2. Toxic

14 5 0
                                    

Tatapan tajam dari Jonathan yang seolah ingin mencabik Sunny hingga menjadi serpihan-serpihan tak berarti, membuat jantung gadis itu berdetak begitu keras, seakan-akan bagian vital yang menopang kehidupannya akan meledak lalu merobohkan susunan tulang rusuk yang memenjarakannya di balik dada. Napas Sunny tersekat ditelan keterkejutan, manik sewarna madunya terbelalak dipenuhi rasa takut, sementara sang ayah angkat masih saja memaku tatapannya dengan kesinisan yang begitu pekat.

Membuka mulut ternyata membutuhkan lebih banyak usaha dari yang Sunny kira, tatkala perasaan takut membuat lumpuh seluruh otot dan sendi yang menyusun rangka tubuhnya. Bosan didekap hening dan gatal ingin memberikan peringatan keras pada anak yang tidak mau menurut lagi tidak tahu diri itu, Jonathan tiba-tiba berucap. "Apa pembicaraan kita tadi malam tidak cukup jelas bagimu?" Pertanyaan itu terdengar seperti ancaman, kedua alisnya menukik seiring ketajaman nada suaranya.

"A-Ayah...." Suara Sunny terbata, terlalu kalut untuk fokus menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya barusan, selagi benak sibuk meniti pertanyaan kenapa dan bagaimana Jonathan bisa berada di dalam kamarnya, ketika semua penghuni rumah masih berkubang dalam pelukan mimpi sedangkan kamarnya sendiri pun dia yakini sudah dikunci. "Kenapa Ayah bisa masuk ke sini?"

Jonathan mendengus, menganggap pertanyaan Sunny sebagai metode pengalihan topik. Hal itu membuat murka mereguk seluruh sisa kesabarannya, hingga tangan pria itu terpacu untuk membanting ponsel yang berada dalam genggaman dengan kekuatan yang tak ditahan-tahan. Alat komunikasi canggih itu pun retak, mati, dan beberapa komponennya terlepas setelah beradu dengan kerasnya lantai.

Sunny yang tak bisa berbuat apa-apa hanya mampu menutup mulut dengan kedua tangan agar pekikan nelangsa tidak meluncur dari sana, ketika suara berisik memilukan dari satu-satunya benda yang bisa menghubungkan suaranya dengan Sejun, melesat tajam menelusuri saluran pendengaran lalu menginterpretasikannya ke otak sebagai bentuk kemurkaan dari Jonathan yang tidak seharusnya dia pancing keluar, lalu diteruskan ke hati yang langsung memantik kesadaran bahwa hambatan baru yang membuat langkahnya semakin sulit baru saja tercipta.

Usai tatapan miris yang tertuju ke arah ponselnya berganti, Sunny nekat membalas tatapan Jonathan dengan kobaran amarah, sementara sorot kesedihan di mata gadis itu bersembunyi di belakang aura kebencian yang berapi-api. Pembangkangan tanpa suara itu tidak bisa diterima oleh Jonathan hingga dia merasa perlu memberikan pelajaran kepada anak angkatnya yang tersayang.

Segera, laki-laki itu mencengkeram pergelangan tangan Sunny dengan pegangan yang kuat, kemudian menariknya hingga gadis rapuh itu berdiri sembari terhuyung. Belum lagi keseimbangan dia dapatkan, tangan besar Jonathan yang terangkat tinggi-tinggi melesat cepat menerjang pipi Sunny hingga kepala gadis itu tersentak tanpa daya ke samping sebelum tubuh mungilnya jatuh tersungkur seperti pohon tumbang.

Jejak kemerahan bekas tangan Jonathan terlukis di pipi gadis yang malang itu, sedangkan luka yang tercipta di sudut bibirnya mulai mengeluarkan darah segar. Seakan belum puas, pria yang mengaku sebagai ayah jika anak angkatnya bersikap jinak, lalu berubah menjadi seorang penyiksa yang kejam ketika keinginannya tak dipenuhi, dengan cepat memposisikan dirinya di depan Sunny, menarik dagu anak angkatnya sampai tertengadah.

"Berani sekali kau menatapku dengan cara seperti itu? Dengar, rumah ini rumahku. Aku berhak masuk ke ruangan mana pun yang aku mau tanpa harus meminta izin terlebih dahulu kepadamu."

Ketika cengkeraman Jonathan di dagu Sunny semakin kuat, gadis itu meringis, merintih kesakitan. "Sa-sakit, Ayah. Aku... aku minta maaf. Ini salahku. Semua salahku. Maaf jika aku membangkang. Tolong jangan pukul aku lagi." Seluruh tubuh Sunny gemetaran, air matanya meleleh, suaranya yang mengiba terdengar menyayat hati.

Suara kekehan dari ayah angkatnya sesaat setelah Sunny berkata demikian entah kenapa terasa jauh lebih mengerikan. Susah payah Sunny menelan salivanya sendiri ketika kepanikan memenuhi nadi sedangkan aliran darahnya naik ke kepala. Dari sorot mata Jonathan yang datar, terlihat jelas kalau jiwa keras yang dimiliki oleh pria itu sama sekali tidak tersentuh oleh tangis meminta belas kasih yang meluncur dari Sunny walau hanya seujung kuku.

The Curse WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang