there is only gray in my life, when can i feel color?
Setelah menaiki bus akhirnya Violin sampai di jalan besar, menuju tempat tinggalnya.
Sepanjang jalan
Sunyi yang ia rasakan.
Selama ini hanya kesunyian yang menghinggapi hidupnya. Ditinggalkan, dicampakkan, dan disia siakan.
Violin hanya bertanya didalam hati.
Kapan semuanya akan berakhir?
Kapan ia akan mendapatkan kelegaan dan kebahagiaan dalam hidupnya?
Hanya bertanya, tak berniat mengeluh kepada Tuhan.
Violin berjalan dalam keheningan, sampai netranya menangkap sebuah sosok yang sangat ia sukai.
Sosok yang membuatnya merasa kembali mendapatkan semangat.
"Harutoooooo" panggil Violin sembari berlari ke arah Haruto.
Haruto tak berniat membalas pun berhenti, ia secara acuh melangkahkan kakinya untuk terus berjalan ,ke kediamannya.
"Huh, berhenti dong, aku cape ngejar kamu" kata Violin.
Haruto menghentikan langkahnya. Menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar guna meredam segala emosinya.
"Kalo lo cape ya berhenti ngejar, simpel kan? Kalo bisa selama lamanya, gue bakalan bersyukur sama Tuhan" ucap Haruto ketus.
"Beneran? Tapi aku suka sama kamu, aku ngga bisa berhenti untuk suka sama kamu dan aku gapunya alasan untuk gak suka sama kamu, emang kalo aku hilang dan berhenti kamu ga sedih?" Tanya Violin polos.
"Violin. Denger gue baik baik, lo mau berhenti, lo mau hilang, lo mau sakit, lo mau tenggelem, apapun itu gue ga peduli. Bahkan kalo lo beneran hilang gue tekankan sekali lagi. Gue bakalan bersyukur sama Tuhan!" Ucap haruto membentak Violin dan segera meninggalkan Violin sendiri di jalan yang sepi itu.
Sembari memandangi punggung Haruto yang mulai menghilang dari netranya, ia menghela napas panjang, ia memang lelah mengejar Haruto, tapi ia tidak bisa berhenti menyukai Haruto.
Violin pun melangkahkan kakinya ke kompleks perumahan, yang ia tinggali dulu bersama ibunya.
Namun sayang, ibunya telah tiada, akibat hal buruk yang selalu terpatri di pikirannya.
Setelah 15 menit berjalan, sampailah ia dirumah nya yang minimalis itu.
Namun kembali ia menangkap sosok laki laki dengan netranya.
"A-ayah?"
☁️☁️☁️☁️☁️☁️☁️
"Ayah? Kenapa ayah kesini? Apa ayah ada perlu?" Tanya Violin dengan mata berbinar karena sekarang dihadapannya berdiri seorang sosok ayahnya ,yang ia rindukan selama ini, apa ayahnya pun merasakan hal yang sama?
Violin harap iya.
"Cih, aku muak mendengarmu memanggilku ayah! Kau sungguh tak berguna! Apa ini? Kau hanya mendapat nilai seperti ini di sekolahan mu hah? Bahkan kau hanya ranking 2 disekolahan mu? Huh? Apakah kau benar anakku? Aku tidak bodoh sepertimu!" Ucap sang Ayah tadi sambil melemparkan beberapa lembar kertas ulangan Violin, yang mungkin bagi semua orang adalah nilai yang sangat didambakan.
Hey, menjadi peringkat ke 2 disekolah Violin adalah kebanggaan besar, karena sekolah Violin adalah sekolah terbaik di kotanya. Namun siapa sangka, sang Ayah masih menuntutnya lebih?
"Kau sangat tak tidak berguna Violin, sama seperti ibumu! Lihat kakak tirimu! Dia selalu menjadi yang terbaik! Sedangkan kau? Kau hanya benalu, kau tidak berguna." Final sang ayah dan sang ayah pun meninggalkannya menuju mobil mewahnya.
Violin mengikuti arah dimana ayahnya berjalan, disitu ia pun melihat sesosok wanita yang menjadi istri ayahnya sekarang, dan seorang ibu dari 'kakak tirinya' itu, sedang memandang sinis dan mengintimidasi yang ditujukan kepada Violin.
Violin hanya membeku, ia hanya menangis dalam diam, memandangi semua kertas kertas ulangan yang terjatuh di tanah, sudah kusut,dan terdapat bekas pijakan sepatu mewah sang Ayah.
Violin menangis sesenggukan sembari memunguti lembar ulangannya. Ia terduduk lemas di tanah sembari memandangi hasil jerih payahnya selama ini untuk membanggakan sang Ayah , Namun tak kunjung jua di hargai dan berarti dimata sang Ayah.
"Ayah, kenapa ayah kaya gini? Violin juga butuh ayah" ucap Violin masih menangis memeluk tasnya.
"olinnnn, lo gapapa?!" Ucap Jihan panik, ia melihat semua yang terjadi namun ,ia terlambat membantu Violin.
Violin menggelengkan kepalanya pelan, dengan posisi yang masih sama.
"Dasar cowo sialan! Dia gak pantes disebut ayah lin!" Ucap Jeongwoo geram.
"Jangan gitu woo, dia ayah ku" ucap Violin masih sesenggukan.
"Lin, ayah lo keterlaluan" ucap Jihan sembari memeluk temannya itu.
"Udah lin, lo jangan sendirian dirumah, lo nginep di rumah Jihan aja dulu, gue takut bedebah itu balik lagi kesini dan nyiksa lo." Ucap Jeongwoo sembari memesankan taksi online untuk Jihan dan Violin.
"Jihan, aku takut" cicit Violin.
"Tenang lin, ada gue ada jeongwoo, lo bakal aman" ucap Jihan menenangkan.
Itulah secuil kisah sendu yang dialami Violin hingga saat ini.
Ia rapuh, sangat rapuh, segala traumatik ia alami, ia menderita bahkan saat sedari kecil, sebelum ia yang mederita, sang ibundanya lah yang menderita terlebih dahulu.
Semua karena Ayahnya, yang tak pantas disebut ayah.
Secara tidak sadar, ada seseorang yang sedari tadi melihat semua kejadian yang berlalu tadi, dari awal hingga detik ini,
Mulutnya terasa kelu, untuk menanggapi hal tadi.
Tubuhnya terasa kaku untuk merespon apa yang terjadi.
Hanya diam yang bisa ia lakukan.
🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿
Unpublish?
KAMU SEDANG MEMBACA
K°A•L°O•P°S•I°A•
Подростковая литератураKalopsia. arti kata ini memiliki arti khayalan tentang hal-hal yang lebih indah, daripada kenyataan dari hal itu sendiri.