3

1K 154 53
                                    

Hanya berdua dengan Tobio, tanpa pelayan yang lain, Shinsuke pergi ke pasar. Lelaki itu ingin membeli gulungan untuk menulis dan sebuah syal baru.

Kageyama tak pernah ke pasar atau keramaian sebelumnya. Hidupnya hanya di rumah bordil sepanjang waktu, karena itu ia senang dan sedikit terlihat seperti orang linglung.

Matanya mengedar kemana-mana. Melihat pada macam-macam barang yang ditawarkan orang-orang sambil memegang gulungan belanjaan Shinsuke. Hanya tiga buah, jadi tak terlalu berat.

Sesaat ia melihat pada gelang yang warna warni, tampak cantik. Shinsuke menyadari arah mata Kageyama, pria itu pun mendekat kearah sana. Ia mengambil gelang yang warna biru lalu memaikannya pada Kageyama.

"Kita-sama.." Mulut Kageyama terbuka.

"Untukmu, kamu suka?"

Kageyama tersenyum lebar dan mengangguk. Meskipun itu bukan gelang yang mahal, Kageyama sangat menyukainya. Terlihat dari bagaimana matanya yang berbinar penuh. Kageyama begitu murni. "Ya Kita-sama, saya sangat menyukainya.."

Shinsuke tersenyum kemudian membeli gelang kaki juga, pria itu memasukkannya ke dalam kantung tanpa sepengatuhan Kageyama. Setelahnya mereka lanjut berjalan lagi.

Kemana arah mata Kageyama tertuju, disitu Shinsuke akan berhenti dan membelikannya. Sehingga bukan seperti Kageyama menemani Shinsuke belanja tapi justru sebaliknya.

Sampai akhirnya mereka tiba di kios syal langganan Shinsuke. "Kamu mau yang mana?"

Kageyama mengedarkan matanya, semua syal itu terlihat cantik dan lembut namun Kageyama terdiam dan memegang syal dilehernya. "Mm tidak Kita-sama.. Saya akan tetap dengan syal yang ini saja.."

"Kenapa?"

Kageyama juga tidak tahu, syal itu tiba-tiba saja ada di lehernya saat ia terbangun dan hidupnya berubah. Barangkali syal ini memiliki kekuatan mistis mengubah basib atau apalah, yang jelas Kageyama tidak ingin menggantikannya.

Shinsuke tersenyum. "Baiklah, kamu bisa tetap menyimpan yang itu.." Si pria mengusap surai Kageyama pelan sebelum beralih memilih syal untuk dirinya sendiri.

Kageyama tersenyum kecil. Telinga dan pipinya merona, wajahnya menunduk malu. Kita-sama ini sangat keterlaluan. Membuat perutnya serasa diobrak-abrik dan jantungnya berdentum tak karuan. Entah apa nama perasaan semacam ini Kageyama tak paham.

Selagi Kita memilih, Kageyama melihat keseberang di mana ada sepasang alpha dan omega berjalan berdua dengan mesranya.

"Anata.. Tunggu.." Seorang pria mengusap sisa es krim di sudut bibir kekasihnya, setelah itu mengecupnya membuat mereka berdua tertawa.

Melihat pemandangan itu wajah Kageyama semakin merona. Hati kecilnya merasa senang entah mengapa, bahkan berharap dapat seperti itu juga barangkali.

Ia tidak pernah mengenal apa yang namanya jatuh cinta dan bagaimana rasanya, tapi melihat sepasang kekasih tadi Kageyama tahu mereka saling mencintai, tidak seperti pasangan si rumah bordil yang saling berciuman untuk napsu.

"Kageyama??" Kita menlambaikan tangan beberapa kali di depan wajah si blueberry sampai akhirnya sadar dari melamun.

"Maaf Kita-sama.."

"Ayo pulang"

"Mm" Kageyama mengangguk.

.
.
.

"Kenapa kamu melamun tadi?"

Kageyama yang tengah menata gulungan kertas belanjaan di kamar Kita terdiam. Ia kembali mengingat apa yang telah dilihatnya dan seketika wajahnya kembali merah. "Anou..."

"Kemarilah"

Dari yang sebelumnya berdiri di depan rak buku, Kageyama pun berjalan mendekat pada Shinsuke. Pria itu duduk di lantai kayu dengan alas bantal.

Hari telah gelap di luar dan seperti biasa salju kembali turun. Kageyama duduk di hadapan Shinsuke, berjarak. Yang lebih tua mengeluarkan gelang kaki lalu mendekat pada Kageyama.

"Ulurkan kakimu.."

"A-apa.." Kageyama bingung. Bukankah dia akan kurang ajar jika melakukan itu. Tapi sifat penurutnya sudah mendarah daging, seolah dia lahir untuk menjadi seorang submissive. Ia membetulkan posisi duduk. Kedua kakinya di depan, dan tangannya berada di sisi kanan kiri tubuhnya.

Shinsuke menyentuh pergelangan kaki kanan Kageyama, menariknya, membuat Kimono yang dikenakan remaja itu tersibak, terdorong gravitasi sampai-sampai pahanya terlihat.

Kita tidak menatap kearah lain selain dari pergelangan kaki Kageyama, ia memasangkan gelang kaki yang telah ia beli.

"Kita-sama.."

"Cantik bukan?" Kini matanya mengunci dengan netra blueberry.

Kageyama mengangguk pelan dan Kita menurunkan kakinya, masih memegangnya. "Katakan padaku.. Apa yang ada dipikiranmu tadi siang.."

"Itu.. Saya.. berpikir tentang bagaimana rasanya jatuh cinta.."

"Ah itu.. Aku juga tidak tahu, mau mencaritahu bersama?"

Kageyama berkedip polos. Apa maksudnya mencaritahu bersama? Hanyut dalam pertanyaan diotaknya, tak sadar sepasang tangan mengangkat pinggul dan memangkunya.

"Kita-sama—"

"Shinsuke.. Kamu bisa memanggil namaku saat hanya ada kita berdua" Yang lebih tua tersenyum. "Aku akan memberitahumu sesuatu, barangkali kamu tidak pernah dengar sebelumnya.."

"Tentang apa?"

"Belahan jiwa."

Kageyama menatap yang lebih tinggi dengan minat. Pembahasan yang menarik di malam hujan salju begini.

"Omega hanya diciptakan untuk Alpha karena Beta tidak bisa membuatnya lengkap. Nenekku pernah berkata bahwa alpha dan omega ditakdirkan untuk bersama. Untuk melengkapi satu sama lain. Diikat dengan benang merah yang tak kasat mata yang jika sudah saatnya tiba, benang itu akan saling menarik dan mempertemukan mereka."

Mata Kageyama berbinar dan entah mengapa jantungnya melambat. Seolah jiwanya sudah tersedot dalam manik mata Shinsuke yang menatapnya lekat.

Pria itu mendekatkan wajahnya. "Setelah bertemu, sang alpha akan menandai omeganya. Tanda yang melekat pada omega tidak bisa dihapus kecuali oleh alpha yang menandainya.. "

Mata Kageyama melebar. "Itu! Aku memiliki tanda dibelakang leherku! Tapi aku tidak tahu dimana alphaku.. Apa aku akan segera menemukannya, Shinsuke-san?"

Shinsuke tersenyum, perlahan ia melepas simpul syal putih di leher Kageyama. "Kamu benar-benar melupakanku ya?" Pria itu menyandarkan kepalanya pada dada yang lebih muda, kemudian melingkarkan syal putih itu kembali, satu syal untuk berdua.

Shinsuke dapat mendengarkan detak jantung Kageyama jadi berdebar kencang. Omega itu mematung. "A-apa yang anda katakan?"

"Singkatnya, aku yang memberimu tanda itu." Gumam Shinsuke.

Kilas balik tengang malam itu terputar dibenak Kageyama. Ia jadi mengerti apa yang dikatakan Shinsuke. Entah kenapa setelah berhari-hari lupa, baru hari ini Kageyama mengingatnya lagi. Mungkin karena trauma, jadi ia melupakan memori yang tidak ingin ia kenang.

Sesaat ia menunduk. "Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya, Shinsuke-san.."

Shinsuke menegakkan duduknya membuat Kageyama giliran mengadah. Syal putih masih melingkari leher keduanya. Shinsuke menangkup pipi Kageyama. "Jatuh cintalah denganku, Tobio.."





Destiny (KitaKage) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang