xii. crying mess

4.5K 811 214
                                    

Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada saat Niall harus menghabiskan waktu sendirian karena Harry tidak masuk sekolah. Niall sempat protes dan menuduh Harry pura-pura sakit saking tidak terimanya, tapi apa boleh buat.

Niall menendang batu kerikil di depannya sambil menyenandungkan nada musik yang sedang ia dengarkan melalui headset. Jam pun menunjukkan pukul 2 siang, membuat Niall berharap matahari akan muncul sedikit saja di langit siang itu.

Beberapa langkah melewati gerbang sekolah, seseorang menabrak bahu Niall pelan dan berjalan melewatinya dengan buru-buru. Niall langsung tahu siapa orang itu, dan segera mengejarnya.

"Amanda!" panggil Niall, meraih lengan gadis itu.

"Shit," Amanda meringis, melepas tangannya dari cengkraman Niall.

"Ow sorry," ucap Niall pelan namun pemandangan yang tidak biasa terjadi; gadis itu sedang terisak. "Hey what's going on?"

Amanda terengah-engah seolah hidungnya berusaha menggapai udara sekuat mungkin.

"Oh my God, Amanda I'm sorry please stop crying," Niall mengerjap panik.

"It's okay, it's okay," Amanda mencoba tersenyum lemah lalu kembali berjalan dengan postur tubuh begitu kaku dan kedua tangannya memeluk lengannya.

"Are you okay?" Niall mencoba mengejar gadis itu lagi namun gadis itu menahannya.

"Please leave me alone," kata Amanda sambil mengusap-usap hidungnya yang mulai kemerah-merahan. "I beg you, Niall. Leave me alone and don't talk to me again."

"What why?" Niall mengerutkan dahinya tak mengerti. Cowok itu masih terus mengikuti langkah Amanda, dan bahkan tidak peduli bahwa ia menuju arah yang berlawanan dari rumahnya.

"I can't, okay? It's hurting me everyday, more and more," kata Amanda sambil menatap Niall dengan mata merahnya.

"What's hurting you?" tanya Niall dengan nada frustasi. "Did I do something? Did I-"

Amanda menggeleng-geleng sambil terus berjalan, membuat Niall menghentikkan ucapannya. Mereka terus berjalan, dan entah mengapa waktu berjalan begitu cepat sehingga Niall tidak sadar kini ia sampai di depan rumah Amanda.

"Amanda," Niall memulai saat gadis itu hendak masuk ke rumahnya. "Please tell me what's going on."

"Nothing's going on," ucap Amanda, lalu setetes air mata kembali mengalir.

"Why did you cry?" tanya Niall pelan, mengerutkan dahinya tak mengerti.

"It hurts," kata Amanda sambil memeluk kedua lengannya. Tangisan Amanda terdengar begitu sakit, dan Niall bisa saja ikut menangis kalau ia tidak menahannya.

"What hurts?" tanya Niall, hendak memeluk gadis itu untuk menenangkannya namun Amanda semakin menangis, jadi Niall menahan keinginannya.

"The bruises. They got worse everyday," Amanda terisak, mengelap air matanya dengan ujung sweaternya.

"Where are them?" Niall mengamati lengan, bahu dan pipi Amanda, mencari bercak biru namun tidak menemukan apapun. Hanya ada bekas luka di bibir Amanda yang belum hilang sepenuhnya.

"I can't do this anymore, Niall. I'm hurting myself. It hurts so much- I just," Amanda tidak berhasil meneruskan kata-katanya dan gadis itu nyaris terkapar di tanah kalau saja Niall tidak menolongnya.

"Shh, it's okay, it's okay," Niall mencoba membantu Amanda berdiri namun gadis itu menolaknya.

"I'm okay, I'm okay," Amanda tersengguk lalu mencoba berdiri. "Just go home, Niall. I beg you."

Amanda berjalan tertatih ke rumahnya, meninggalkan Niall seperti saat Amanda meninggalkannya setelah ciuman aneh itu. Niall menunggu sampai 5 menit sampai akhirnya cowok itu menaikki tangga menuju teras rumah gadis itu dan mengetuk pintunya beberapa kali. Dan tak lama kemudian, Anne muncul dan tersenyum.

"Hello, Niall right?" Anne menyapa cowok itu dengan senyum hangatnya.

"Yes, Mrs. Anne," Niall tersenyum tipis lalu melirik ke dalam rumah dengan gugup. "I'm here to talk to Amanda. I believe she's home."

"Yes, she's right in her room. Come in," Anne tersenyum lalu mempersilahkan Niall masuk. "Her room is the one with green door."

Niall mengangguk lalu mengucapkan terima kasih, sebelum akhirnya menaikki tangga sempit rumah Amanda. Niall bersumpah dia bisa mendengar suara isakan kecil dari kamar gadis itu. Dan semakin dirinya mendekati kamar itu, semakin jelas suara tangisannya.

Tidak ada yang bisa membuat Niall sepanik ini kecuali suara tangisan Amanda. Niall menempelkan kupingnya ke pintu itu agar bisa mendengar lebih jelas sebelum akhirnya Niall memutar knopnya pelan (ini memang tidak sopan, tapi Niall harus melakukannya sebelum Amanda mengunci pintunya).

Niall terdiam di tempatnya ketika melihat gadis itu dengan tank top putih duduk bersila di atas kasurnya, menghadap tembok sambil terisak. Yang membuat Niall lebih tercengang adalah luka memar yang tersebar dari punggung gadis itu hingga ke bagian bahu sampai siku.

Hampir seluruh tubuh atasnya memar. Itulah kenapa Amanda berjalan begitu kaku tadi.

"A-Amanda...?" Niall nyaris tak bisa berkata-kata sampai-sampai dia harus menutup mulutnya.

"I- I told him I'm sorry, Niall," Amanda terisak pelan lalu memeluk kakinya. "He just never listens."

"W-who?" Niall terbata, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya untuk suatu alasan yang tidak jelas.

"Niall, leave," Amanda memohon, mendongak menatap mata Niall dengan penuh permohonan.

"Okay... but what's going on?" Niall berbisik, masih tercengang akan pemandangan di depannya.

Amanda mendongak lagi, dan kali ini tatapan matanya meredup.

"Y-you're right," Amanda sesenggukkan, lalu mengelap air matanya dengan telapaknya. "Someone's been hurting me this whole time, Niall."

+++

kurang dewa apa coba h-2 un masih update? *emoji nangis*

ANYWAYS. gue punya hashtag baru -> #grepeniall

jadi ada 3 hashtag utama sekarang; #hidupomluke #stopbaper2015 dan #grepeniall

((if u dont get it then ur not om luke's squad))

untouchable ft. niall james hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang