10. Luka di Leher

928 152 12
                                    

Sunoo pulang ke rumah setelah semalam menginap di rumah Jake. Ia pulang diantarkan oleh ibu Jake. Berhubung ibu Jake juga memiliki kesibukan lain, jadi wanita itu menolak saat Sunoo menawarkan masuk terlebih dahulu ke dalam rumah untuk minum teh.

Baru saja Sunoo akan membuka pintu, ia dikejutkan dengan kehadiran Jay yang sedang bermain bersama Jano di dalam rumahnya.

"Bagaimana kamu bisa masuk?" tanya Sunoo.

"Ah... Aku lupa memberitahumu, aku punya kunci cadangan. Siapa tahu aku merindukan Jano jadi aku bisa langsung kemari tanpa merepotkanmu untuk membuka pintu." Jay menjawab kelewat santai. Tidak berpikir jika apa yang ia lakukan seperti seorang kriminal.

Sunoo menghela napas lelah. "Untuk beberapa hari ini, kedua orang tuaku tidak ada di rumah tapi nanti- jika mereka melihat kamu keluar masuk rumah, mereka akan berpikir kamu adalah pencuri."

"Iya, aku pencuri. Aku akan berusaha mencuri hatimu." Jay berjalan semakin mendekat membuat Sunoo refleks berjalan mundur, tapi kemudian berhenti saat punggungnya menyentuh tembok.

"Aku 'kan udah bilang, akan berusaha membuatmu kembali padaku," bisik Jay tepat di samping Sunoo. Hembusan napasnya begitu terasa sampai ke leher Sunoo, membuat Sunoo sedikit bergidik. Tubuhnya terpaku saat Jay semakin mendekatkan wajahnya, bibir Jay yang dingin menyentuh kulit leher Sunoo- memberikan efek bagai sengatan listrik pada Sunoo.

Tubuh Sunoo masih diam terpaku, bahkan saat Jay memberi lumatan kecil pada lehernya. Ia yakin lumatan itu akan meninggalkan tanda kemerahan di lehernya sebab Jay juga sedikit mengulum dan mengigitkan sampai Sunoo mendesis.

Sunoo benci, sedari dulu sampai sekarang; ia tidak pernah bisa melawan Jay jika sudah melakukan tindakan-tindakan yang membuat tubuhnya terdiam bagai terpaku.

Jay menyeringai saat melihat ekspresi Sunoo. Ia tersenyum penuh kemenangan, mengabaikan gong-gongan dari Jano. Tangannya terulur mengelus pipi halus Sunoo, ia akui semakin hari; Sunoo semakin cantik. Kecantikannya tidak pernah pudar.

Sadar dengan apa yang telah terjadi, Sunoo mendorong tubuh Jay dengan pelan agar menjauh darinya. "Bisakah kita tidak melakukan hal-hal seperti ini?"

"Kenapa? Takut?"

"Tentu saja, apa kamu tidak sadar apa yang kamu lakukan?"

Jay menggelengkan kepala. "Aku tidak pernah sadar, karena setiap kali melihatmu lebih dekat; kamu selalu membuatku terpesona."

"Terserah! Lebih sekarang kamu pulang, sekarang aku ingin istirahat," usir Sunoo, berharap Jay segera pergi sebelum ia benar-benar marah.

"Baiklah, kalau begitu tolong jaga anak kita dengan baik," ujar Jay. Kemudian lelaki itu menundukkan kepala melihat Jano yang menggonggong, tangannya melambai sampai ke depan pintu dan pergi.

Sunoo memijat pangkal hidungnya, ia lelah. Baru setelahnya tersadar, kemudian berlari ke kamar mandi untuk memeriksa lehernya pada kaca. Benar saja, ada tanda merah di sana. Sangat jelas, pastinya akan hilang membutuhkan waktu. Sunoo menggosok-gosokkan tanda itu dengan tangannya dibasuh air, namun percuma saja.

"Siang ini aku ada kelas, bagaimana ini???" Sunoo frustasi. Dalam hati ia merutuki tindakan Jay yang selalu berbuat tidak senonoh.

Setelah menenangkan diri, Sunoo segera mandi dan bersiap. Ia memakai syal untuk menutupi lehernya, padahal bulan ini bukan musim dingin. Banyak orang pasti akan mengira ia aneh, jadi kemudian Sunoo memilih memakai plester untuk menutupi tanda merah di lehernya. "Nah! Begini lebih baik."

Sebelum berangkat, tidak lupa Sunoo membawa Jano. Ia akan menitipkan kembali Jano ke pet shop sebelum pergi ke kampus.

