...satu-satunya cara untuk menghindar dari melayang-layang
di ruang hampa...Tidak lama lagi kita akan bertemu, Sophieku yang baik. Kukira kamu akan kembali ke gubuk sang mayor-itulah sebabnya aku tinggalkan semua kartu dari ayah Hilde di sana. Itulah satu-satunya cara agar kartu-kartu tersebut dapat dikirimkan kepadanya. Jangan pikirkan bagaimana dia akan memperolehnya. Banyak yang mungkin terjadi sebelum tanggal 15 Juni.
Kita telah tahu bagaimana para filosof Helenistik mendaurulang gagasan-gagasan para filosof sebelumnya. Plotinus nyaris menyatakan Plato sebagai penyelamat umat manusia.
Tapi seperti yang kita tahu, seorang penyelamat lain dilahirkan dalam periode yang baru saja kita bicarakan dan itu terjadi di luar wilayah Yunani-Romawi. Yang kumaksudkan adalah Yesus dari Nazareth. Dalam bab ini kita akan mengetahui bagaimana agama Kristen lambat-laun mulai menyusup ke dalam dunia Yunani Romawi kurang lebih dengan cara yang sama dunia Hilde lambat-laun mulai menyusup ke dalam dunia kita.
Yesus adalah seorang Yahudi, dan bangsa Yahudi termasuk kebudayaan Semit. Bangsa Yunani dan Romawi termasuk kebudayaan Indo-Eropa. Peradaban Eropa berakar pada kedua kebudayaan itu. Tapi sebelum kita mempelajari lebih jelas tentang cara agama Kristen mempengaruhi kebudayaan Yunani-Romawi, kita harus menelaah dulu akar-akar ini.
BANGSA INDO-EROPA
Yang kita maksudkan dengan Indo-Eropa adalah semua negara dan kebudayaan yang menggunakan bahasa-bahasa Indo-Eropa. Ini mencakup seluruh negara Eropa kecuali yang penduduknya berbicara dengan bahasa-bahasa Finno-Ugria (Lapp, Finlandia, Estonia, dan Hungaria) atau Basque. Selain itu, kebanyakan bahasa India dan Iran termasuk keluarga bahasa Indo-Eropa.
Kira-kira 4.000 tahun yang lalu, bangsa-bangsa Indo-Eropa yang masih primitif tinggal di wilayah-wilayah yang membatasi Laut Hitam dan Laut Kaspia. Dari sana, gelombang-gelombang suku Indo-Eropa ini mulai menjelajah ke tenggara menuju Iran dan India, ke barat daya menuju Yunani, Italia, dan Spanyol, ke barat melalui Eropa Tengah menuju Prancis dan Inggris, ke barat laut menuju Skandinavia dan ke utara menuju Eropa Timur dan Rusia. Ke mana pun mereka pergi, bangsa-bangsa Indo-Eropa itu membaurkan diri dengan kebudayaan setempat, meskipun bahasa-bahasa Indo-Eropa dan agama Indo-Eropa memainkan peranan kuat.
Kitab Veda India kuno dan filsafat Yunani, dan dalam hal itu juga mitologi Snorri Sturluson semuanya ditulis dalam bahasa-bahasa yang berkaitan. Tapi bukan hanya bahasa saja yang terkait. Keterkaitan bahasa mendorong timbulnya keterkaitan gagasan. Inilah sebabnya kita biasanya berbicara tentang "kebudayaan" Indo-Eropa.
Kebudayaan bangsa Indo-Eropa terutama dipengaruhi oleh kepercayaan mereka pada dewa-dewa yang banyak jumlahnya. Ini dinamakan politeisme. Nama-nama para dewa ini serta sebagian besar terminologi keagamaan sering muncul di seluruh wilayah Indo-Eropa. Aku akan memberimu beberapa contoh:
Orang-orang India kuno memuja dewa langit Dyaus, yang dalam bahasa Sanskrit berarti angkasa, siang hari, langit/surga. Dalam bahasa Yunani dewa ini disebut Zeus, dalam bahasa Latin, Jupiter (sebenarnya jov-pater, atau "Bapak Langit"), dan dalam bahasa Norwegia kuno, Tyr. Jadi nama-nama Dyaus, Zeus, lov, dan Tyr adalah variasi dialektis dari kata yang sama.
Kamu mungkin telah mengetahui bahwa bangsa Viking kuno percaya pada dewa-dewa yang mereka namakan Aser. Ini adalah nama lain yang sering kita temukan di seluruh wilayah Indo-Eropa. Dalam bahasa Sanskrit, bahasa klasik India kuno, dewa-dewa itu dinamakan Asura dan dalam bahasa Persia Ahura. Kata lain untuk "dewa" adalah deva dalam bahasa Saskrit, daeva dalam bahasa Persia, deus dalam bahasa Latin dan tivurr dalam bahasa Norwegia kuno.
Di zaman kejayaan Viking, orang-orang juga percaya pada sekelompok dewa kesuburan (seperti Niord, Freyr, dan Freyja). Dewadewa ini disebut dengan nama kolektif khusus, vaner, sebuah kata yang terkait dengan nama Latin untuk dewi kesuburan, Venus. Bahasa Sanskrit mempunyai kata yang sama yaitu vani, yang berarti "hasrat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Sophie
FanfictionSophie Amundsen berusia 14 tahun saat alur bukunya dimulai, tinggal di Norwegia. Dia memulai kursus korespondensi aneh dalam filsafat. Setiap hari, sepucuk surat masuk ke kotak suratnya yang berisi beberapa pertanyaan, kemudian pada hari itu sebuah...