"Ngapain lo kesini?" Tanya Arvie ketika mendapati Vika sudah berada di rumahnya pagi-pagi.
Cewek itu sudah duduk manis di sofa ruang keluarga Arvie.
Mendengar pertanyaan itu, Vika menoleh kearah Arvie, dia mengangkat sebelah alisnya. "Lo lupa?"
"Apa?"
"Kemarin lo udah tanda tanganin kontrak."
Arvie menghela napas, ia hampir lupa kalau urusannya dengan cewek tengil ini belum selesai. "Mulai hari ini?"
"Iya."
Arvie menggerakkan bola matanya gelisah. "Gue nggak bisa keluar rumah."
"Kenapa? Takut?" Tanya Vika begitu menyadari gerak gerik Arvie yang gugup.
"Gue nggak takut. Hanya saja gue nggak bisa ketemu sama banyak orang asing. Dan ini terlalu cepat bagi gue," jelas Arvie mencoba meyakinkan Vika.
"Hmm oke, lo pasti belum siap gue ngerti kok. Jadi perjanjiannya kita mulai besok dan lo harus siap."
Arvie menghela napas lega, dia sekarang sudah duduk disamping Vika.
"Lo nggak pulang?" Tanya Arvie begitu melihat Vika tidak berniat pergi dari rumahnya.
"Nggak ah udah sampai sini capek tahu kalau balik lagi. Enaknya ngapain ya?" Vika bertanya yang entah ditujukan kepada siapa.
"Terserah lo," jawab Arvie. Cowok itu beranjak untuk mengambil remote TV di meja depannya dan kembali duduk.
"Eh Arvie gue ajarin lo baca abjad aja gimana? Apa lo udah bisa baca?" celetuk Vika menoleh pada Arvie yang langsung dihadiahi cowok itu dengan ketukan remote di kening Vika. "Gue emang ansos tapi nggak sebego manusia purba"
Vika mengusap keningnya dengan wajah cemberut, dia mulai mengikuti Arvie menonton acara televisi dengan tenang.
Sebenarnya yang menonton televisi dengan tenang hanya Arvie, karena yang dilakukan Vika selama menonton televisi jauh dari definisi tenang. Buktinya dalam waktu setengah jam ini lebih dari sepuluh gerakan tidak berguna Vika lakukan.
Mulai dari menaikkan kaki keatas sofa dan menyilangkannya, menopang dagu, memeluk lutut, membuat gerakan gelombang ditangan, menggerakkan tubuhnya kekanan dan kekiri, mengangguk anggukkan kepala seperti sedang mendengarkan musik, memutar tubuhnya dengan kaki di punggung sofa dan kepala berada dibawah melihat kearah televisi dan banyak lagi.
Bertolak belakang dengan sikap Arvie yang sedari tadi melihat televisi dengan tenang mencoba mengacuhkan cewek gila disampingnya yang sebenarnya mengganggu konsentrasinya. Bisa nggak sih cewek ini bertindak normal sehari aja, lama-lama Arvie bisa tekanan batin dengan semua kelakuan Vika.
"Lo bisa diem nggak sih?!"
Arvie tidak tahan lagi untuk tidak menegur Vika karena tingkah cewek itu semakin menjadi.
Vika cemberut. "Bosen."
"Yaudah pulang sana!" Arvie mengibaskan tangannya mengusir Vika agar segera pergi.
Baru saja Vika hendak membalas perkataan Arvie, dia terhenti ketika ringtone panggilan masuk di saku celananya mengalihkan perhatian keduanya. Vika mengeluarkan ponselnya dan mengangkat panggilan.
"Halo, ada apa?" Tanya Vika begitu panggilan tersambung.
"Eh hari ini ya? aduh gue lupa hehe, yaudah gue mau ganti baju dulu nanti nyusul, dah."
Vika mematikan panggilan, setelahnya cewek itu menoleh kearah Arvie untuk berpamitan. "Gue pulang dulu ya, hari ini ada pemilihan jurusan, sampai ketemu besok Arvie."
KAMU SEDANG MEMBACA
BFRIEND
Teen Fiction"Eh katanya orang pinter kalo jatuh cinta bisa jadi bego, berarti orang bego kalau jatuh cinta bisa jadi pinter dong." - Avika "Nggak gitu konsepnya." - Dante "Yang bego ya tambah bego kayak lo." - Dira "Tapi gue penasaran, Arvie kapan lo jatuh cint...