08. Sop Iga

1K 97 13
                                    

Arga membuka kulkas dan melihat potongan daging yang tertumpuk banyak sekali disana.

Arga kadang heran, mengapa stok daging di kulkas tak pernah habis. Tak pernah menipis, malah. Bahkan saat momen idul adha, dia kadang kelabakan ingin menaruh dimana daging sapi lainnya.

Arga menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kebingungan setengah mati. Lalu dia menghampiri Karma yang sedang menyiapkan baham makanan lain. "Mas Karma! Mas Karma kok gak bilang ke saya kalau mau beli daging? Jadi saya kan bisa coret di shopping list belanja"

Karma hanya tersenyum sambil menyalin bumbu rempah ke tempatnya.

"Mas Karma!" panggil Arga, sedikit kesal karena Karma tak menggubrisnya.

"Hmm?" Karma memandang Arga. Berhenti melakukan aktivitasnya.

"Itu daging di kulkas banyak banget. Lama-lama kulkas bahan mentah isinya daging semua loh" portes Arga.

Karma hanya tersenyum, "Gapapa. Syukuri apa yang ada, Arga. Lagi banyak, syukuri. Lagi kosong pun syukuri"

Arga pun terdiam sejenak. Ingin berdebat tapi dia tak mau terlalu jauh. Nantinya malah menimbulkan celah kerenggangan antara ia dan Karma.

Karma kemudian berjalan menuju kulkas tersebut dan berniat untuk merebus semua daging-daging itu di panci, agar dagingnya tak terlalu keras.

Arga memperhatikan Karma dengan saksama. Ada yang aneh dengan sepupunya itu. "Mas Karma baik-baik aja?"

Karma menoleh sebentar pada Arga, lalu berpaling lagi pada panci berisi air panas. Dia tersenyum.

"Mas Karma capek? Kalo capek istirahat aja dulu, Mas. Biar nanti saya yang-"

"Gapapa" potong Karma masih dengan senyumannya.

"Tapi serius deh, Mas Karma keliatan capek banget. Nanti sakit loh, Mas. Udah makan?" tanya Arga, khawatir.

"Kamu udah makan?" Karma malah balik tanya.

Arga mengangguk.

Hening sejenak. Keduanya saling diam. Karma sibuk merebus daging sementara Arga sibuk memperhatikan Karma. Mencari sela-sela yang aneh dari sepupunya itu. "Saya boleh kasih saran, Mas?"

"Apa itu?" tanya Karma.

"Saya saranin Mas Karma berhenti aja jadi pekerja malam, Mas. Itu gak bagus" ujar Arga.

Karma terdiam sejenak. Memikirkan kalimat Arga barusan. "Emangnya kenapa, Ga?"

"Saya kasihan sama Mas Karma. Tiap malem harus jaga kedai, ngelayanin tamu. Belum lagi kalau tamunya minta plus-plus. Tambah kasian saya sama Mas Karma" terang Arga.

Karma hanya tersenyum lebar. Lalu dia menjawab, "Di dunia ini, Ga. Gak ada yang jauh lebih baik ketimbang mengasihani diri sendiri, Ga!"

Arga menekuk alisnya, "Kok gitu?"

"Gak ada gunanya kita kasihan sama orang lain, Arga! Gak ada untungnya!" ungkap Karma, "Kita harus kasihan dulu sama diri kita sendiri, baru orang lain!"

Arga terdiam. Solusinya kurang tepat.

Karma melanjutkan, "Kalau kita terlalu banyak kasian sama orang lain. Yang kasian sama diri kita sendiri siapa nanti?"

Arga membenarkan ucapan Karma barusan. Dia baru sadar bahwa solusinya tadi salah untuknya.

"Intinya... bahagiain diri kamu sendiri dulu. Kalau udah, baru orang lain!" ujar Karma.

Arga mengangguk, mengiyakan. "Iya, Mas"

Karma tersenyum manis pada Arga, lalu kembali merebus daging-daging itu.

Kedai Karma (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang