○ Dia saudaraku

640 55 20
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Valentino yang telah mereda amarahnya akhirnya tertidur, hingga esok datang. Melihat dirinya yang telah terbaring diatas tempat tidur dengan bekas tangisan dikedua belah pipinya.

"Abang...."

"Alen tenang dhulu. Bhiar abang yang thanggung jawab, jadi alen bisa thenang. Ini mhemang shalah abang. Kalo alen kayak gini nanti bundha sama ayyah bisa marah laghi. Abang gak shuka liat alen dhi marahin bundha sama ayyah terus, karena abang sayang shama alen. Ya?"

"Dimana abang?" Geming Valentino yang akhirnya bangun dengan kembali menaiki kursi rodanya.

Keluar dari rumah sakit dan bergegas kembali kerumah. Namun, saat ia kembali rumah, keadaan begitu sepi dan gelap tanpa seorang pun di dalamnya.

"Bang? Abang? Bunda? Ayah?" Tak ada jawaban dari rumah kosong ini. Valentino yang tertinggal di rumah sendirian membuatnya terus berfikir kemana perginya semua orang.

12 jam yang lalu, tepatnya di jam 12 malam. Joshua yang telah menenangkan Valentino yang mengamuk di ruangannya dengan Joshua yang terus menerima amarah Valentino.

"Bhiar abang aja yhang urus" Bisik Joshua yang mengelus pundak Valentino yang kelelahan karena amukannya.

Menegakkan tubuh di depan pintu ruangan. Sambil terus menggigit bibir bawahnya, Joshua segera pergi meninggalkan rumah sakit ditengah malam dengan hujan deras menuju kantor polisi.

Mengetuk pintu kaca kantor polisi, hingga seorang kepala polisi membukakan pintu itu. Mata bengkak dari kepala polisi itu terlihat jelas, bahwa dia baru saja menangis.

"S-saya ingin mhenyerahkan diri" ucap Joshua memberikan kedua tangannya.

"Siapa kau?"

"Shaya Joshua, phelaku dari mehninggalnya seorang siswi pherempuan yang bersekolah di SMA Ghosam beserta anak-anak yang lain"

Kepala polisi itu hanya terdiam beberapa detik, lalu kembali membuka mulutnya.

"Siapa siswi yang kau maksud?" Tanyanya dengan wajah yang sudah merah bergetar.

"Sasya-"

Brak

Tendangan kuat diarahkan kepala polisi itu tepat di uluh hati joshua, hingga membuat kepalanya terbentur kearah dinding. Semua polisi terkejut mendengar dan melihat kejadian itu. Sebagian dari mereka hanya diam menonton, namun ada juga yang menghentikan kemarahan kepala polisi itu.

"Berani-beraninya kau membunuh anak tunggalku! Siapa kau berani melakukan itu?! Apa tujuanmu melakukan itu?!" Sentak kepala polisi itu dengan emosi yang telah meledak.

"Shaya tidak senghaja membuatnya therjatuh ke bawah jhurang" jawab cepat Joshua yang menjelaskan kejadiannya dengan dirinya yang menggantikan posisi Valentino sebagai pelaku.

Kepala polisi itu mulai melemaskan tubuhnya, membuat polisi yang menyangganya akhirnya melepaskan kedua tangan kepala polisi itu.

"Bajingan!" Sentak kepala polisi itu kembali memukul dada Joshua begitu kuat, hingga Joshua dapat merasakan tulang rusuknya yang mulai retak.

"Maaf, anggap saja aku juga tak sengaja melakukan itu" Sambung kepala polisi itu yang akhirnya mundur dengan wajahnya yang masih memiliki ekspresi kemarahan yang begitu besar.

"Tangkap dia!" perintah mulai diberikan, polisi segera memborgol Joshua dan memasukkannya ke dalam sel secepatnya.

Nafas Joshua yang begitu berat dan cepat, sangat sulit untuk mengaturnya. Air liur yang tak berhenti membahasi bibirnya dengan sedikit darah yang keluar saat dia batuk. Kondisi Joshua memang begitu memilukan. Namun, polisi hanya menganggapnya sebagai hukuman sementara. Selagi menunggu hari esok untuk memulai introgasi.

Abang - Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang