7. Almost Is Never Enough

173 42 0
                                    

"Lagu apa, Cantik?"

Sanzu duduk di kursi dengan gitar akustik hitam 'Yamaha' di pangkuan. Dia memainkan chord secara acak.

"Hmm... apa ya?" Ibu jari bergulir di ponsel. Deretan playlist lagu di Spotify terlihat di layar.

Sebuah judul lagu membuatku terhenti.

"Haru, apa kamu tahu lagu almost is never enough?"

"Aku tahu, sudah lama tidak memainkannya."

"Masih bisa?"

"Sebentar." Sanzu meraih ponsel 'Apple' hitam miliknya. Jemarinya mengetik diatas layar.

"Oh, iya aku ingat." Dia bergumam pada dirinya, setelah melihat sheet music.

"Begini ya." Sanzu menekan beberapa chord seperti D, Am, G dan Gm. Dia memainkannya dengan fingerstyle.

Ada sebuah kenikmatan tersendiri saat melihat Sanzu seperti ini. Dia terlihat asyik dengan dunianya.

"Siap, Cantik?" Suara Sanzu menyadarkanku.

"Oke." Aku mengangguk.

Suara petikan gitar mengalun dengan indah di telinga.

Saat memasuki verse, aku mulai membuka suara.
   
   
  

"I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right, but that's a lie, that's a lie..."

   
   
   
Seorang lelaki datang mendekat. Dia menaruh tas hitamnya di kursi depanku.

Lelaki itu mengulurkan tangannya.

"Sanzu Haruchiyo."

Aku menjabat tangannya erat.

"[Name]."

"Salam kenal, [Name]." Sanzu tersenyum.

"Mulai hari ini. Kamu aku panggil, Cantik."

     
  
    
"...And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show..."
     
   
  

"Kembalikan, Sanzu!" Aku berlari meraih ponsel.

"Coba ambil, Cantik!" Sanzu menghindar. Dia menaikkan tangan kanannya. Ponselku ada di dalam genggamannya.

"Sanzu. Please."

"No." Sanzu menggeleng. "Wrong words."

"Haru..." Aku memohon.

Sanzu Haruchiyo tertegun.

Aku memanfaatkan kesempatan ini.

Kuletakkan satu tangan di pundak kirinya. Kedua kakiku berjinjit.

Namun, Tubuh Sanzu begitu tinggi.

Jadi aku melompat.

Saat, tangan kiriku berhasil meraih ponsel.

"Dapat!"

Aku kehilangan keseimbangan...

   
   

... dan terjatuh di pelukannya.

Wajah kami berdekatan.

Mataku bertemu dengan mata birunya.

Tangannya yang kuat melingkar di pinggangku.

   
   

Aku segera melepaskan diri.

Nyanyu!! Dear SanzuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang