"10 milyar, cukup kan?" ucap Agasa dengan entengnya menyebutkan jumlah nominalnya.
Pak Joko dan Bu Rani tercengang kaget mendengar nominal uang yang Agasa sebutkan.
"Be...beneran segitu?" tanya Pak Joko yang masih tak percaya.
Agasa hanya mengangguk pelan, "Kita lakukan ini besok saja, badanku capek aku mau istirahat."
Agasa lekas berdiri dan kembali masuk ke kamar tidur meninggalkan Pak Joko dan Bu Rani.
Kedua orang itu bertatapan satu sama lain, pertanyaan dalam pikiranya sama, apakah benar segitu uangnya?
"Sepertinya dia nggak berbohong," ujar Bu Rani yang merebahkan tubuhnya ke kursi rotan itu merileks kan ototnya yang kaku karena ketegangan tadi.
Begitu juga dengan Pak Joko yang merentangkan tubuhnya, "Mungkin," ucapnya yang masih meragukan kebenaranya.
Pagi-pagi buta sekali Agasa terlihat sudah berpakaian rapi dengan menggunakan masker hitam untuk menutupi wajahnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Pak Joko yang baru keluar dari kamar.
Agasa menoleh ke arah Pak Joko dan langsung melempari satu setel kain pakaian, "Siap-siap sana!" ucap Agasa dengan singkat dan langsung meninggalkan Pak Joko.
Pak Joko bingung tapi ia langsung menuruti apa yang Agasa suruh.
Agasa berada diatas ranjang, ia melihat selembar foto perempuan cantik yang merupakan Bu Gita.
Agasa masih tak percaya ibunya tersebut bisa mati secara mengenaskan di tangan ayahnya.
Meskipun Agasa tak pernah mendapatkan perhatian lebih darinya, tetapi ibu tetaplah ibu yang sudah bersusah keras untuk melahirkanya ke dunia fana.
Agasa termenung sebentar dengan memandangi foto tersebut, matanya mulai mengembun sampai menjatuhkan bulir putih kearah foto tersebut.
"Saya sudah siap?" ucap Pak Joko dengan pakaian rapi juga yang sudah disiapkan oleh Agasa tadi.
Agasa segera bangun dari ranjangnya mengusap kedua pipi dan kelopak matanya yang terus dipenuhi air mata.
Agasa membawa beberapa baju juga yang ia masukan kedalam tas ransel milik Pak Joko.
"Pamitan sama istrimu!" suruh Agasa dengan lirih.
"Kita mau kemana?" Pak Joko masih kebingungan mau kemana dia ini sebenarnya.
"Ke kota." Agasa dengan muka datar langsung pergi keluar rumah.
Pak Joko terkejut mendengarnya, kenapa mendesak sekali?
Tapi Pak Joko tak bisa menolaknya, ia segera membangunkan isitrinya yang masih tertidur pulas itu untuk berpamitan.
Agasa menunggu di depan teras rumah, sesekali ia menghela nafas.
Perasaanya tak karuan, ia tak tahu apakah ini adalah jalan yang benar atau malah sebaliknya.
Tak lama Pak Joko akhirnya keluar disusul dengan Bu Rani yang mengekori Pak Joko.
"Hati-hati dijalan," ujar Bu Rani sembari melambaikan tanganya kemereka berdua.
Agasa hanya melirik dan langsung melanjutkan perjalananya menuju jalan besar untuk mencari angkutan umum menuju ke pusat kota.
"Apa yang akan kau lakukan di kota nantinya?" tanya Pak Joko yang berusaha menyamakan langkahnya dengan Agasa.
"Ubah wajahku, aku tak mau terus-terusan memakai masker pengap ini selamanya," ujar Agasa yang membuat mata Pak Joko membulat sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Number One
Misteri / ThrillerPeperangan satu keluarga merebutkan kursi No.1 sebagai pewaris utama perusahaan ayahnya, perang semakin memanas sampai seorang penulis cerita terkenal yang mengaku bagian dari keluarga itu. Siapakah penulis tersebut? Dan siapakah yang berhasil mereb...