MPA - 4

99K 11.2K 473
                                    

Malam, pukul 19.40.

Malam ini Ameyra tengah memandangi dirinya yang terpantul di cermin besar di kamarnya. Gadis itu mengenakan pakaian gamisnya. Tadi Abinya bilang jika malam ini, calonnya beserta keluarga besarnya akan datang untuk mengkhitbahnya.

Kenapa begitu kebetulan setelah terhitung satu windu dirinya justru baru di pertemukan kembali dengan sosok yang selama itu menjadi penghuni dalam doanya. Dia sosok lelaki yang membuatnya jatuh hati pandangan pertama.

Tapi semua akan berakhir tepatnya malam ini, dimana dirinya akan di ikat tahap awal oleh lelaki pilihan abinya. Dia harus bisa mengikhlaskan untuk semuanya, termasuk menguburkan semua harapan yang telah di panjatkan kepada sang pencipta.

Meskipun dalam tahap mengikhlaskan, jangan ditanya lagi gimana keadaan jantungnya. Belum di mulai saja bahkan belum bertemu dengan calonnya sudah berdebar. Tentu ini bukan hal yang aneh, pasalnya akan di pertemukan dengan orang-orang baru. Lalu Ameyra menengadah kan tangannya seraya berdoa.

Allahumma inni as-aluka nafsan bika muthma-innah, tu'minu biliqo-ika wa tardho bi qodho-ika wataqna'u bi 'atho-ika.

"Ya Allah, aku memohon kepadaMu jiwa yang merasa tenang kepadaMu, yang yakin akan bertemu denganMu, yang ridho dengan ketetapanMu, dan yang merasa cukup dengan pemberianMu." Ameyra pun mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahnya seraya mengamininya.

Merasa ada yang memperhatikan dirinya, Ameyra pun menoleh ke arah pintu kamarnya. Ternyata itu bukan hanya sekedar persaannya saja melainkan disana ada umi nya yang tengah tersenyum di sela ambang pintu.

"Umi," sapa Ameyra. Umi Mira pun mendekat ke arah putrinya.

"Putri Umi cantik. Jangan takut, yakin selalu sama Allah, jika ada Allah yang selalu bersama kamu Nak," ujar umi Mira.

"Syukron Mi. Bismillah," jawab Ameyra.

"Mereka sudah datang, ayo kita turun," ajak umi Mira dan di angguki oleh Ameyra. Ameyra berjalan berdampingan dengan umi nya.

Galak tawa menggema di lantai bawah. Tawa canda terdengar begitu bahagia. Ramai ketika kedua keluarga besar tengah dalam satu ruangan. Tadi sore mbah kakung dan mbah putrinya datang untuk menghadiri acara khitbah cucu semata wayangnya itu.

Ameyra dan Mira tengah menuruni anak tangga. Tawa renyah yang terdengar dari atas perlahan memudar dan tergantikan oleh seulas senyuman yang mengambang.

"Assalamu'alaikum," salamnya memasuki rumah ini.

"Wa'alaikumussalam," jawab semua orang yang ada di dalam sana termasuk Ameyra.

Deg...

Tiba-tiba Ameyra terdiam bak dengan tubuh yang mematung.

"Kenapa bisa ada dia? Ya Allah kuatkan diri hamba."

Entah mengapa rasa kepalanya tiba-tiba berat untuk memandang lurus ke depan. Ameyra pun memaksakannya untuk mencoba menyapa dengan seulas senyumannya sembari menelungkupkan tangannya dengan sedikit tubuhnya membungkuk. Tidak elok jika dia tidak menyapa sedikitpun dengan tamu spesial keluarganya termasuk dirinya, meskipun hanya dengan senyum itu sudah lebih dari cukup di attitude.

Umi Mira menyuruh Ameyra duduk di samping jiddah nya. Ameyra pun duduk manis dengan di antara jiddah (nenek) dan umi nya.

Lelaki itupun menyalimi tuan rumah terkecuali Ameyra, karena belum halal untuknya. Jadi keduanya hanya sama-sama menangkupkan tangannya di depan dada.

MENANTU PILIHAN ABI [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang