Bab 6 - Keraguan Hanum

6 1 0
                                    


“Van! Aku mau asinan Haji Mansyur, sekarang!” Devan menutup novel Just After Sunset karya Stephen King lalu melihat jam yang tergantung di dinding kamar. “Sekarang?” tanya Devan dengan wajah heran. Hanum tersenyum sambil mengangguk penuh antusias.
“Num, kamu tahu sekarang jam berapa? Sudah tutup, Sayang. Besok, ya?”
“Tapi aku mau sekarang, Van!” Seketika senyum manis lenyap dari bibir tipis Hanum berubah menjadi mengerucut membuat Devan terkekeh melihat tingkah istrinya. “Lihat, dong, Num, sekarang jam sebelas malam, sudah tutup,” bujuk Devan yang beranjak dari sofa tempatnya bersantai menghabiskan waktu menekuni hobi membaca. Bibir Hanum semakin mengerucut, kali ini diikuti mata indahnya berkaca-kaca dan menolak pelukan Devan.
“Kamu ini kenapa, Sayang? Beberapa hari ini suka aneh-aneh. Kemarin minta ada aquarium kecil di kamar, kemarinnya lagi minta aku pakai kemeja warna merah muda dan marah karena aku menolak. Sekarang, asinan malam-malam.”
“Ya, sudah, kalau nggak mau belikan. Aku mau beli sendiri sama Mang Eman!” teriak Hanum sembari mengusap kasar pipinya yang basah oleh air mata dan berlalu meninggalkan Devan heran. Tidak mau membuang waktu, Devan pun segera menyusul Hanum, mengalah untuk mengikuti kemauan perempuan yang baru tiga bulan ini menjadi istrinya.

Devan menarik Hanum ke kamar memintanya untuk mengganti pakaiannya, tetapi kali ini Hanum tidak menuruti permintaan Devan. Ia tetap menggunakan piyama dengan phasmina menutupi rambut hitam indahnya dan menarik tangan Devan menuju mobil Toyota Crown hitamnya. “Sudah, kita pakai ini, saja. Enggak ketemu klien ini, ‘kan?” seloroh Hanum penuh kemenangan dengan senyum kembali menghiasi bibirnya membuat Devan kembali terheran-heran, tetapi tidak berani berucap apa-apa segera masuk ke mobil menyusul Hanum.

Menyusuri jalanan ibu kota pada malam hari berdua dengan Hanum mengingatkan Devan akan kenangan saat ia harus menjemput Hanum di kampus. Saat itu Rasya dan Hanum sedang berselisih, Hanum menelpon Devan untuk menjemputnya tidak mau mendengar penolakan darinya. Sepanjang jalan Hanum menangis menceritakan kekesalannya pada Rasya, Devan hanya sebagai pendengar yang baik di balik hati yang bergemuruh terbakar cemburu. Saat ini kembali menyusuri jalan yang sama, tetapi beda cerita. Devan mengembuskan napas perlahan, ada kelegaan di sana. Melirik Hanum dan menariknya dalam pelukan. Hanum dengan sigap merebahkan kepalanya pada bahu Devan, melingkarkan tangan pada perut datar lelaki yang dulu adalah sahabat kecilnya. Sesekali Hanum mencium manja lengan Devan dan kembali menikmati kehangatan itu.

“Tuh, kan, Num, sudah tutup,” jelas Devan ketika sudah berada di depan asinan Haji Mansyur, Rawamangun. Hanum kembali cemberut, kali ini Devan tidak ingin membuang kesempatan itu. Menarik Hanum kembali dalam pelukannya menyesap lembut bibir Hanum. Penolakan Hanum tidak dihiraukan Devan, hingga Hanum menyerah dan menikmati ciuman Devan. Membalasnya penuh kehangatan. Devan melepaskan ciumannya, memandangi mata bening di hadapannya. “Kita pulang, besok jam sepuluh kita ke sini,” ucap Devan tegas. Hanum menarikndiri dari pelukan Devan, menggelengkan kepalanya. “Aku mau sekarang!” pekik Hanum tertahan.
“Please, Num.”
“Enggak, mau. Pokoknya sekarang! Kamu ‘kan kenal anaknya, ketok aja!”
“Hai, ini tengah malam, Num!”
“Bodo! Pokoknya sekarang!”
“Oke, oke, aku telpon Rusdi dulu!”
“Nah gitu, dong …. Baru itu suamiku,” celetuk Hanum kegirangan. Devan segera mengambil ponsel dan menelepon Rusdi. Berbincang sekadarnya hingga mendapatkan jawaban yang membuat Hanum berjingkrak di dalam mobil lalu menghujani Devan dengan ciuman.

Devan keluar dari mobilnya, menunggu Rusdi keluar dari rumah membawakan asinan untuk Hanum. Senyum semringah dari kedua sahabat itu, berbincang sejenak sebelum Devan berpamitan pulang. Devan masuk kembali ke mobil, menyerahkan asinan pada Hanum. “Sudah, puas?” tanya Devan sedikit kesal. Mata Hanum berbinar menerima asinan dari Devan seperti anak kecil yang mendapatkan satu kotak es krim coklat. Devan menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Hanum.

Sepanjang perjalanan pulang, Hanum tertidur pulas dengan asinan yang berada dalam pelukannya. Sesekali tangan Devan mengusap lembut pipi Hanum dan tersenyum mendapati tingkah istrinya malam ini lalu teringat apa yang dikatakan mamanya, dahinya mengernyit. “Apa benar, kamu hamil, Num? Ah, sudahlah, besok akua jak ke dokter Okky untuk memastikannya,” gumamnya dalam hati.
Mobil Crown hitam Devan terparkir kembali di halaman rumahnya, perlahan ia menggendong Hanum dalam pelukannya. Devan tidak mau Hanum terbangun dari tidurnya yang nyenyak, merebahkan tubuh Hanum, memandanginya sejenak dan mendaratkan ciuman hangat pada keningnya. Hanum terbangun dan tersenyum. “Kita sudah sampai, Van? Asinanya taruh di sini, jangan dipindah,” pinta Hanum yang menunjukkan asinannya untuk diletakkan di atas bantalnya sebelum kembali terlelap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang