Tiga

22 4 0
                                    

Di sebuah apartemen yang cukup luas terlihat seorang gadis berbaju serba hitam menghadap sebuah benda pipih yang cukup besar sedang menayangkan sebuah berita kecelakaan. Sebuah wajah seorang gadis yang tersenyum kikuk muncul di layar. Gadis itu tersenyum tipis, wajah gadis itu sama persis dengan yang ada di dalam kaca. Vlora, gadis itulah yang diberitakan telah meninggal dan dinyatakan tubuhnya hancur terbakar bersamaan dengan mobilnya. Vlora yang dinyatakan meninggal saat ini sedang santai dan tenang menonton berita kematiannya.

"Aku tidak tau hanya dengan kematianku semua media gempar? Atau apakah karena Vlora salah satu anak dari konglomerat Gotardo?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Ia mengangguk pelan dan melirik jam yang berada di atas meja.

"Hmm sudah waktunya aku beraksi? Baiklah Myesha itulah namaku saat ini, dan Vlora aku Myesha berjanji akan membalas semua perbuatan orang yang telah menyakitimu sepuluh kali lipat lebih buruk dari mereka." Setelah mengatakan itu tubuhnya terasa lebih rileks dan tidak ada rasa kenyamanan ataupun kaku yang awalnya Ia rasakan. Myesha tersenyum tipis.

"Terimakasih Vlora.."

Di sebuah tempat yang berbeda dan waktu bersamaan terlihat seorang pria dengan tubuh tegapnya berseragam hijau bercorak dengan 3 bintang emas terselip di dadanya sedang berdiri menghadap pria yang telah termakan usia, berseragam sama namun terdapat 5 bintang emas di dadanya namun tidak menghilangkan ketampanannya. Walau wajahnya mulai keriput dan rambutnya mulai memutih tapi aura yang mengelilingi pria itu sangat mengintimidasi namun hal itu tidak berpengaruh terhadap pria yang berada di depannya.

"Ada apa?" Tanya singkat dari pria itu kepada kakek yang dengan nyaman duduk dikursi kebanggaannya.

Kakek itu menghela nafas menatap cucunya pasrah. "Aiii kapan kamu menikah Aster, kakek pengen nimbang cicit." Keluhnya pada pria bernama Aster, Mahavir Alister Bagaskara.

"Tidak ada." Singkat Aster tanpa ekspresi. Kakek Aris, Elvan Aristides Bagaskara menatapnya sinis.

"Gimana tidak ada, wajahmu datar begitu mana ada gadis yang lirik, sekalipun ada malah nolak." Sarkasnya. Aster hanya diam, di wajahnya tidak ada rasa tersinggung ataupun marah dengan perkataan kakeknya itu.

"Malah diam? Ayolah cucuku satu-satunya kasihanilah kekekmu ini. Liat wajahku yang mengkerut tubuh ku yang mulai menua bahkan rambut pun mulai memutih." Keluh kakek Aris sambil mamajukan wajahnya agar terlihat jelas oleh sang cucu tersayang.

Helaan nafas keluar dari bibir tebal Aster. " Kakek, berhenti menjodohkanku kek. Sekarang Aster ingin fokus kerja." Suaranya yang tegas dan berat keluar dari bibir tebalnya.

Kakek Aris kembali duduk dengan tenang dan melirik Aster. "Kalau kakek pengen cicit, kakek harus minta ke sapa? cucunya kakek cuma kamu, ayah kamu udah pergi ke dunia lain sedangkan ibumu kawin lari sama selingkuhan nya. Kakek udah engga punya siapa-siapa lagi." Sedihnya sambil menghela nafas panjang.

Aster diam, memandang kakeknya tanpa ekspresi. Kakek Aris meliriknya cepat dan mendengus melihat cucunya tidak termakan perkataan sedihnya.

"Nasib punya cucu penyakit lumpuh wajah, hus hus pergi sana lama-lama sakit mata liat ekspresi yang tidak berubah, membosankan." Ucapnya sambil melambai tangannya mengusir Aster. Tanpa kata Aster berbalik meninggalkan kakeknya tanpa pamit.

"CUCU KURANG AJAR MAIN KELUAR AJA, KAKEK INI MASIH ATASAN KAMU YA!!" Teriak kakek Aris dengan marah. Suaranya menggema dalam kantor itu membuat semua orang mengelus dada dan menggeleng kepalanya pelan. Sedangkan pelaku dari semua itu dengan tenang berjalan menghampiri dua sosok wanita dan pria.

" Habis ditayain apa sama Jendral besar sampai teriak marah-marah?" Tanya pria berseragam sama namun terdapat dua bintang emas di dadanya. Aster melirik sahabatnya, Mistar Zahair Bachtiar.

REBORN TO THE APOCALYPSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang