Chapter 06

22.8K 3.6K 221
                                    

Tandai Jika Ada Kesalahan Dalam Kepenulisan...

Dilarang Membawa Atau Menyamakan Cerita Bubu Dengan Yang Lainnya Okey?

Dan Jangan Menjadi Pembaca Rahasia Yang Tidak Meninggalkan Jejak Apapun...

-Happy Reading!-

"Eghhh..." Lenguhnya. Inasha membuka perlahan kelopak matanya, ia mengumpulkan dulu nyawanya sebelum beranjak dari kasur.

Setelah nyawanya terkumpul Inasha perlahan bangkit menuju kamar mandi, namun sebuah cahaya terang menusuk matanya. Beberapa menit kemudian cahaya tersebut hilang dengan sebuah buku melayang di hadapan Inasha.

Tangan Inasha menggapai buku tersebut lalu membacanya, keningnya berkerut pertanda bingung dengan tulisan yang ada. Seingat nya buku itu hanya memiliki satu halaman yang bertuliskan tinta? Mengapa sekarang tiba-tiba tertulis sendiri? Dengan rasa penasaran yang tinggi Inasha mulai membacanya.

'Dulu di sebuah kerajaan yang damai, dipimpin oleh seorang raja bijaksana dan ratu pemberani.
Pada suatu hari kerajaan itu tengah bersuka cita karena lahirnya seorang putri yang sangat cantik. Rambut peraknya begitu bersinar seperti bulan pada malam hari. Para rakyat dengan semangat mengirimkan semua hadiah itu pada sang putri, dan putri pun tumbuh menjadi anak yang kuat, pemberani, dan bijaksana.
Ketika sedang berburu ia tak sengaja melihat seorang pemuda dengan tubuh penuh luka, hatinya pun tergerak untuk menolong nya.
Dari hari itu, keduanya menjadi dekat dan melangsungkan pernikahan tanpa tau asal-usul pemuda tersebut.
Raja dan ratu pun hanya dapat mengiyakan keinginan dari putri tunggalnya.'

"Lah kok gantung sih? Wah serasa di ghosting nih..." Gumam Inasha sambil menutup bukunya dengan kesal.

"Kerajaan? Kerajaan apa namanya? Terus siapa nama putri nya? Nambah beban lagi huaaa..." Inasha mengusap dadanya sabar, ia harus mencari buku yang terdapat nama-nama benua, kerajaan dan buku mengenai sihir.

"Iya, itu pasti akan berguna..." Pikirnya.

~•~•~•~•~

"Selamat pagi pangeran, apakah hari ini anda bahagia?" Tanya Inasha sambil menyuapkan nasi goreng kepada Azreen.

"Iya aku bahagia..." Lirihnya dengan melirik Inasha.

"Ah syukur lah," Balas Inasha senang.

"Apa yang akan pangeran lakukan hari ini?" Tanyanya lagi.

Azreen terdiam lalu menjawab.

"Aku ingin mengajak mu ke pasar..." Cicitnya pelan lalu menundukkan kepalanya. Jika pendengaran Inasha tidak tajam, mungkin saja ia akan bertanya ulang.

"Benarkah?" Tanya Inasha antusias.

Azreen yang tadi menunduk kita mendongak dan menatap ke arah Inasha yang nampak tersenyum cerah dengan mata berbinar.

"Kau mau?" Sontak Inasha langsung mengangguk semangat.

"Apa kah aku boleh memanggil mu ibu?" Azreen mengepalkan tangannya kesal, mengapa mulutnya ini tidak bisa diajak bekerja sama.

Inasha terdiam cukup lama, tau akan penolakan itu Azreen hanya tersenyum miris dan menahan air matanya untuk tidak jatuh.

Senyum manis terukir di bibir mungil Inasha, dengan lembut ia menjawab.

"Kau bisa menganggap ku ibu mu, tapi panggil lah aku mommy..."

~•~•~•~•~

Azreen menggelengkan kepalanya heran, kenapa disini mommy nya yang bertingkah seperti anak-anak? Seharusnya kan ia yang seperti itu? Pikirnya.

"Mommy, sudah lah jangan berlari nanti ja---" Belum selesai mengucapkan nya Inasha sudah terjatuh terlebih dahulu.

Dengan langkah tergesa-gesa Azreen mendekati nya.

"Mommy nggak papa? Ada yang sakit? Ayo kita pergi ke tabib sekarang, bisa jalan kan mom?" Oceh Azreen lalu berjongkok memeriksa tubuh Inasha.

"Tommy, cepat panggilkan tabib terbaik!" Titahnya.

"Ah tidak usah pangeran, saya tidak apa-apa..." Bujuknya. Masa gini doang harus di bawa ke tabib? Dia dulu hampir mati gara-gara bom biasa aja.

"Huh baiklah," Lalu Azreen berdiri dan menatap tajam ke arah kakek-kakek di depannya. Anggap lah ia tidak sopan, tapi apapun yang berhubungan dengan mommy nya akan berurusan juga dengan nya.

Merasa hawa mencengkam, Inasha segera berdiri dan mengelus kepala Azreen untuk tenang.

"Maafkan kakek nak," Ujar kakek tua itu sambil membungkukkan badannya.

Inasha menahan kakek tersebut dan tersenyum manis, "Apa yang kakek lakukan? Kakek lebih tua dariku, seharusnya aku lah yang membungkuk..."

Mana mungkin Inasha tega membiarkan kakek ini membungkuk hanya untuk meminta maaf, walaupun dia seorang pembunuh bayaran, tetapi ia masih sangat menghormati orang yang lebih tua darinya.

Orang tuanya selalu mengajarkan nya untuk sopan dan bertutur kata yang baik kepada orang yang lebih tua.

Kek bubu di suruh ama mama sama papa:')

Kakek itu tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Simpan lah kotak ini, jangan bertanya untuk apa, kau akan mengetahuinya nanti nak..." Seusai mengucapkan itu, kakek tersebut menghilang secara tiba-tiba.

"Mommy berikan kotaknya kepada ku, sepertinya kakek itu mencoba membodohi kita..." Geram Azreen.

Inasha hanya menggelengkan kepala pasrah saat melihat sikap Azreen yang terlalu waspada kepada orang lain, apalagi jika orang itu mengganggunya.

"Hei kau tidak boleh berkata seperti itu, bagaimana pun dia orang yang lebih tua dari mu, berlaku lah sopan kepada orang lain. Dan kotak ini biarkan mommy yang menyimpannya..." Tanpa Inasha sadari ia sudah tidak menggunakan kosakata formal kepada Azreen.

Mendengar itu Azreen merasa bahagia, baru kali ini dia di beri nasehat oleh orang lain. Sebelum ada Inasha, ia sangat suka memarahi kesalahan orang sekecil apapun itu, ia berharap ayahnya akan marah dan menasehati nya dengan lembut, namun ternyata ayahnya hanya acuh tanpa perduli kepadanya.

Dan mulai hari ini ia berjanji akan memprioritaskan apapun itu untuk mommy nya-

---Inasha

~•~•~•~•~

-TBC-

Hola Bubu Up Nih, Ada Yang Kangen? Dih Padahal Baru Kemarin Yah Ketemu...

Dan Untuk Kalian, Bubu Harap Jangan Lupa Like, Komen, Dan Share Yah...

Wah Mulai Masuk Konflik Nih, No Pelakor, Karena Benci Dunia Pelakoran...

Cuman Kita Main Tebak-Tebakan Misteri Aja Ye Kan? Oke Spam Next Dong...

Next👉🏻

The Greatest BabysitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang