Tiga tahun berlalu, dan satu tahun sudah lamanya kepergian Kim bersaudara. Kerajaan berada di dalam tangan para menteri selagi si pangeran kecil masih belajar dan keseharian untuk pangeran kecil itupun mulai berubah pula. Asahi tak lagi diberi dongeng sebelum tidur oleh mendiang Taeyeon, beberapa pelayan tak beradab mulai mendekat dan menjilatnya demi sebuah keberuntungan yang tak pasti, dan setiap harinya, Asahi hanya akan diam memandangi mereka dengan tatapan kosong.
'Orang - orang mengharapkan keberuntungan bodoh,' batin Asahi, 'Tapi mereka bahkan tak memperlakukanku dengan baik.'
Asahi memandangi makanan di meja ruang makan istana yang sangat sepi, memberikannya makanan yang sulit Asahi konsumsi seperti daging steak yang keras. Asahi menghitung jika itu sudah yang kelima kali dalam seminggu. Setengah mati tangan kecilnya berusaha memotong daging itu dengan pisau makan hingga membuat tangannya terasa sakit dan tak ada satupun pelayan yang benar - benar peduli pangeran itu kesulitan memakan makan siangnya.
Merasa kesal, Asahi menggeretakkan giginya dan meraih pisau yang ada di sebelah kanan piring itu, menaikkannya tinggi - tinggi dan menancapkannya tepat ke tengah daging. Ia turun dari kursi makannya dan berjalan keluar dengan langkah berat, mengabaikan sepasang pelayan wanita dan pria di ambang pintu yang menyuruhnya untuk memakannya.
Seperti kebiasaannya sejak kecil, Asahi kembali duduk di gazebo yang atapnya kini dibuat setengah terbuka, membuat cahaya matahari membasuhi tubuhnya. Ia duduk memasukkan kakinya ke dalam air kolam, membiarkan ikan - ikan bermain dengan jemari kakinya, sementara ia menatap kosong pantulan dirinya dari permukaan air.
Tak lama, hidung kecilnya mencium aroma roti lapis daging, ia menoleh dengan cepat dan roti itu melayang di depan wajahnya.
"Kau belum makan kan?" ujar seorang laki - laki yang satu tahun lebih tua darinya.
Asahi meraih roti lapis yang ditawarkan untuknya itu dan membiarkan orang yang dijadikan teman dan juga pelayan pribadinya itu duduk di sampingnya.
"Sudah yang kelima kali mereka memberiku daging sapi alot." ujar Asahi sembari mengunyah makan siang roti lapis itu.
"Harusnya kan kau laporkan saja pada para menteri, atau tidak langsung marahi dan pecat saja." sahut lawan bicaranya yang juga memakan roti lapis, "Aku juga sempat memergoki mereka mencuri perhiasan di beberapa ruang."
"Para pelayan ataupun para menteri itu sama saja, mereka hanya ingin mengincar harta kerajaan dan berharap aku memberikan mereka keberuntungan. Aku bahkan tak percaya dengan yang namanya keberuntungan."
"Jika hal seperti itu memang nyata, aku yakin Ibuku masih hidup saat ini."
Asahi berhenti mengunyah dan menoleh, "Kau merindukan bibi?"
Anak itu menoleh balik, "Memangnya kau tak pernah merindukan Ibumu?"
Asahi diam untuk sejenak dan kembali melihat pantulannya di air, "Aku selalu merindukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVIORS
FanfictionPada sebuah kerajaan megah, seorang pangeran kecil tak ber-ibu, selalu diam dalam kengkangan dan kesepian, sampai dia keluar dari istana secara diam - diam dan menemukan si bocah di tengah pasar itu.