00. Kakak dan Adik

61 8 0
                                    

“Semua yang ada di sini ... diadopsi juga?” tanya gadis mungil itu sembari mengeratkan pelukannya terhadap sang Kakak.

Sang Kakak mengelus surai lembut si Adik, tidak mau kesayangannya itu cemas. Lagipula apa yang dicemaskan? Mungkin saja si pemilik rumah berbaik hati mau menampung beberapa anak yang memang tidak memiliki keluarga.

Salah satu pria bertubuh besar di sebelah mereka seolah menyadari kegugupan dan perasaan gusar sepasang anak kecil yang baru sampai di rumah ini tadi siang, maniknya beralih menatap si gadis kecil, gadis itu ... terlihat payah. Hanya bisa ketakutan.

“Ayah Besar akan bertemu kalian nanti malam, kalian bisa panggil aku Paman Al. Jangan takut, sekarang kalian mandi dulu, di kamar bisa kenalan sama yang lain.”

Ayah Besar katanya.

Setelah sampai di depan kamar, Paman Al pun pamit pergi, meninggalkan keheningan di antara sepasang pemuda-pemudi kecil itu.

Diraih gagang pintu oleh si pemuda, namun si Adik langsung menahan. Dirinya sedikit berjinjit, mendekatkan diri dengan pemuda di sebelahnya itu untuk berbisik, “Kakak inget cerita tentang Lia? Dia diadopsi, ternyata disuruh ngamen di jalanan sama anak lain yang diadopsi juga...”

“Heh, jangan mikir kemana-mana. Lagian ada kakak yang jagain kamu,”

“Kakak, aku takut.”

“Jangan pernah ngerasa takut kalau ada kakak.”

Yang bisa gadis itu lakukan hanya mengangguk, ia akan percaya kata-kata sang Kakak.


✦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




“Untuk apa anak perempuan?”

“Maaf, Bos. Kalau yang perempuan tidak ikut diadopsi, yang laki-laki tidak mau.” Jawab pria bernama Ali tersebut sembari menunduk, bukan karena takut namun rasa hormat.

Sang Bos meraih data di atas meja yang baru saja Ali berikan. Sudah bertahun-tahun tangan kanannya itu bekerja dengan dirinya, tidak mungkin ia mengacuhkan perintah— mengadopsi anak perempuan dengan mudahnya. “Bagaimana mereka?”

“Tidak bisa dipisah, padahal mereka sama sekali bukan saudara kandung. Tapi keduanya tetap tidak mau berpisah sedikitpun,” kata Ali sembari mendengus. “Yang perempuan hanya bisa ketakutan, apalagi saat di kamar hanya ada anak laki-laki, mungkin ia terkejut atau kurang nyaman?”

“Perempuan memang hanya bisa menyusahkan, mereka lemah.”

Dilihat data sang anak lelaki, cukup mengesankan. Dari hasil tes kepintarannya berada di atas rata-rata, nilai akademiknya pun bagus walau jarang—bahkan tidak pernah belajar tambahan.

“Noah,” katanya menyebut nama si anak lelaki, “dia akan jadi anak terpintar di rumah ini.”

Ali tersenyum. Atasannya terlihat sangat puas terhadap kerja keras Ali. Mencari beberapa anak berpotensi di berbagai panti asuhan memang tidak mudah, apalagi ada panti yang terus bertanya mengapa Ali menyodorkan beberapa pertanyaan dan tes terhadap anak yang hendak diadopsi.

“Bos...”

Yang dipanggil menoleh, “Ada apa?”

“Sepertinya bukan Noah yang akan menjadi anak terpintar di sini.”

Tangannya menyisihkan data anak bernama Noah itu, beralih ke data seorang anak perempuan yang diadopsi dari tempat yang sama dengan Noah, Alhea.























































✦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JerauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang