Bunga impian

2 1 0
                                        

Damara menghisap rokok elektrik dengan pelan merasakan liquid rasa mint yang begitu semriwing dilidahnya. Ia menghembuskan keudara, kepulan asap ringan menyapa wajahnya.

Hari ini terasa agak dingin, langit sedikit kelabu tidak secerah kemarin. Terdengar suara ketikan keyboard laptop miliknya, dimeja kerja Damara tergeletak berkas penting yang harus ia tanda tangani. Damara memiliki perusahaan parfum dan kosmetik.

Meski dirinya adalah seorang pria Damara tidak ragu berkecimpung. Damara penyuka make up. Bukan hanya wanita saja yang boleh memakainya. Pria juga bisa asal warnanya tergolong pastel dan tidak menor. Koleksi parfumnya sudah ada puluhan ribu yang terjual dipasaran.

Seorang pria mandiri seperti Damara tentu menjadi incaran banyak wanita. Image maskulin tetap bersinar didalam tubuh Damara.

Lengan sedikit berotot, pinggang yang ramping, kaki yang jenjang, rambut ikal, punggung yang tegap, kornea hitam pekat, alis tebal lurus, hidung yang mancung, bibirnya tebal, garis wajah tegas.

Proporsi tubuh yang sangat mengagumkan, tidak heran Damara bisa memilih wanita cantik yang ia mau, termasuk Malika.

Damara sedang tidak bekerja di kantor ia memilih berada dirumah saja, suasana hatinya sedang kacau balau. Memikirkan hal memalukan yang pernah terjadi dikehidupannya.

"Cuman Hanatan yang bisa bantuin ni masalah, pokoknya dia harus tanggung jawab."  Damara membaca berkas yang ada digenggamannya, fokusnya terpecah belah. Otak Damara tidak bisa berhenti  memikirkan itu.

Ponsel Damara berdering  bergetar dimeja ada panggilan masuk. Ia menilik layar ponsel tertera nama Malika. Damara meletakan berkas lalu meraih ponsel. Damara menggeser tombol panggilan warna hijau. Suara Malika menyambut diseberang sana.

"Halo Damar, loe gak bales chat gue, video call juga gak digubris padahal on." Malika terdengar kesal.

"Ah iya sorry, gue lagi sibuk jadi gak nyadar," ungkap jujur Damara, data ponselnya aktif tapi tak kunjung membalas Malika. Lebih tepatnya sibuk memikirkan ciuman tawon itu.

"Loe dikantor? Gue kesana ya anterin makan siang buat loe," tanya Malika.

"Gak usah, gue lagi dirumah" Damara menolak.

"Loe sakit? Kok gak bilang ke gue." Malika khawatir alisnya bertaut.

"Gue fine aja, cuma lagi pegel sebadan, gak nyaman ngantor." Damara meregangkan otot lehernya kanan, kiri.

"Syukur loe gak apa-apa, mau gue bawain jamu?" Malika selalu punya stok jamu instan dilemari dapur, ia menyukainya badan Malika akan selalu bugar bila sudah meminumnya.

"Gue gak doyan herbal pasti pait." Damara menggeleng membayangkan rasa pahit dilidahnya.

"Elah cuma jamu, bukan jeruk makan jeruk," lontar Malika.

Damara mendelik dadanya berdegup kencang.

'Berarti bener Malika tau.' Hati Damara was-was.

"Loe kemarin kemana?"Damara gugup.

"Gue cuma  kekampus, habis itu kopdar sama temen di cafe," sahut Malika sekenanya.

"Trus pulangnya lewat mana?" Damara memicingkan mata.

"Ya lewat jalan setapak seperti biasa, gue kan gak pernah lewat jalan raya males nyeberang." Malika memang hampir tidak pernah lewat jalan raya yang berada tidak jauh dari kost, ia memilih jalan tikus.  Yang lebih tenang dan teduh.

"Gue nemu jepit rambut motif nya sayap kupu-kupu ada inisial M." Damara berterus terang, rasa penasaran serta khawatirnya sudah membuncah. Ia tidak mau memendam terlalu lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Uncover twilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang