dengan sosok seperti ini! Kau saja takut padaku, bagaimana dengan orang lain. Mereka mungkin akan memburuku dan membunuhku karena takut."

Wanita itu kembali terdiam, pada akhirnya dia memang tidak akan bisa melakukan apa pun. Mau berkata bahwa lebih baik untuk mempertahankan hidupnya saja dia tidak yakin, lalu mau mengatakan bahwa dia pantas mati juga dia takut menyakiti pria itu.

Takut dan ragu, itulah yang wanita itu rasakan saat ini. Menatap penuh sedu pada sosok pria yang dia kenal sejak semalam.

"Ada banyak yang sepertimu, kau tau itu. Tapi kenapa kau menyerah begitu saja." Kata wanita itu berharap sebuah pengertian dari pria di depannya.

Apa yang dikatakan wanita itu benar, di tempat ini hanya berisi para Vampir yang di kurung termasuk dengan pria yang ada di hadapannya juga. Dan dia hanyalah perawat untuk mengurus para Vampir di tempat ini. Tidak hanya satu Vampir yang dia tau adalah sekitar ratusan Vampir di sana termasuk pria itu.

Dan tidak ada yang tau alasan kenapa manusia biasa bisa menjadi Vampir. Karena itu para Profesor mulai berpikir akan fenomena aneh ini, bahkan para pemimpin mulai ikut turun tangan karena takut dunia mereka akan terserang Vampir.

Setelah tau ada lebih dari ribuan manusia menjadi Vampir, mereka mulai bekerja sama dan membuat tempat ini. Tapi banyak Vampir yang akhirnya di korbankan untuk memecahkan masalah yang akarnya masih belum mereka ketahui itu.

Yang awalannya ada sekitar ratusan Vampir di tempat itu, sekarang tinggal pulu Vampir di sana. Secara bergantian, satu-persatu semua vampir menjadi bahan uji coba dan mereka yang tau tentang itu memilih diam. Tapi berbeda dengan mereka yang tidak tau, seperti dua orang yang tengah saling berbincang itu.

Merasa frustasi karena dirinya bukanlah manusia lagi, dan hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri atas hal yang dia tidak pahami.

"Lalu aku hidup di tempat ini selamanya begitu." Pria itu tidak percaya, menertawakan isi pikirannya sendiri. "Bukankah aku abadi, dan kau berharap aku menjadi saksi atas kematian para manusia di sini," imbuhnya masih menatap tepat pada manik sang wanita.

Pria itu mendengus, menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu menyembunyikan wajahnya di balik lututnya. Marah, bingung, kesal, sedih, dan penuh akan rasa frustasi, itulah yang dia rasakan. Berpikir untuk mati tapi dirinya juga ingin hidup.

Dia hanyalah pria muda yang masih berumur tujuh belas tahun, dan dia masih punya mimpi lalu harapan untuk hidup. Bahkan dia juga harus meninggalkan keluarga yang mungkin menganggap dirinya menghilang saat ini.

"Maafkan aku Jungwon.. maaf..."

"Aku ingin hidup," ucapnya lagi dengan rasa frustasi yang sama.

TBC

Akhirnya setelah sekian lama muncul juga ide untuk membuat cerita ini, cerita ini aku pikiran selama satu bulan lebih dan sampai pada keputusan untuk menulis ide cerita yang ini. Mungkin ada yang berpikir bahwa ini terlalu berat, karena ini bukan hanya soal vampir tapi ada urusan politik di dalamnya.

Dan aku harap kalian semua bisa menikmati cerita ini, terima kasih.. Dan sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Behind The Moon : Red & BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang