5. What Are We?

23 2 0
                                    

















"Selamat pagi, Katerina. Did you sleep well?"

Masih dengan pakaian yang sama seperti tadi malam, dia turun dari atas, kemudian menarik kursi, duduk berhadapan dengan Jerano di meja makan ketika laki-laki itu menyeduh dua cangkir teh hijau. Rupanya ia bangun lebih cepat ketimbang dirinya.

Ia sodorkan secangkir porselen itu ke meja Karina. Menyuruh untuk segera diminum selagi masih panas.

"Kamu bangun jam berapa?" tanya Karina setelah menyesap teh hijau tawar.

"Jam lima. Aku harus bangun buat siapin sarapan."

"Jadi sekarang kamu mulai jadi pembantuku?"

Jerano menggeleng. "Aku bakal mulai membantumu dari hal-hal kecil sebelum ke hal besar. Mulai dari makananmu, kebutuhanmu, jadwal harianmu--"

"Jangan ganggu jadwal harianku yang udah disusuh sama Veye." Karina menyambar. Dia paling tidak suka dengan seseorang yang menganggu pekerjaannya, apalagi pendapatannya.

"Sayangnya udah aku ganggu," kata Jerano tanpa gentar. "Semalem aku nggak bisa tidur, jadi jalan-jalan sebentar keliling rumah ini. Manajermu si Veye itu semalem dia mabuk sampai alkoholnya tumpah ke kumpulan kertas yang isinya susuan jadwalmu, mejanya hancur berantakkan, barang-barangnya jatuh. Ya udah deh aku buang biar sekalian bikin jadwal baru."

Air muka Karina berubah, sepersekian detik menjadi marah. Alisnya bertaut dengan mata sinis menatap Jerano. Orang ini benar-benar berani mengikut campuri urusan hidupnya, setengah tahun ini tidak ada yang berani mengusik jadwal ataupun pekerjaan dia bahkan orang tuanya sekalipun. Tapi disini malah ada seseorang yang baru saja datang ke kehidupannya, mengotak-atik hidup yang selama ini sudah sempurna tanpa perasaan bersalah atau takut.

"Aku udah setuju buat kita berusaha bareng selesaiin urusan ini, tapi bukan berarti kamu boleh usik pekerjaanku, Jerano."

Jerano kembali menyeruput teh hijaunya dengan tenang. Seakan ini bukan sesuatu yang besar untuk dipermasalahkan. "Kan aku udah bilang bakal merubah kamu dari hal-hal kecil, jadwal harianmu itu penting, Katerina. Itu semua berdampak sama kehidupanmu selama ini. Dan aku udah suruh Veye batalin semua kerjaan kamu mulai minggu depan, janji-janjimu sama stasiun TV atau wartawan-- ssttt... jangan memotong dulu biar aku jelasin-- kamu bakal libur dari dunia entertainment selama satu minggu penuh, seminggu aja, setelahnya kamu bebas, boleh kerja lagi."

Karina syok mengetahui semua jadwal minggu depannya dibatalkan. "Nggak mungkin Veye segampang itu nurut sama kamu! Apalagi kamu orang asing. Nggak, pokoknya enggak!"

"Emang, tapi karena dia mabuk jadi lebih gampang dan dia nurut aja. Good for me."

"Tapi hari ini aku harus kerja!"

"Iya. Terakhir nanti malam."

Karina yang masih dalam perasaan merah menengok mendapati Veye mendekat ke meja makan dengan kepala tertunduk. Salah satu lensa kacamatanya retak, rambut dikuncir asal-asalan dan masih menggunakan baju tidur. Wajah manajernya itu tampak bersalah-- memang harusnya dia merasa bersalah-- menyadari bila dirinya telah melakukan kesalahan besar. Batin Karina menggerutu, tidak pernah dia melihat Veye dalam keadaan seberantakkan itu. Jerano bilang semalam dia mabuk, menggila hingga mejanya hancur berantakan.

Mengingat cerita tadi Karina jadi geleng-geleng kepala, pagi-pagi sudah pusing.

"Biarin dia istirahat. Setengah tahun sibuk sama kamu dan nggak pernah liburan bikin dia stres. Jadi manajer seorang Katerina Gilbert An Solver itu rumit, ya kan?"

OurselvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang