Yaharooooo
Maaf telat banget update udah berapa bulan ini cerita terbengkalai T.T dari akun wattpad selalu ada masalah buat publish cerita jadi ya begini deh...
*bisik* tampilan draft story udah beda banget ya jadi bingung ngeditnya -_- maaf kalau ini kesannya copas banget dari ms word
Anyways, buat yang udah nunggu lama update-nya (mengharap) selamat menikmati ^^~o~
Sudah sebulan lebih berlalu sejak Kuroko mulai menulis surat untuk orang yang sampai saat ini belum pernah ia temui itu. Meski awalnya merasa was-was, lambat laun ia mulai terbiasa dengan kegiatan barunya itu. Ternyata orang bernama Daiki ini tidak seburuk yang ia kira. Sekarang lebih terasa mudah bagi mereka untuk saling berbagi cerita, dan jika dibandingkan dengan dulu, Kuroko merasa telah mengenal Daiki lebih baik.
Meski mereka memiliki banyak perbedaan, tapi keduanya sama-sama menyukai basket dan telah ditinggal kedua orang tuanya. Namun berbeda dengan Kuroko yang lebih memilih untuk hidup sendiri dengan meneruskan bisnis keluarga sebagai penopang hidupnya sambil sesekali menulis novel, Daiki masih tinggal di rumah pamannya dan suatu saat nanti berharap bisa meninggalkan rumah itu. Masalah keluarga katanya, dan Kuroko pun berusaha menghormatinya dengan tidak lagi bertanya soal itu.
Sampai disini semuanya baik-baik saja, hanya satu hal yang masih membuatnya merasa tidak nyaman hingga sekarang. Yaitu perasaan ketika dirinya terus menerus diamati oleh seorang Daiki sementara Kuroko sendiri masih tidak tahu bagaimana sosok penggemar gelapnya itu. Rasanya sungguh aneh.
.
.
.
"Kau ini bodoh, Kuroko."
"Eh?"
"Jangan berikan aku 'eh'! Kau ini seperti sedang menggali lubang kuburmu tahu."
"Aku tidak tahu kalau sekarang Kagami-kun bisa menggunakan perumpamaan. Apa aku harus memberikan pujian?" Jawabnya dengan sedikit sarkasme.
"Temee!"
"I-Itta—Nigou!"
"Arf!"
"GYAAAAAAA! S-SIALAN KAU! JANGAN MENDEKAT!"
Ia bernafas lega setelah lehernya terbebas dari cengkraman lengan kekar Kagami, sedangkan yang bersangkutan sendiri tengah sibuk menyelamatkan diri dari kejaran seekor anjing siberian husky peliharaannya.
Ya, saat ini sedang liburan musim panas dan seperti tahun sebelumnya, sahabatnya sejak SMP yang bernama Kagami Taiga selalu datang untuk membantu jika tidak ada latihan basket. Catat. Membantu, bukan sebagai seorang pekerja part-time—setidaknya begitulah yang selalu diucapkan pemuda pemilik surai dark-crimson itu. Singkatnya, Kagami bekerja secara sukarela karena memang untuk mengisi waktu luang. Disatu sisi, ia juga memahami situasi yang dialami sahabatnya yang telah berhenti sekolah ketika menduduki bangku kelas dua SMP itu demi meneruskan bisnis keluarga, sehingga Kagami selalu menolak segala umpan balik yang diberikan Kuroko.
Sebenarnya dulu Kagami heran kenapa Kuroko tidak pernah merekrut paling tidak seorang karyawan, atau meminta bantuan kerabatnya sehingga ia tidak perlu putus sekolah. Namun, yang bersangkutan hanya berkata kalau usahanya masih belum memungkinkan untuk menggaji karyawan dan ia tidak ingin merepotkan kerabatnya. Benar-benar keras kepala...
Mengabaikan Kagami yang masih 'sibuk' dan kegaduhan yang dibuatnya, Kuroko kembali ke posisinya semula di balik meja kasir. Dan ketika terdengar gemerincing lonceng saat pintu terbuka, dengan ramah ia menyapa pengunjungnya itu. "Selamat datang. Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Morning Glory, 13. Akan kutunggu." Jawab singkat si pelanggan.
"Baik, silahkan tunggu sebentar." Sebelum beranjak menuju sebuah vas besar berisikan sekumpulan bunga morning glory, Kuroko sempat mengamati sosok pelanggannya. Pemuda yang kira-kira berusia tidak lebih tua darinya, memiliki surai biru gelap pendek dengan iris tajam yang senada warnanya. Kulitnya gelap memang, namun justru itu semakin memberi nilai tambah bagi keberadaan otot-otot di tubuhnya yang terbalut oleh kaus putih lengan pendek serta celana jean hitam panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of A Florist And A Stalker
FanfictionHanya sebuah kisah tentang seorang pemilik toko bunga dengan sang stalker-yang dengan perlahan namun pasti, mulai menginterupsi roda-roda kehidupan damainya. "Maaf, tapi bisakah anda berhenti mengirim bunga tanpa identitas?" / "Semoga dengan ini, ke...