Ketika berada di kampus, Hueningkai menghampiri dengan senang. Lelaki itu berniat akan menanyakan sesuatu mengenai mata kuliah tapi kemudian diurungkan, digantikan sebuah pertanyaan, "Ada apa dengan lehermu?" Setelah melihat leher Sunoo yang ditempeli plester.

"Ini... Tergores ujung meja saat aku mengambil garpu yang jatuh."

"Ouh... Aku pikir, menyembunyikan sesuatu contohnya saja sebuah tanda ciuman?" Perkataan Hueningkai, membuat Sunoo tersenyum kaku karena memang itu yang terjadi.

"Ouh iya, tadi apa yang ingin dibicarakan?"

"Tidak jadi, sudah lupa."

Sunoo menggelengkan kepala. Keduanya kemudian berjalan bersama memasuki ruangan. Sunoo dapat melihat Jay sudah masuk kelas, lelaki itu duduk di barisan tengah hanya sendirian sambil menopang dagu, terlihat bosan.

"Tumben, Jay datang ke kelas. Biasanya 'kan dia suka bolos," celetuk Hueningkai saat melihat Jay yang berada di kelas. Pemandangan yang begitu langka karena sudah lama lelaki tidak pernah berpartisipasi dalam perkulian, seharusnya sudah di drop out sedari lama tapi justru Jay tetap dipertahankan sebab berasal dari keluarga pemerintahan. Ayahnya seorang menteri.

"Biarkan saja!" Sunoo membalas dengan malas, ia sudah mengambil beberapa alat tulis, bersiap untuk memulai pembelajaran saat dosen sudah masuk.

"Jika bukan karena ayahnya pasti Jay sudah ditendang! Gue benci banget orang kayak dia!"

Menyadari dosen telah datang, barulah Hueningkai berhenti mengomel.

Selama pembelajaran, Sunoo berusaha fokus untuk mengikuti materi yang disampaikan. Tapi, lagi-lagi pikirannya kacau saat melihat Jay. Kejadian Jay yang mencium lehernya masih begitu membekas, lelaki itu kembali bersikap seenaknya lagi.

Jujur saja, Sunoo lebih suka Jay membencinya daripada menyukainya. Jika Jay membenci Sunoo, lelaki itu hanya akan melontarkan kata-kata menyakutkan dan merendahkan tapi juka lelaki itu menyukainya dan mencoba bermain-main- maka Jay akan lebih banyak bertindak, tidak akan segan memeluk, mencium dan melontarkan kata-kata ambigu.

Sunoo menggelengkan kepala memcoba kembali berpikir jernih. Memikirkan Jay justru akan membuat kepalanya pusing. Ia berjanji akan menemukan cara agar terbebas dari Jay, sekali pun harus memilih pergi sejauh mungkin.

"Fokus dong, Noo," ujar Hueningkai menyadari sedari tadi Sunoo terus saja menggelengkan kepala bahkan sesekali menemukul-mukul dahinya dengan pulpen.

"Ahh... Iya, maaf."

Tanpa di duga Jay yang duduk berada di depan agak jauh dari Sunoo, membalikkan tubuhnya menatap Sunoo sambil tersenyum. Detik kemudian ponsel Sunoo bergetar, menandakan notifikasi dari pesan yang masuk.

Sunoo membukanya.

Jay
|Lagi mikirin aku ya?
|Fokus dong, Noo
|Belajar yang rajin
|Biar Jano masa depannya cerah

Wajah Sunoo seketika memerah, bukan karena ia malu tapi karena ia sangat marah. Sungguh Jay ini selalu saja menemukan banyak cara membuat Sunoo merasa dongkol.

Sunoo
|Urusi urusanmu sendiri!

Jay
|Aku mengatakannya karena peduli
|Aku juga sedang berusaha
|Berusaha menjadi bapak rumah tangga yang baik :)

Tanpa sadar Sunoo hampir akan melempar ponselnya jika tidak ingat bahwa ia masih berada di kelas. Ia menatap punggung Jay di sana yang sedikit bergetar; mungkin sedang tertawa.

Sunoo juga baru sadar, jika akhir-akhir ini Jay mulai mengubah cara bicaranya. Dari yang tadi berbicara gue-elo, sekarang jadi aku-kamu. Jujur, sedikit geli saat Jay mengatakannya.

Sunoo menghela napas lelah. Menenggelamkan kepalanya ke meja.

Mantan | JakeNoo ft. JayNoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang