Matahari telah menyingsing, rintik gerimis mulai membasahi dedaunan yang ada. Di kamar ini, Yena, masih setia dengan selimutnya. Sinar matahari memang terlihat, namun udara dingin yang diciptakan sang hujan seakan akan menginstruksikan Yena agar tetap hangat dibalik selimut hitam miliknya.
Mata gadis itu sembab, badannya panas, kepalanya 'pun terasa berat. Ya dia demam.
Bodoh sekali dia semalaman tidak tidur. Bagaimana bisa tidur jika dia menangis sepanjang malam? Masih mengantuk, ya Yena masih mengantuk. Udara dingin ini membuatnya tak mau cepat cepat bangun, lagi pula dirinya juga sedang tidak sehat.Suara ketukan pintu terdengar jelas, bukan karena malas untuk membukanya, namun kepalanya yang begitu berat tak mengijinkannya bangun.
"Masuk, enggak dikunci." Jawabnya karena ketukan itu tidak usai usai.
Knop pintu berputar dan pintu 'pun terbuka, sosok wanita paruh baya masuk dengan membawakan nampan berisi air putih hangat, sarapan, serta obat-obatan. Diletakkannya di nakas samping ranjang Yena.
"Ayo makan dulu sayang, nanti mama buatkan surat izin, nanti kamu istirahat dulu ya." Pinta wanita paruh baya itu.
Yena hanya mengangguk, lalu dibantunya duduk oleh sang mama. Matanya yang sembab sangat susah dibuka. Walaupun ia makan, matanya tetap terpejam, ya karena sangat berat dibuka, namun dia tetap dalam keadaan sadar.
"Dihabiskan ya sayang sarapannya, diminum juga obatnya, mama mau lanjut masak dulu."
Sepeninggal ibunya, Yena meraih handphone miliknya yang semalam digeletakkan begitu saja. Mati, handphonenya mati kehabisan baterai. Terburu-buru ia menancapkan kabel cas agar dayanya segera terisi. Ia melanjutkan sarapannya, namun tidak sesemangat saat ibunya masih berada di kamarnya, sambil melamun menunggu handphone miliknya terisi, ia masih memikirkan lelaki yang kemarin ia temui.
Bunyi handphone seperti gelas di pukul sendok terdengar, pertanda baterainya sudah terisi penuh. Ia bahkan belum menghabiskan sarapannya yang mulai dingin karena keasyikan melamun. Segera Yena mengambil dan menghidupkan handphone itu.
Sangat banyak notifikasi memenuhi handphonenya. Entah itu penting atau hanya dari operator saja. Tujuan pertamanya adalah Aksara. Ia sudah menduga, Aksara akan mengirimnya pesan berkali kali.
Di lain sisi, Aksara melihat notifikasi dari Yena. Dia agak merasa tenang Yena tidak terlihat sedang mengambek padanya. Namun masih khawatir akan kesehatan gadis itu.
Aksara, duduk sendirian di dalam kelas. Teman yang lain belum banyak yang datang. Terlalu rajin, begitulah dia. Tak lama kemudian terlihatlah Juna memasuki kelas. Aksara memandangnya dengan tatapan aneh. Bagaimana tidak? Juna sedari masuk sampai duduk memonyongkan bibirnya. Sepertinya dia lagi galau(?)
Merasa ada yang memperhatikannya, Juna segera melihat sekeliling. Ditemuinya Aksara yang melihatnya dengan tatapan geli. Bukannya menyudahi monyongnya, ia malah mempermaju bibirnya sambil berkata "Lo ngapain si Sa pagi pagi liatin gua? Gada kerjaan aja dah."Aksara hanya terkekeh geli melihat soibnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Aksara [On Going]
Teen FictionTentang bagaimana goresan luka menuliskan sebuah Aksara nan indah. Tentang perjuangan yang harusnya terbayar dengan cinta kasih. NOTE: ini hanyalah karangan fiktif author, cast hanya pemanis. dimohon jangan menyangkutkan dunia fiksi ini dengan kehi...