Hari-hari berlalu seperti biasa. Darren dan Vika belum terlalu sibuk dengan urusan kelas. Paling sibuk mereka hanya meminjam buku paket dari perpustakaan untuk semua penghuni kelas 11 Mipa 5.
Mereka membawa buku-buku paket dari perpustakaan dibantu oleh tiga pengurus kelas yang lain. Setelah memastikan semua buku paket sudah siap untuk dibagikan, Vika berdiri di depan kelas.
"Ini gue bagiin formulir satu anak satu, untuk buku paket yang dipakai berdua tinggal tulis aja nomer bukunya sama kayak teman sebangkunya," jelas Vika. Setelah itu dia bergerak membagikan kertas di tangannya sampai habis.
"Ngambil bukunya urut absen aja ya biar tertib," giliran Darren yang memberi perintah.
"Nggak bisa gitu dong, masa absen akhiran dapet buku yang rusak terus."
"Salah sendiri absen terakhir."
"Dibalik aja lah dari absen belakang."
"Enak aja dimana-mana itu absen satu yang pertama bukan absen tiga puluh dua."
"Sekali-sekali dibalik biar adil."
"Nggak bisa seenaknya lah."
Kelas berubah menjadi ricuh dalam sekejap, apalagi pembagian buku paket ini diserahkan sepenuhnya kepada pengurus kelas tanpa pengawasan dari wali kelas jadi tidak ada yang berniat untuk menghentikan perdebatan yang semakin memanas ini.
Darren dan Vika sudah terlalu lelah untuk melerai teman-teman mereka. Belum lagi dengan backsound pukulan-pukulan meja yang membuat suasana semakin ramai.
Vika menyikut lengan Darren pelan yang membuat cowok itu menoleh ke arahnya. "Dar, anak buah lo kayak monyet lepas semua."
"Elo kan wakilnya."
Balasan Darren membuat Vika menyipitkan matanya ke arah cowok itu.
Kelas masih ricuh dan baru berganti menjadi hening ketika Sadira atau yang biasa disapa Dira memukulkan penggaris panjang di papan tulis. Suara keras penggaris kayu yang beradu dengan papan tulis sukses membuat seluruh atensi berpusat pada cewek itu.
"Kalian tulis aja nomer buku yang ada di meja kalian sekarang, gue bagiin secara acak." Tidak ada yang bersuara ketika Dira menatap seluruh teman-temannya. Mereka hanya bingung kapan kira-kira Dira membagikan buku-buku yang sekarang sudah ada di setiap meja.
"Kalau ada yang protes silahkan kalian ribut sendiri. Sampai besok pun nggak papa, gue mau cepet-cepet pulang soalnya."
Setelah sukses membuat seisi kelas hening, Dira mengumpulkan kertas data buku paketnya di meja guru lantas berbalik, bersiap untuk pulang. Vika menyempatkan untuk mengacungkan kedua jempolnya kepada Dira yang direspon cewek itu dengan wajah datar.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Vika segera mengambil alih atensi teman-temannya. "Ayo cepetan ditulis nomernya habis itu dikumpulin di depan, gue mau pulang juga ini."
♫♫♫♫♫♫♫
"Capeknya." Vika duduk di bangku koperasi siswa, menempelkan pipinya di meja dengan mata yang terpejam.
Vika membuka matanya ketika merasakan bangku yang didudukinya bergeser sedikit, tanda seseorang juga ikut duduk di sampingnya.
"Lo nggak capek Dar?"
"Biasa aja sih, gue udah ngira bakal kayak gini kalau jadi ketua kelas," jawab Darren setelah duduk dan memberikan Vika sebotol air dingin yang dibelinya.
"Gue nggak tahu kalau jadi pengurus kelas secapek ini."
"Ini baru permulaan kali Vik, kita bakal lebih sibuk nanti waktu classmeet."
KAMU SEDANG MEMBACA
BFRIEND
Teen Fiction"Eh katanya orang pinter kalo jatuh cinta bisa jadi bego, berarti orang bego kalau jatuh cinta bisa jadi pinter dong." - Avika "Nggak gitu konsepnya." - Dante "Yang bego ya tambah bego kayak lo." - Dira "Tapi gue penasaran, Arvie kapan lo jatuh cint...