Bab 2
Tanpa JejakDari kejauhan Rasya kembali memandangani perempuan yang sangat ia sayangi, masih bergeming di tempat di mana ia meninggalkannya. Rasya tahu bulir air mata masih deras berjatuhan membasahi pipi ranum Hanum. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menatapnya dari kejauhan dengan menahan sesak di dada seakan sebilah pedang tajam menghujam bertubi tanpa ampun.
“Maafkan aku, Num, ini yang terbaik untuk kita saat ini. Jika kamu adalah jalanku, percayalah kita akan bertemu lagi dan menyatukan ketidak mungkinan ini menjadi mungkin untuk semuanya. Aku akan selalu memcintaimu, sampai kapan pun,” gumam Rasya dalam hati kemudian berlari pergi menuju vespa tuanya melajukannya dengan kencang.Badai itu telah datang, gemuruh yang menyesakkan jiwa diiringi kilat kebencian di atas cinta yang membara, membawa Rasya pada persimpangan arah untuk sebuah ketetapan hati.
***
Petikkan gitar tanpa nada dari jari Rasya, pandangan mata yang kosong menggambarkan lukanya hati. Dibiarkannya buliran bening itu jatuh satu persatu dari netra elangnya, bayangan Hanum tak bisa lepas dari hati dan pikirannya, menari liar menggerogoti jiwanya.
Tepukkan hangat membuyarkan lamunan Rasya akan sosok Hanum, mata teduh menyunggingkan senyum telah berdiri di hadapannya kemudian menarik lembut gitar dari genggaman Rasya dan duduk di tepi ranjang.
Seulas senyum penuh cinta diberikan Burhan untuk Rasya sebelum menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Memetik senar gitar.
Oh, betapa ku saat ini
Ku benci untuk mencinta
Mencintaimu ….Oh, betapaku saat ini
Ku cinta untuk membenci
Membencimu ….Aku tak tahu apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang ku tahu pasti
Ku benci untuk mencintaimuSuara bariton yang merdu meluncur dari mulut Burhan dengan petikan gitar yang indah. Senyuman yang hangat terukir dari sudut bibir pria yang sangat Rasya cintai dan hormati mampu menenangkan gemuruhnya badai dalam hati rapuhnya. Bernyanyi bersama mengimbangi alunan nada hingga senyum itu mengembang tulus dari bibir tipis Rasya.
“Sya, kamu yakin akan keputusanmu untuk pindah ke Surabaya?” tanya Burhan memastikan kemantapan hati putra semata wayangnya seraya meletakkan gitar ke samping tempat tidur Rasya.
“Iya, Yah, Rasya yakin. Menghilang dari orang-orang yang mencemooh bunda bahkan berakhir dengan sebuah hinaan yang menyakitkan hati, lebih baik untuk kita, Yah.”
Embusan napas kasar Rasya menggambarkan bagaimana sakitnya ia saat ini.
“Rasya tidak ingin kejadian ini menjadikan Ayah semakin kurus dan nanti sakit. Toh, bunda juga setuju dengan rencana kita. Tetap setiap dua minggu atau sebulan sekali kita ke Jakarta untuk menengok keadaan bunda, Yah,” ucap Rasya penuh dengan kepastian.
“Lantas, bagaimana kuliah dan hubunganmu dengan Hanum?” selidik Burhan lebih memastikan ketetapan hati Rasya.
Rasya menggeser duduknya mengimbangi posisi Burhan, mengenggam erat tangan lelaki tua itu dan menciumnya takzim. Dengan senyumnya yang terlihat getir, tetapi berusaha kuat, Rasya pun berkata, “Akan Rasya urus surat cuti selama satu semester, Yah. Setelah sampai Surabaya, Rasya akan mencari Universitas yang bisa menerima Rasya menyelesaikan kuliah. Baru nanti Rasya urus surat kepindahan. Untuk Hanum ….”
Helaan napas panjang keluar dari hidung mancung Rasya, memejamkan matanya sekejap lalu kembali senyuman itu mengembang walau terkesan dipaksakan.
“Rasya akan berusaha melupakannya, Yah. Seperti kata Ayah, kalau kami berjodoh, cinta akan menemukan jalannya. Namun jika tidak … Rasya berharap yang terbaik untuk dia,” jawab Rasya terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow
RomanceHanum Rahayu Soetopo, berdiri di antara puing cinta masa lalu yang semu dan sebuah kepastian cinta yang ditawarkan Yudhistira Devan Sasongko. Mencintai bukan hanya tentang kata, tapi juga perbuatan. Yang tulus akan tetap tinggal, sementara yang tida...