His smile

109 14 4
                                    

His smile

Kalau saja ada hal yang lebih indah dari senyum nya.

Mungkin, aku tidak akan pernah jatuh hati pada nya.

-

Ini sudah lebih dari sebulan saat Ragil mulai menginap di rumah kontrakan kecil yang ku tempati. Rumah ini benar-benar kecil, hanya berisi satu kamar mandi, satu kamar tidur, dapur, ruang tivi yang tergabung dengan ruang tamu. Setidaknya masih ada halaman kecil di belakang untuk ku mencuci dan menjemur pakaian. Mencari rumah dengan halaman kosong di pusat Ibu Kota saat ini sangat sulit.

Tapi, masalahnya bukan hanya itu. Jika Ragil selalu menginap di rumah ku ini, seharusnya ia bersedia membayar setengah atau bahkan lebih uang kontrak nya.

Tidak. Aku hanya bercanda.

Ragil pernah menawari ku tentang hal itu, tapi aku menolaknya. Tentu karena aku masih bisa hidup sendiri. Ragil tidak mempunyai kewajiban atas apa yang aku hadapi dan atas kehidupan ku juga.

Tapi, maksudku, dia mempunyai rumah gedongan yang bahkan kamarnya tidak bisa ku hitung. Kenapa malah suka menginap di rumah kecil yang hanya memiliki satu kamar?

"Just still."

Tangannya meraih kembali tubuh ku. Aku terjatuh lagi, kembali dalam posisi semula. Kau mau tau? Tubuh ku di dekap oleh tubuh besar Ragil. Dengan kata lain aku dikurung oleh tubuh besar laki-laki yang saat tidur ini tidak pernah memakai baju.

"Ragil, ini udah pagi."

"Gue tau."

"Gue harus kerja." Aku menepuk pipinya pelan. Berusaha membangunkan nya karena aku benar-benar harus kerja sekarang.

Laki-laki itu membuka mata nya pelan. Mengerjap nya seperti bayi yang baru lahir ke dunia ini. Kadang aku suka lupa bahwa hanya tubuhnya saja yang besar tapi pandangan matanya layak nya bayi berumur 3 bulan. "Izin lagi aja."

Aku melotot. "Gue udah izin kemarin, ya. Ga, hari ini harus masuk." Aku berusaha bangkit. Ragil memang kuat, tapi kalau dalam keadaan masih setengah sadar begini, aku yang lebih kuat.

"Gue mau mandi."

"Don't you dare lock the door."

***

"Where's my morning kiss?"

Aku dikaget kan dengan tangan yang melingkari pinggang ku dari belakang dan suara berat yang begitu seksi. Menuruti permintaannya, aku menutup mata dan membiarkan apa yang dia inginkan.

Dua menit? Tidak. Ragil menguasai bibir ku lebih dari tujuh menit. "Emh, enough."

Laki-laki itu malah mengeluarkan senyuman miring nya. "Lo pakai rasa apa deh? Manis bener. Mau lagi, dong."

"Ngaco," jawab ku cepat. "Cepet sarapan."

"Lo beneran ga bisa izin lagi?" katanya setelah memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut. Walau Ragil ini anak orang terpandang tapi ia sama seperti ku. Sarapan harus menggunakan nasi. Aku juga pernah melihatnya sarapan pakai lontong sayur dan nambah.

Menjawab pertanyaan nya, aku menggeleng. "Enggak. Lagian gue udah ninggalin proyek dua hari, Gi. Lo mau gue di pecat?"

Laki-laki itu malah tertawa. "Lo tuh overwork tau ga? Kemaren juga sampai demam kan? Lagian ada anak magang, kasih ke mereka aja lah. Biar sekalian latihan."

Mendengar kata anak magang, emosi ku jadi tersentil. "Nah, lo tau ga sih, Gi? Sebelum gue sakit kan ya, gue tuh lembur. Tau ga lembur gara-gara apa? Gara-gara si anak magang itu!! Kesel gue!"

"Hm, emang kenapa mereka?"

"Gue kan dapet proyek ya, kantor penerbitan gue ada kerjasama dengan kantor penerbitan di Korea gitu, Nah, gue kebagian yang translate gitu dua buku best seller. Karena gue baik hati, gue kasih setengah nya tuh buat di translate sama anak magang. Ih malah hilang."

Ragil terkekeh pelan. "Kan lo punya flashdisk sayang. Masa ga ada?"

Aku menggeleng. "Bukan ga ada. Tapi tuh, ih gemes banget gue. Data-data di flashdisk nya ke hapus permanet!! Ngeselin!"

"Pasti lo marahin si anak magang."

"Iya lah."

Tiba-tiba saja, tangan laki-laki ini meraih puncak kepala ku. Mengelus nya pelan hingga membuat diri ku kembali tenang.

"Utututu sayang ku. Hahaha udah lama juga gue ga dengerin lo sambat kayak gini, hm. Lain kali, cerita aja langsung sama gue, jangan di pendem," katanya dengan senyuman.

Senyum nya yang bagaikan sihir ilusi. Yang bisa membuat ku luluh hanya dalam sekejap. Iya, senyum nya.

Noxious | ATEEZ MINGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang