5 : e r a t :

7.4K 210 34
                                    

5

: e r a t :

Hari hari yang berlalu setelahnya merupakan hari hari paling menyenangkan dalam hidup Deri. Dia melakukan kegiatan yang sama setiap harinya; memikirkan menu masakan yang akan dibuatnya hari itu, menyiapkan bahan dan memasaknya lalu mengantarkannya ke rumah Ilham. Ilham sudah mengizinkan Deri untuk masuk saja ke dalam rumahnya secara mandiri. Soalnya Deri bahkan sudah bisa nongkrong di dalam rumah Ilham, tepat ketika Ilham sedang mandi.

Kemampuan Deri dalam memasak sudah jauh lebih baik. Makanya dia bisa menyelesaikan masakannya lebih cepat. Ilham juga mengapresiasi masakan itu tiap hari. Ya, beneran tiap hari. Acapkali Deri sudah nongol di dalam rumahnya, obrolan yang terjadi akan dimulai dengan komentar Ilham tentang cita rasa dari masakan yang Deri hasilkan. Komentar Ilham bukan hanya sekadar enak belaka, enak banget, atau sejenisnya. Ilham menambahkan jenis jenis ungkapan kekaguman seperti rasanya sangat meriah di lidah, wah ... sepertinya cacing cacing di perut Akang kemarin melakukan pesta saking enaknya masakan kamu, atau pernah juga Ilham berkomentar, level masakanmu udah setingkat Chef bintang lima lho! Meski Akang belum pernah ke sana sih, nanti bareng sama kamu ya. Semua pujian pujian itu dinantikan Deri setiap harinya, membuat dia tambah bersemangat untuk menyegerakan diri memasakkan sesuatu dan membungkuskannya buat Ilham.

Kegiatan Deri setiap hari kurang lebih sama. Membawa tupperware yang sudah dicuci Ilham hingga bersih di meja makan. Menukarnya dengan tupperware baru yang sudah diisi makanan. Kemudian setelah itu, ngobrol sebentar. Sebelum llham kembali pamitan untuk bekerja. Dan Deri selalu salim, mencium tangan Ilham dengan takzim. Mereka melakukan semua itu seperti sudah otomatis. Sudah meresap ke alam bawah sadar sehingga tak perlu berpikir lama untuk melakukannya.

"Dek ... Akang libur besok. Kamu gak usah bekalin akang berarti. Kamu bebas tugas. Hahaha," kelakar Ilham sambil ketawa.

"Oh iya Kang. Main atuh besok, ke rumah Deri. Biar akang makan langsung aja di sana. Kita makan bareng sama Ibu, sama Bapak. Enak kan, bisa langsung makan panas panas gitu."

"Boleh, boleh. Nanti akang ke sana. Sekalian nyapa si ibu, udah lama engga."

"Oke Kang."

"Eung ... kalau gitu, sekarang udah waktunya akang pergi lagi nih. Kamu baik baik ya di rumah. Jangan keluyuran nanti malam. Akang takut kamu kayak kemarin lagi. Serem banget. Zaman sekarang tuh, hantu udah gak seberapa nyeremin. Yang lebih serem dari hantu, justru manusia manusianya."

"Haha. Iya Kang. Bener pisan eta mah!"

"Iya, makanya kamu jangan sembarang keluyuran ya malem malem. Udah diem di rumah aja. Kerjain kerjaan kamu atau apa kek. Tidur lebih awal juga gapapa. Jangan sampai kejadian kayak kemarin terulang."

"Iya, Kang. Beres itu mah. Deri juga gak akan mau lagi ngalamin hal hal kayak gitu. Cukup sekali. Udah, gak mau mau lagi."

"Ya sudah. Kalau gitu, ayo! Akang mau pergi."

Dan ritual itu kembali terulang. Pintu dikunci dari luar. Ilham berpamitan, seraya sebelumnya Deri mengecup tangan Ilham takzim. Deri kembali berandai andai, semoga hidup yang dia jalani seperti ini bisa berjalan lebih lama. Atau kalau perlu, selamanya.

***

Deri sudah gak sabar menantikan hari esok. Bahkan dia berencana, pagi pagi sekali akan menyambangi rumah Ilham. Enggak, gak pagi banget. Deri langsung mengubah pikirannya. Kira kira, siang hari lah. Deri juga sadar diri. Dia tak mungkin tega mengganggu waktu tidur Ilham. Dia bisa sabar menunggu –walau mungkin dalam praktiknya, bersabar menantikan pertemuan memang terasa sangat berat.

Tersesat di Tubuh SatpamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang