Chapter 3

66 13 10
                                    

Vika membuka pintu rumahnya secara perlahan. Kakinya dia ayunkan menuju ruang keluarga, sekarang giliran mamanya yang menonton drama korea yang Vika tingggalkan tadi.

Menyadari seseorang datang, Sarah menolehkan kepalanya. "Gimana udah dikasih ke tante Devi?"

Vika sedikit bingung. "Ah um tadi nggak ada orang di rumah tante Devi."

"Jangan bilang kamu masuk tanpa permisi, mama nggak pernah ngajarin kaya gitu ya."

"Bukan gitu ma, pintunya nggak dikunci, Vika pikir ada orang di rumah kan. Jadi Vika masuk. Tapi beneran ada orangnya kok di rumah," Vika cepat-cepat menyanggah.

"Gimana sih kamu ini bikin mama pusing aja."

"Awalnya tante Devi nggak di rumah. Tapi waktu Vika mau pulang Vika ketemu jadi sekalian ngomong gitu ma."

"Kamu itu ribet, tinggal bilang ketemu aja kok susah."

Vika meringis dan menggaruk lehernya yang tidak gatal, kebiasaannya kalau salah tingkah.

Dia pamitan kepada mamanya untuk pergi ke kamar dan beristirahat. Sebelum beranjak ke kamar, cewek itu menyambar Po untuk dibawa ke kamarnya.

Vika mendudukkan dirinya di kasur begitu sampai di kamar. Dia memeluk Po dengan erat sembari menghela napas. Sebenarnya Vika berbohong kepada mamanya mengenai kejadian di rumah tante Devi tadi, walaupun hanya sebagian.

Flashback on

Vika terkejut bukan main, sekarang dirinya terjatuh di lantai karena dia tidak sanggup menjaga keseimbangan ketika tiba-tiba Arvie menubruknya. Iya Vika tahu nama cowok itu Arvie karena dia tiba-tiba teringat insiden 'balon terbang' tempo lalu yang cukup membuat moodnya hancur berantakan.

Sekarang yang Vika pikirkan adalah bagaimana cara dia memindahkan cowok ini kembali ke ranjangya. Vika merutuki cowok di hadapannya kenapa dia susah-susah bangun kalau akhirnya menyusahkannya dengan pingsan di depannya. Jujur, Arvie itu berat untuk cewek seukuran Vika. Maka dari itu begitu Arvie pingsan Vika langsung mendorongnya kuat-kuat agar tidak menindihnya.

"Oy bangun!" Vika mencoba membangunkan Arvie dengan menepuk pipinya cukup keras berulang kali. Dia menghela napas begitu tahu usahanya sia-sia.

"Saya minta maaf tuan Arvie, hanya ini satu-satunya cara."

Vika memantapkan hati, dia mengambil napas panjang. Cewek dengan tubuh pendek itu mengamati posisi Arvie pingsan terlebih dahulu. Dia menggenggam kedua pergelangan tangan Arvie dengan erat dan menariknya sekuat tenaga.

Tidak ada cara lain, Vika hanya berharap Arvie tidak bangun secara tiba-tiba ketika cewek itu masih menyeretnya. Memang terkesan kejam menyeret seseorang yang sedang pingsan, tapi kembali lagi, tidak ada cara lain.

Vika berhenti sejenak, kembali mengatur pernapasan sebelum akhirnya dia menaikkan tubuh Arvie ke ranjang.

"Akhirnya, sekarang tinggal cari cara buat hubungin tante Devi."

Vika keluar dari kamar Arvie dan menuruni tangga. Cewek itu tersentak kaget ketika melihat Devi kini menatapnya dengan kening berkerut menandakan kalau wanita paruh baya itu bingung dan heran dengan kedatangan Vika.

Menyadari kebingungan Devi, Vika dengan cepat menjelaskan.

"Ini nggak seperti yang tante pikirin kok, saya akan menjelaskan semuanya."

"Nama saya Avika Mooi Trausla, biasanya dipanggil Vika. Saya anaknya Sarah, temen tante Devi yang tinggal di rumah seberang. Saya datang kesini karena disuruh mama saya untuk kasih kue buatannya ke tante Devi. Karena saya pikir nggak ada orang di rumah, jadi saya taruh kuenya di meja dapur. Ketika saya mau pulang, saya dengar teriakan jadi saya langsung naik ke atas untuk memastikan. Saat saya sampai ke atas anak tante tiba-tiba pingsan."

BFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang