©©©
Dennis – Tya
Pagi itu, mendung sudah menggantung, siap menumpahkan segala isinya. Tya yang baru saja turun dari boncengan motor sang ayah, buru-buru lari ke dalam kelas. Pasalnya, saat di perjalanan, gadis itu sudah merasa titik-titik air mulai berjatuhan.
Dan benar saja, tak lama setelah dia mendudukkan diri di bangkunya, titik-titik air itu berubah menjadi hujan deras. Tya menatap sekitar kelas. Hanya ada enam orang termasuk dirinya. Yura jelas belum datang.
Ditambah hujan seperti ini, rasanya bisa saja teman sebangkunya itu datang mepet jam masuk sekolah.
“Duh! Kok ndadak udan barang seh?” gerutu Dennis yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Laki-laki itu sibuk mengibas-ibaskan hoodie merahnya yang sempat terkena air hujan ketika berlari dari sekre OSIS menuju kelasnya.
Sebentar lagi ada LDKS untuk pengurus OSIS dan MPK. Makanya, Dennis berangkat subuh untuk ikut pengarahan dari para pengurus sebelumnya yang telah purna tugas.
Matanya menangkap sosok Tya yang duduk sendirian dan juga tengah menatapnya. Ada lima detik mereka saling pandang, sampai akhirnya Tya memutus kontak mata duluan.
Langkah Dennis mendekat ke bangku gadis yang kini ‘sok sibuk’ dengan ponselnya itu. Salting mah bilang aja, Tya.
“Hai,” sapa Dennis sambil duduk di bangku Yura. Tya membalas dengan anggukan dan senyum kaku. Hatinya masih belum siap melihat Dennis duduk di sebelahnya.
“Udah datang dari tadi, Ya?”
“Eh nggak, kayaknya masih sepuluh menitan yang lalu.”
Dennis mengangguk. “Udah sarapan?”
“Iyalah! Sama Mama nggak boleh berangkat sekolah kalau belum sarapan. Kamu belum sarapan?” tanya Tya yang mulai bisa mengontrol detak jantungnya.
“Tadi berangkat subuh-subuh banget, buat ikut pengarahan LDKS. Jadi, nggak sempet sarapan.”
“Kok nggak siang aja pengarahannya?”
“Anak-anak banyak yang nggak bisa, ada rapat juga buat diklat ekstrakurikuler masing-masing.” Tya mengangguk-angguk.
Dia jadi ingat kalau siang ini juga ada rapat diklat untuk ekskul padus. Rencananya akan diadakan di luar sekolah, Tetapi, masih bingung tempatnya di mana.
“Oh iya! Mama tadi bawain aku roti tawar selai kacang. Kamu mau?” ujar Tya sembari mengaduk-aduk isi tasnya.
“Nggak apa-apa nih? Nanti siang kamu makan apa kalau rotinya aku makan?”
“Ya ‘kan masih bisa beli di kantin! Udah makan aja! Hujannya juga deras banget, nanti basah lagi kalau jalan ke kantin.”
“Makasih ya, Ya! Pas istirahat, aku traktir makan di kantin buat gantiin.”
“Nggak usah! Kayak sama siapa aja. Udah nih makan!” Tya berucap sambil mengangsurkan kotak makannya ke depan Dennis.
Laki-laki itu membuka kotak makan tersebut. Roti tawar selai kacang yang terlihat biasa, menjadi sangat menggiurkan karena rasa lapar yang mendera.
“Aku makan, ya?”
“Iya. Habisin aja sekalian!” ujar Tya.
Dennis pun memakannya dengan lahap, sampai tidak menyadari ada remahan roti yang tertinggal di sudut bibir.
Tya yang memang memandangi si lelaki refleks mengulurkan tangannya, meraih sebutir remahan tersebut. “Kalau makan pelan-pelan aj–”
Keduanya sama-sama terdiam, saling memandang. Dennis dengan raut terkejut dan Tya mengerjapkan mata, mulai menyadari apa yang baru saja dia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Menengah Atas [ON GOING]
Fiksi Penggemar[Super Generation Local Fanfiction] Warna-warni kehidupan masa SMA, entah suka maupun duka Siap berpetualang bersama?