SYM|| 03

16 5 0
                                    

" Sial banget gue hari ini udah kesiangan, lari-larian, sekarang dijemur." Gerutunya yang saat ini duduk di bawah terik matahari dengan beberapa siswa lainnya yang terlambat.

Pertemuan keduanya dengan Brima tak berjalan baik seperti tempo hari saat ia menolongnya, atau memang ini hanya hari sialnya saja yang kebetulan bersangkutan dengan Brima.

" Hai," Menoleh melihat gadis berkacamata yang menepuk bahunya.

" Iya, kenapa?" tanyanya mengerutkan dahi.

" Boleh kenalan? Gue Hani." Kata gadis itu.

" Aina." Menerima uluran tangannya.

" Banyak banget ya yang kena hukuman, untung gak di suruh berdiri cuma dengerin ocehan guru itu aja." Bisiknya pelan karena seorang guru piket tengah memberikan wejangan kepada murid yang tidak tertib.

" Ini bukan di hukum tapi briefing." Ujar Aina terkekeh.

" Mendengarkan tidak!" teriak guru piket.

" Dengar pak!" ucap siswa kompak.

Mereka terbebas dari hukuman satu jam sebelum istirahat, saat akan memasuki kelas Hani mengajaknya pergi ke kantin. Pikirnya tanggung mengikuti satu jam pelajaran mumpung mereka ada alasan terkena hukuman apa salahnya bolos satu jam, toh tidak setiap hari ia bolos.

Bercengkrama ringan berdua dengan Hani saling mengenal satu sama lain ternyata begitu menyenangkan pikir Aina, mungkin karena Hani sosok yang asik ia jadi mudah bersosialisasi.

Gadis berkacamata itu begitu riang bercerita seolah tidak kehabisan kata yang ia lontarkan, sepertinya Hani juga tak mempermasalahkan Aina yang jarang berkomunikasi hanya membalasnya dengan senyuman atau gumaman saja.

" Ai!" teriak seorang yang berada jauh di belakang Aina.

" Kenapa?" melihat Rian yang berjalan cepat ke arahnya.

" Ngapain lo di sini?" tanyanya tak bersahabat dan memilih duduk di sampingnya.

" Nih beli minum?" Mengangkat gelas didepannya.

" Bukan gitu, ini kenapa tasnya masih di sini, lo bolos?" menoyor dahi Aina karena terlalu polos.

" Iya, habis di hukum tadi." Sahutnya dengan cengiran.

" Tumben kena hukum." Katanya terheran. "Yaudah sana buruan balik ke kelas malah lanjut bolos." Lanjutnya.

" Lo juga ngapain di sini, sok nyuruh gak bolos padahal sendirinya bolos." Cibirnya.

" Kalo gue udah biasa gak kaya lo."

" Ribet lo ah." Desahnya.

" Ekhm." Hani berdehem seolah mengintrupsi keduanya jika tak hanya mereka berdua saja yang ada di sana.

Rian menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya kepada Hani.

" Gak papa sih, kek berasa lagi jadi obat nyamuk aja." Katanya menjelaskan.

" Siapa?" mengabaikan pernyataan Hani, Rian bertanya kepada Aina.

" Temen." Jawabnya singkat.

" Gue yang ngajak dia ke sini." Jelas Hani.

" Lain kali jangan ajak dia bolos lagi." Timpalnya lalu meniggalkan mereka menemui temannya di kursi paling sudut.

" Cowok lo sensian, lo bolos aja sampe segitunya." Ucap Hani melirik ke arah perginya Rian.

"Bukan cowok gue," jelasnya.

" Terus kalau bukan cowok lo?" tanyanya penasaran.

" Bisa dibilang sahabat sih."

"Kayaknya tuh orang dendam deh sama gue." Adunya kepada Aina.

" Nggak lah, baru juga liat sekali." Sahut Aina.

" Tampangnya gak enak bener liatin gue." Mengode Aina untuk melihat Rian yang duduk jauh di belakangnya.

" Udah gak usah di lihatin, dia gitu karena gue jarang akrab sama cewe, baru sama lo aja gue gini." Ucapnya menyesap minumanya.

" Berarti gue bisa jadi temen lo juga dong," ujarnya antusias.

" Lo tadi nggak denger gue bilang sama Rian kalo lo temen gue?" ungkapnya.

" Sahabat lo cuma dia?" tanyanya lagi.

" Ada dua cewe lagi tapi gak sekolah di sini." Paparnya.

" Lo jurusan apa sih lupa nanya kan." Tanya Hani.

" Arsitektur."

" Kapan-kapan main ke kelas gue ya gue gak punya temen cewe soalnya."

" Lo juga kayak gue gak bisa akrab sama sembarang orang?"

" Ya enggak, gue anak teknik ceweknya cuma dua yang satu lebih suka sama kelas lain atau kakak kelas, kalo temen cowok banyak." Ujarnya santai.

" Lhoh iya? Rian juga anak teknik 3 seangkatan kita. Berarti lo satu jurusan sama dia." Tutur Rian.

" Gue teknik 2, kok gak pernah liat dia ya?" ujarnya heran.

🎶🎶

Hal yang biasa Aina lakukan sepulang sekolah adalah bersantai di teras kelas sembari menunggu parkiran sepi sembari melihat lalu lalang siswa yang berebut jalan untuk segera pulang, saat tengah asik dengan dunianya sendiri ia tersentak mengingat dimana kunci motornya berada.

Merogoh saku, mencari di tas dan laci meja ia tak menemukannya. Mencoba mengingat di mana ia melalui hari ini hingga teringat seseorang, Brima. Pasti dia yang membawanya, bergegas berlari melewati lalu lalang siswa ia khawatir Brima telah pulang terlebih dahulu.

"Maaf kak, ada yang lihat Brima?" tanya Aina pada segerombolan siswi di dekat kelas Brima.

" Coba lihat di belakang kelasnya, kayaknya tadi jalan kesana." Tunjuk salah satu siswi.

" Makasih." Berlalu menuju belakang kelas Brima.

Aina melihat segerombolan siswa laki-laki yang tengah bergerombol sembari merokok, ia sedikit ragu melangkahkan kakinya untuk mencari Brima selain takut ia juga benci asap rokok. Hari ini sebuah perpaduan menyebalkan bagi Aina.

Masih memantau dari kejauhan hingga seorang siswa memanggilnya menggoda lalu melihat Brima berdiri di tengah kerumunan lalu menghampirinya.

" Ngapain di sini?" tanya Brima lalu mengirup rokok di sela-sela jarinya.

" Kunci motor gue ." menengadahkan tangannya lalu melirik rokok yang di bawa Brima.

Brima yang sadar akan tatapan Aina lalu membuangnya sembarang arah padahal rokoknya masih panjang lalu mengeluarkan kunci dari saku celananya, namun bukannya segera memberikannya malah memainkannya dengan memutar-mutarkan di jarinya.

" Buruan gue mau pulang." Ucap Aina tak sabaran.

Seakan tak mendengar perkataan Aina, Brima semakin gencar menggoda Aina dengan terus memainkan kunci motornya.

Aina yang mulai kesal menendang tulang kering Brima sehingga ia menjatuhkan kunci motornya, memungutnya dan berlalu dari sana meninggalkan Brima yang di tertawai oleh teman-temannya.

See You Mate!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang