EX-III

2.7K 337 9
                                    

"Anak Daddy tidak pernah mengecewakan, tampan dan gagah."

Sehun menatap lekat putra semata wayangnya. Meski bukan darah dagingnya, Richard tetap ia sayangi sepenuh hati, membesarkannya bersama Luhan adalah keputusan terbaik meski dulu permintaannya di tolak keras di awal ia mengajukan permohonan hak asuh atas Richard.

"Anak baba! Tampan nya, sudah siap untuk hari ini sayang?" Seru sang baba dari arah dapur menuju meja makan dimana kedua laki-laki tercintanya kini menunggu.

Di kecupnya pipi sang putra dengan gemas meski mendapat penolakan sebab merasa ia sudah dewasa, bukan lagi balita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di kecupnya pipi sang putra dengan gemas meski mendapat penolakan sebab merasa ia sudah dewasa, bukan lagi balita.

"Ba, berhenti."

"Kenapa? Richard sudah tidak mau baba cium?"

"Aku sudah besar."

Bukannya berhenti, Luhan semakin gila mengecup disana sini. Baginya Richard tetaplah bayinya yang menggemaskan. Menilik sembilan belas tahun kebelakang, ingatannya kembali ia bawa pada bayi merah malang yang harus mengahadapi kerasnya hidup seorang diri, di tinggalkan dan tidak pernah mendapat pengakuan. Lalu ia dan Sehun yang secara kebetulan tidak akan pernah bisa memiliki keturunan seperti mendapat pencerahan, keinginan keduanya memiliki anak bersambut dengan lahirnya Richard. Sehun dan Luhan tidak pernah mensyukuri nasib anak malang itu, keduanya hanya merasa beruntung bisa mengasuh dan membesarkan Jeno yang kini tumbuh menjadi sosok gagah dan baik hati, mirip sang papa dalam versi dominan.

"Richard."

Saat di rumah, Jeno memang kerap di panggil Richard. Baik daddy atau baba nya, lebih suka memanggil Jeno dengan nama itu. Pernah sekali ia bertanya dan mendapat jawaban yang kemudian membuatnya terharu. Kedua orang tua angkatnya begitu peduli pada hal-hal kecil yang mungkin saja melukai hati dan perasaannya.

"Ya dad."

"Sudah siap untuk hari ini?"

"Hm."

"Kemari." Sehun merentangkan tangan, menunggu sambutan sang putra yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan senyum menawan seperti biasa.

"Apapun yang terjadi, kau tetap putraku. Anak tunggalnya Oh Sehun dan Xi Luhan. Mengerti?"

Sehun menegaskan sekali lagi, bukan takut akan goyahnya Richard, ia hanya memberi tahu putranya jika keberadaannya selama dua puluh tahun ini sangat berarti. Bukan sekedar titipan, lebih dari itu Jeno adalah segalanya meski dalam hati ia tak memungkiri jika membesarkan anak itu adalah salah satu bentuk balas dendamnya pada seseorang di masa lalu.

"Aku anak dad dan baba, sampai kapanpun."

Ungkapan Jeno pagi itu membuat Luhan meneteskan air mata. Bagaimana bayi itu kini sudah dewasa dan mengerti ia dan Sehun menyayanginya lebih dari apapun di dunia.


****

The Marriott Hotel.

Hotel ini, dua puluh tahun lalu pernah menjadi saksi bisu betapa koyak hatinya saat itu melihat orang tercintanya keluar dengan pria lain dengan senyum mengembang, bergandeng mesra, bergelayut manja. Interiornya jelas sudah berupa disana sini, tapi kenangan dan pedih itu masih lekat di ingatan.

The Past ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang