...seperti dalam mimpi...
Sophie tidak mendengar kabar lagi dari Alberto selama beberapa hari, tapi dia sering menatap ke arah taman sambil berharap akan melihat Hermes. Dia mengatakan pada ibunya bahwa anjing itu telah bisa pulang sendiri dan bahwa dia diundang oleh pemiliknya, seorang mantan guru fisika. Pria itu mengajarkan pada Sophie tentang tata surya dan ilmu pengetahuan baru yang berkembang pada abad keenam belas.
Dia bercerita lebih banyak pada Joanna. Dia menceritakan tentang kunjungannya ke rumah Alberto, kartu pos di kotak surat, dan uang sepuluh crown yang ditemukannya di jalan pulang. Tapi dia menyimpan sendiri mimpi tentang Hilde dan kalung salib itu.
Pada hari Selasa, 29 Mei, Sophie sedang berdiri di dapur mencuci piring. Ibunya telah pergi ke ruang duduk untuk melihat berita TV. Ketika lagu pembuka sudah selesai dia mendengar dari dapur bahwa seorang mayor di Batalyon PBB Norwegia telah terbunuh akibat sebuah granat.
Sophie melemparkan serbet piring ke atas meja dan bergegas menuju ruang duduk. Dia tiba tepat pada waktunya untuk melihat sekilas wajah perwira PBB itu selama beberapa detik sebelum mereka berpindah ke soal lain.
"Oh tidak!" dia berseru.
Ibunya berpaling kepadanya.
"Ya, perang memang mengerikan!"
Tangis Sophie meledak.
"Mengapa Sophie?"
"Apakah mereka sebutkan namanya?"
"Ya, tapi aku tidak ingat. Dia berasal dari Grimstad, kukira."
"Bukankah itu sama dengan Lillesand?"
"Tidak, kamu kok tolol sih?"
"Tapi jika kita berasal dari Grimstad, kita mungkin akan bersekolah di Lillesand."
Dia berhenti menangis, tapi kini giliran ibunya yang bereaksi. Dia bangkit dari kursi dan mematikan TV.
"Ada apa, Sophie?"
"Tidak apa-apa."
"Ya, ada apa-apa. Kamu mempunyai pacar, dan aku mulai berpikir bahwa dia jauh lebih tua daripada kamu. Jawab aku sekarang: Apakah kamu kenal seorang pria di Lebanon?"
"Tidak, tidak persis begitu..."
"Pernahkah kamu bertemu dengan putra seseorang di Lebanon?"
"Tidak, tidak pernah. Aku bahkan belum pernah bertemu dengan putrinya."
"Putri siapa?"
"Bukan urusanmu."
"Kukira itu urusanku."
"Mungkin aku malah harus mulai bertanya. Mengapa Ayah tidak pernah pulang? Apakah itu karena Ibu tidak punya nyali untuk bercerai? Mungkin Ibu punya pacar dan Ibu tidak ingin Ayah dan aku mengetahui tentang itu dan seterusnya dan seterusnya. Aku sendiri punya banyak pertanyaan."
"Kukira kita perlu bicara."
"Itu mungkin. Tapi saat ini aku sudah lelah dan mau tidur. Dan aku sedang haid."
Sophie lari ke kamarnya; rasanya dia ingin menangis.
Begitu dia selesai membersihkan diri di kamar mandi dan telah bergelung di bawah selimut, ibunya masuk ke kamar tidur.
Sophie pura-pura tidur meskipun tahu ibunya tidak akan mempercayainya. Dia tahu ibunya tahu bahwa Sophie tahu ibunya juga tidak percaya kalau dia sudah tidur. Meskipun demikian ibunya pura-pura percaya bahwa Sophie tidur. Dia duduk di tepi tempat tidur Sophie dan membelai rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Sophie
FanfictionSophie Amundsen berusia 14 tahun saat alur bukunya dimulai, tinggal di Norwegia. Dia memulai kursus korespondensi aneh dalam filsafat. Setiap hari, sepucuk surat masuk ke kotak suratnya yang berisi beberapa pertanyaan, kemudian pada hari itu sebuah...