Jari-jari pemuda itu bergerak lincah di atas keyboard laptop. Matanya fokus dan tak berpaling sejenak pun. Waktu yang terus berjalan, memberi tahu kalau pagi sebentar lagi datang, serta kantuk yang sejak tadi ditahannya sama sekali tidak membuatnya ingin berhenti, ia harus menyelesaikan tugasnya saat itu juga, atau tugas lain akan mengejarnya dan hanya akan membuat ia terus tergesa-gesa.
Bahkan pesan balasan dari Yara sejak 1 jam yang lalu pun belum Asa buka dan baca. Meski rasanya sungguh ingin tahu apa yang Yara sampaikan.
Hingga beberapa saat kemudian, tugas Asa rampung dikerjakan. Asa beres-beres sedikit, meregangkan otot-ototnya, menghabiskan kopi di meja, lalu membawa ponsel dan merebahkan tubuh ke tempat tidur dengan lelah.
Ah, lega sekali rasanya.
Ayyara
|Asa, I'm very grateful to know this
|Gue gak tau mau bilang gimana lagi, intinya gue sangat berterima kasih, lo tetep ada buat gue, meski rasanya gue gak ngasih feedback yang setimpal buat lo
|Sa, gue mau 'sembuh'. Temenin gue ya. Gue kasih izin buat lo untuk temenin gue
|Maaf, belum bisa kasih yang terbaikSenyum lebar mengembang begitu saja. Yang ini jelas lebih melegakan. Asa memejamkan mata sambil terus tersenyum, untuk saat ini bahkan Asa tak tahu caranya menghentikan senyum tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA & ASANYA | ✔
Teen FictionAngkasa Abrisam bukan lagi green flag, tapi hijau neon. ** Ayyara Khainina Liani tidak lagi percaya pada ketulusan selain dari orang tua dan abangnya. Kejadian di masa lalu menghancurkan rasa percaya Yara pada orang lain. Ia tidak pernah lagi meneri...