20. Drunk of Dream Flower

2.7K 320 160
                                    

Mabuk tidak membuatmu lupa tentang luka,
Hanya membuatmu tidak bisa mengingat apa yang baru saja terjadi


♧♧♧

Pukul 03.00 dini hari, suara berisik di lantai bawah membuat Renjun terbangun dari tidurnya yang baru berlangsung selama dua jam—tepat tengah malam dia pulang dari rumah Jisung sehabis mabar.

Suara kunci dimasukkan ke dalam lubang terdengar aneh. Orang itu menutup kembali pintu setelah berhasil masuk. Langkahnya terdengar jelas menuju lantai dua. Pastilah orang yang dia kenal yang masuk melewati pintu utama. Yang memiliki kunci hanya dirinya dan Wendy, mamanya—tentu tidak mungkin wanita itu pulang ke rumah dini hari, wanita itu sedang menginap di rumah Joy.

Dia yakin yang sedang merambat masuk adalah Haechan. Lelaki itu juga memiliki kunci rumahnya.

Benar saja, masih setengah tidur, mata mengantuknya mendapati Haechan berjalan menuju ranjang—ke arahnya. Menaiki tubuhnya. "Minggir!" Dia berusaha mendorong tubuh yang menindih.

"Jangan main-main! Gue ngantuk banget," bentak Renjun. Tangannya ditahan, dibuat tidak bisa bergerak, apalagi mendorong tubuh itu dari atas tubuhnya.

Tangannya dicium, kemudian dieluskan ke pipi basah. "Lo nangis?" Renjun tidak begitu yakin sehingga dia menanyakan hal itu. Haechan di atas tubuhnya menatap nanar dan sungguh di kedua matanya meneteskan buliran bening. Lelaki itu mengangguk pelan, membuat beberapa tetes air jatuh ke wajahnya.

"Kenapa lagi?" geram Renjun. Bukannya menjawab, Haechan justru menjatuhkan tubuh, menindih dan memeluknya erat. Kepala lelaki itu berada di ceruk lehernya, menangis pelan namun terdengar jelas di telinganya.

"Dude, lo kerasukan?" Didorongnya lelaki itu untuk sedikit terbebas dari pelukan. Memiringkan tubuhnya sendiri menghadap lelaki itu. "Apa yang lo tangisi?"

"Lo pergi."

"Dalam mimpi?" tebak Renjun. Haechan mengangguk. Bau alkohol sangat jelas tercium dari mulutnya. "Lo mabuk cuma karena mimpi buruk?" Ada sedikit nada mengejek dari Renjun.

"Lo ga bakal ngerti perasaan gue," tutur Haechan lirih.

"Itu hanya mimpi!" Renjun menegaskan. "Sadarlah! Bahkan lo bisa ke sini dalam keadaan mabuk."

"Lo pergi. Lo ada di mana pun. Lo ngilang."

"Gue di sini." Renjun semakin kesal. Dia ingin tidur, dan suara merengek itu mengganggu.

"Gue harus nyari lo ke mana lagi?"

"Ga ke mana-mana. Gue di sini!"

"Gue udah nyari ke mana-mana, lo tetap ga ada."

"Shit!" Mulutnya mengumpat. Haruskah dia memukul keras kepala Haechan hingga pingsan agar dia bisa segera tidur tenang.

"Gue di sini, Haechan!" Renjun mengucapkan nama itu dengan tegas, menangkup wajah lelaki itu dengan kedua tangannya.

Mata itu mengerjap beberapa kali. Mencari kebenaran dari penglihatannya sendiri. Membuat air mata mengalir semakin banyak.

"Gue pergi, itu cuma dalam mimpi lo. Sadarlah!" ujarnya, menyeka air mata dengan kedua ujung jempolnya di setiap sisi wajah lelaki itu. "Gue masih di depan lo. Ini gue! Renjun yang lo cari."

"Jangan pergi."

Dengan terpaksa dia membiarkan lelaki itu memeluknya. Sangat erat seakan takut kapan saja dirinya bisa menghilang. Iya dia tidak menghilang, tapi bisa mati kehabisan napas jika terus dijerat seperti ini.

KEEPING AROUND [1st Book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang