Dalam perjalanan pulang, Ash berusaha menutupi tanda merah di leher menggunakan rambut. Berkali-kali hembusan angin membuat rambut terhembus. Ash mendecakkan lidah.
Ash mampir ke toko kios pakaian sementara. Hanya untuk membeli syal. Padahal, cuaca sedang panas. Orang di sekitar menatap Ash dengan bingung.
"Mama, Vera mau es krim di depan sana!" Suara Vera terdengar oleh Ash yang tidak jauh. Ash dapat melihat Vera yang terus-menerus menarik baju Ava, meminta dibelikan es krim. Akan tetapi, Ava bergeming. Hanya menatap pada ponsel saja.
Tidak ada anak kecil yang suka diabaikan. Dengan inisiatif, Vera menyebrang sendiri hanya demi es krim yang diinginkan.
"Wanita itu sudah melupakan anaknya." Ash menjadi ikut kesal. Anak kecil tidak bisa ditinggal sendiri. Akhirnya, Ash berlari cepat ke arah Vera yang belum menyebrang. "Vera! Jangan menyebrang sendiri! Biar aku temani."
"Vera mau es krim itu! Mama diam saja, jadi Vera jalan sendiri. Belikan Vera es krim, Tante Ash!" Kedua tangan kecil Vera digabungkan. Berharap dibelikan.
Ava masih saja tidak sadar. Anak sendiri telah dilupakan. Tidak masalah. Dengan cara ini, Ash bisa mengambil kesempatan. Ash melihat sekilas pada ponsel Ava. Foto Gerry terpampang jelas.
"Kita jajan berdua. Biarkan mamamu di sana." Ash menggendong Vera layaknya seorang ibu. Melindungi anak dari keluarga musuh adalah hal yang seharusnya tidak Ash lakukan.
Mau bagaimana lagi? Anak kecil hanyalah makhluk kecil yang tidak tahu apa-apa. Tidak tahu masalah yang Ash hadapi, juga tidak tahu hal buruk apa yang keluarga besar Vera lakukan.
"Vera mau es krim cokelat." Sambil menunjuk, tatapan Vera tidak lepas dari es krim di hadapan. Terlihat lezat dan menyegarkan. Begitu dapat, Vera merasa senang sekali. "Terima kasih, Tante Ash!"
"Sama-sama," balas Ash dengan gemas.
Gerimis mulai membasahi ponsel, membuat Ava tersadar akan lamunan. "Sudah mulai hujan. Vera- Vera!"
"Mama!" Dari seberang, Vera melambaikan tangan.
Ava menghembuskan napas lega. Akibat termenung, anak sendiri sampai dilupakan. Berkali-kali Ava menepuk kepala untuk tidak terbawa suasana atas kehilangan Gerry. Ash yang baru saja menyebrang kembali bisa menjadi curiga. Memang sudah curiga, dan sudah tahu.
Es krim cokelat dengan mangkuk plastik kecil diberi unjuk pada Ava. "Vera dibelikan es krim oleh Tante Ash. Tolong buka es krim ini, Ma," pinta Vera dengan manja.
Gerimis kecil berubah menjadi deras. Mereka pun terpaksa berteduh di sebuah kafe sambil menunggu reda.
Ash ingin sekali pulang cepat. Namun, tugas dari Stuart harus dijalankan. Entah bisa bertahan berapa lama Ash menutup tanda yang diberikan Stuart. Untuk saat ini, Ash tidak bisa menggunakan kekuatan abu.
Seperti pesan sang papa dulu. Kelemahan kekuatan abu adalah air. Jika tubuh sedang basah, maka Ash tidak bisa mengeluarkan abu kematian. Ash harus mengeringkan tubuh lebih dulu. Gerimis tadi telah membuat Ash basah.
"Apa ada sesuatu yang ingin diceritakan, Kak? Sedari tadi, kamu melihat foto Paman Gerry tanpa berkedip." Ash berusaha membuat Ava terbuka perlahan.
Sayang sekali, Ava sulit untuk menceritakan tentang hubungannya bersama Gerry. "Mau bagaimana lagi? Kehilangan seseorang sangatlah sulit. Terkadang, aku juga melihat fotoku bersama Erine. Mereka sangat berharga untukku."
Baru ingin mengatakan sesuatu, ponsel Ava berbunyi. Stuart menghubungi Ava. Baguslah. Ash membelai rambut Vera dengan perlahan, memastikan ada rambut rontok atau tidak. Ternyata, ada beberapa helai.
Jika diperhatikan dari dekat, Vera memang memiliki banyak kesamaan dengan Gerry. Tentu saja, karena Vera anak hasil hubungan Ava dan Gerry.
Rambut Vera langsung disimpan dalam kantung celana, ketika Ava menutup panggilan.
Ash bisa mendengar Ava mengembuskan napas kecewa. "Papamu akan pulang besok, sayang. Jadi, Mama yang akan mengantarmu sekolah besok."
"Lebih baik pulang sekarang. Hujan tidak akan berhenti cepat," ajak Ash dengan sigap. "Mumpung ada taksi di luar."
Di depan cermin, Ash memperlihatkan leher yang masih memiliki tanda merah kebiruan. Hasil karya dari Stuart saat di Rider's Corp. Decakkan lidah terdengar. Ash belum pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya, dan tidak tahu cara menutupi tanda merah tersebut.
"Apa kamu sakit?" Karena terlalu fokus dengan pantulan diri, Ash tidak sadar ada Jordi yang sudah memasuki kamar. "Ada apa dengan lehermu? Digigit nyamuk? Alergi? Makan apa tadi?"
Jordi mengusap leher Ash. Banyak sekali tanda merah kebiruan di sana. "Seperti bukan digigit nyamuk. Jujur! Kamu makan apa di jalan? Kamu tadi pergi, 'kan?"
Bukannya menjawab, Ash malah tersenyum. Kekhawatiran Jordi terlihat jelas. "Aku tadi jajan makanan pinggir jalan. Mau bagaimana lagi? Makanan di sana membuatku tergoda, dan aku juga belum sarapan tadi. Tenang saja, ini pasti akan hilang dengan cepat."
Tiba-tiba, Jordi pergi meninggalkan kamar Ash dengan terburu-buru. Entah apa yang Jordi lakukan. Merasa dikhawatirkan oleh pangeran di hati saja sudah membuat Ash terbawa. Jika seperti ini terus, Ash bisa saja tidak fokus pada tujuan.
"Pakai salep ini. Semoga saja alergimu hilang. Biar kupakaikan." Jordi membalurkan salep ke leher serta bahu Ash dengan lembut.
Ash terbuai, dan mulai membayangkan hal nakal dengan Jordi.
"Jangan pernah makan makanan pinggir jalan lagi. Itu tidak baik. Tidak sehat." Tidak ada balasan. Jordi melihat Ash asik menutup mata. "Aku datang ingin memberimu peringatan. Ini tentang Blair. Hanya kita saja yang tahu ini."
Mata Ash terbuka cepat. Informasi musuh dalam selimut harus didengarkan seksama.
"Sebelum berangkat sekolah, pengawal memperlihatkan rekaman kamera pengawas. Kamu tahu apa yang terjadi? Dia, Blair, ternyata memiliki kekuatan abu kematian ...."
Untuk menelan ludah rasanya sulit untuk Ash.
"Dia membuat ibuku gila. Dengan memiliki kekuatan itu, dia pasti juga pelaku pembunuhan Paman Gerry dan Erine." Ada jeda untuk bernapas. "Lebih parahnya lagi, dia bercerita pada Kak Ava bahwa kamu pelakunya. Kamu telah membunuh Paman Gerry dan Erine. Setelah kamu datang, suasana rumah ini langsung berubah."
Ash sudah menduga ini akan terjadi. Blair memang mudah ditebak sebagai musuh dalam selimut. "Selama tidak ada bukti tentangku, dia tidak bisa apa-apa. Kapan dia bercerita?"
Jordi mengelap tangan menggunakan tisu, ketika menjawab, "Saat mengambil salep. Aku dengar semua. Semoga Kak Ava tidak percaya begitu saja."
"Berhati-hatilah dengannya. Kalau sudah terbongkar semua rahasianya, aku sungguh akan memutus hubungan. Aku pergi dulu. Ini sudah malam. Dipakai dengan rajin salep itu." Jordi memberi senyum semangat. Ash telah menjadi kepercayaan Jordi.
Begitu pintu kamar tertutup, Ash menggeliatkan tubuh di depan cermin. "Waktu yang tepat sekali. Sudah saatnya aku menjebak Blair. Dia memang ingin mencari masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
DeadlyAsh [TAMAT]
Mystery / ThrillerFOR 21+ ONLY! 21- DILARANG BACA! SUDAH DIBERI PERINGATAN! BERISI KEKEJAMAN DAN ADEGAN DEWASA. *** Dari persahabatan berubah menjadi pembalas dendam. Ashley Collins hanya ingin bersahabat dengan Jordi Rider. Namun, orang tua, paman, bahkan kakak dan...