Empat

19 4 0
                                    

Sesosok berbadan ramping berbalut baju kulit hitam muncul dari udara tipis di sebuah gang sempit minim cahaya. Gadis itu berdiri dan merentangkan tangannya dan sebuah jas coklat muncul secara tiba-tiba. Ia memakainya menutup tubuhnya yang terbalut baju kulit yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Kunciran rambutnya ditarik. Rambutnya yang bersurai hitam legam tergerai indah. Ia berjalan keluar dan disapa cahaya menyilaukan dari sang mentari.

"Misi selesai." Bisiknya seraya tersenyum miring. Myesha, gadis itu Myesha yang berada di tubuh Vlora. Sekarang Myesha tidak perlu mengkhawatirkan akan pengeluaran dalam membeli semua kebutuhan pangan. Bisa dikatakan Myesha kaya mendadak hanya dengan melakukan pencurian bank yang dikatakan misi oleh Myesha. Tindakan ini mohon jangan ditiru hal ini dilakukan karena uang pada akhirnya tidak bernilai jadi dari pada menganggur bukankah lebih baik digunakan membeli makanan yang di masa nanti sangat berharga, hal itulah yang terlintas di benak Myesha.

Myesha berdecak pelan melihat kerumunan dan polisi yang berada di seberang. "Apakah yang kulakukan semehebohkan itu? Cih.."

Dari sudut matanya, Myesha melihat seseorang yang memiliki aura yang mengagumkan di sekelilingnya. Walau tempat pria itu jauh namun Myesha memiliki mata yang dapat melihat sesuatu yang jauh. "Ohh? Pria itu terlihat mengesankan Hem tidak buruk." Ucapnya sambil mengangguk pelan dan pergi dari tempat itu.

Tanpa disadari Myesha, pria yang dia anggap mengesankan menoleh dimana Myesha berdiri pada saat itu. Wajah pria itu terlihat datar namun dari sorot matanya ada jejak kebingungan.

"Aneh, siapa dia?" Seseorang menepuk pundaknya membuat pria itu menoleh jejak kebingungannya menghilang digantikan dengan tatapan datar.

"Tuan Letnan? Apakah anda ingin ikut dalam penyelidikan ini?" Tanya seseorang pada pria itu. Aster, pria itulah yang ditatap oleh Myesha. Pria yang dianggap mengesankan olehnya.

Aster menanggapinya dengan anggukan. Pak Jono tersenyum dan mereka mulai masuk ke dalam bank itu.
.......
....
..
.
Tidak terasa sudah seminggu semenjak Myesha melakukan pencurian itu. banyak perwira dikerahkan dalam menyelidiki kasus pencurian hingga saat ini belum di pecahkan, bahkan tersiar kabar seorang tentara muda yang berpangkat Letnan Jendral termuda ikut serta dalam penyelidikan itu. Sedangkan Myesha sang tersangka utama sedang menatap pasar ketiga yang Ia kunjungi.

Disekitar Myesha banyak suara keluhan dengan cuaca saat ini yang sangat panas dan terik. Myesha sedikit mendongak dan menyipitkan matanya dengan sinar matahari yang terasa terik.

"Perubahan cuaca sangat drastis, salah satu awal tanda hari itu akan tiba." Bisiknya pelan. Bibirnya tertarik ke atas.

" Menurut ingatan dari Vlora hari itu terjadi dalam kurung waktu tiga minggu lagi..." Selepas mengucap itu Myesha berjalan mendekati seorang ibu paruh baya yang menjual aneka sayuran.

"Ayo dek sayurannya, baru dipanen loh masih seger." Tawar ibu itu.

Myesha tersenyum tipis, walaupun di kehidupan sebelumnya Ia seorang pembunuh bayaran namun dia bukanlah seorang berhati dingin dan tidak bisa tersenyum. Dia akan kejam pada lawannya dan orang yang pantas di bunuh.

"Owhh ya?"

Ibu itu mengangguk antusias menanggapi pertanyaan dari Myesha. "Iya dek, sayuran ini dipanen dari ladang yang ada di desanya ibu. Dijamin segar dan maknyuss loh dek."

"Bagaimana jika saya borong semua dagangan ibu dan juga sayuran yang ada di desanya ibu?" Pertanyaan Myesha sukses membuat ibu itu tertegun. Saking terkejutnya ibu itu terdiam tidak menanggapi ucapan Myesha.

Myesha terkekeh pelan membuat ibu itu tersadar dari lamunannya. "Aduhh dek, makin cakep aja kalo ketawa, dek mau gak jadi mantunya ibu hohoho." Canda ibu. Myesha sedikit tersenyum.

"Ibu bisa aja bercandanya."

"Ibu ga bercanda loh dek, kebetulan ibu punya anak cowok dan dia masih sekolah dan umurnya tidak terlalu jauh dari adek, hohoho." Ucapnya lagi sambil tertawa. Myesha menggeleng pelan.

"Yaudah jadi gimana ibu? Mau?"

"Ya pastinya dong dek yakali rejeki ditolak hohoho." Ucap ibu itu sambil tersenyum.

"Jadi gimana? Kapan pesanan saya akan siap?"

Ibu terlihat berpikir sejenak, "kemungkinan tiga hari lagi dek."

Myesha mengangguk puas mendengar jawaban ibu itu. "Dimana desa ibu? Biar nanti saya datang mengambil pesanan saya."

"Eh tidak perlu dek biar nanti ibu suruh pak Samsudin pemilik truk satu-satunya di desa ibu yang nganterin pesanan adek." Ucapnya.

Myesha menggeleng, "Tidak perlu biar saya saja yang datang ke tempat ibu."

"Yaudah kalau begitu, ini dek alamat serta nomer saya kalau ada apa-apa adek bisa langsung hubungi saya." Ucapnya seraya menyodorkan kertas yang terdapat tulisan desa Kramat ujung jalan pahlawan beserta deretan angka. Myesha mengangguk dan memasukkan kertas itu kedalam kantongnya.

"Owhh iya ini dengan ibu siapa?" Tanya Myesha.

"Panggil aja ibu jaenab dek..." Jawab ibu jaenab yang terhenti.

"Myesha, Bu." Ibu jaenab mengangguk.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya Bu, sampai ketemu lagi tiga hari kemudian." Ucapnya sambil tersenyum dan pergi dari tempat itu.

"Aduhh dek Mesa cantik bener, andai aja jadi mantunya ibu hihihi." Ucap ibu jaenab entah kepada siapa.

Myesha kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri pasar. Tempat yang ramai dan penuh sesak dengan sahutan para pedagang yang menawarkan dagangannya ataupun menarik para pembeli dengan tawaran yang menggiurkan. Kakinya terus melangkah dan terhenti, Ia menoleh dan menatap sebuah brosur buronan yang tertempel di tembok. Terlihat sebuah gambar tangan dengan tanda lahir melengkung bagai bulan sabit dengan warna merah.

Myesha tersenyum miring. "Waw, menarik. Mari kita liat bagaimana kau bisa menangkap ku Hem tuan letnan Jendral muda? Heh."

Ditempat berbeda dan waktu bersamaan Aster yang sedang membahas kasus pencurian dengan penyidik kepolisian.

"Waw mata pak bos berkedut wahh ada yang bicarain bos di belakang dong." Celetuk Zair tanpa sadar. Semua orang menoleh ke arah Zair membuatnya tertegun dan merutuki bibirnya yang terlalu lemas udah tahu sekarang sedang bahas kasus lah Ia malah seenak jidat mengatakan sesuatu diluar konteks. Rasanya Zair ingin menghilang apalagi dengan tatapan Aster yang datar dan tajam. Jangan lupakan Yura yang menatap Zair seakan ingin memakannya hidup-hidup, tapi kalau makannya di kamar tidak papa lah ya sekalian guling-guling. Sungguh kotor pikiran Zair, berdoa sajalah semoga Zair masih bisa melihat hari esok.

"Siapa? Moga saja bukan hal buruk."
.......
....
...
.
Kembali lagi ke tempat dimana Myesha berada. Kini Ia masih ditempat yang sama, lebih tepatnya di ujung pasar. Namun tempat ini terlihat gelap karena minimnya cahaya yang masuk. Bahkan tempat ini sangat kotor dan tidak layak. Walaupun begitu masih ada yang mendatangi tempat ini dan tidak jarang orang yang berkantong tebal juga banyak terlihat.

Kini di depannya terpampang dengan jelas tulisan penjualan budak terpercaya. Wajah Myesha sedikit tertegun, tidak menyangka di negara ini masih ada penjualan budak. Merasa penasaran nya terusik mendorong keinginannya untuk masuk kedalam.

Dalam ruangan yang tidak terlalu besar terlihat banyak kotak jeruji yang berisi dari anak-anak hingga dewasa pun ada. Tatapan mereka semua kosong seolah jiwa mereka telah mati. Penampilan mereka pun jauh dari kata baik, banyak luka disekujur tubuh mereka. Namun ada satu yang berbeda dari mereka. di pojok kotak jeruji ada sesosok pria yang duduk dengan menekuk lututnya, wajahnya menunduk namun Myesha dapat melihat jelas sorotan yang sangat dikenalnya, sorotan penuh akan kebencian.

Myesha tersenyum. "Menarik."

****

Ini ceritanya nyambung gak ya༎ຶ‿༎ຶ
Butuh kritik saran agar jadi lebih baik

Terimakasih semuanya
Sayonaraaa(っ˘̩╭╮˘̩)っ

REBORN TO THE APOCALYPSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang