5. Two Weeks Later.

344 15 0
                                    

Apakah kalian ingat mengenai perkataan Jeno dua minggu yang lalu?

Kalau kalian ingat tentang pernikahan yang akan di laksanakan Jeno dan Renjun pun benar-benar terjadi hari ini.

Di atas pelaminan sana, Renjun dan Jeno sudah berganti status menjadi pasangan suami istri.

Berawal dari pertemuan konyol, di lanjut dengan pertaruhan konyol yang di selenggarakan oleh kedua-nya, dan berakhir menjadi pasangan suami istri saat ini.

Mengenai permintaan Renjun kepada Jeno mengenai restu kedua orang tua Renjun? Jeno mendapatkan restu itu. Renjun sendiri juga tidak tau bagaimana caranya Jeno mendapatkan restu kedua orang tuanya.

Setau Renjun, Appa-nya sangat sulit sekali memberikan restu kepada pria yang ingin menjadikan Renjun sebagai istri-nya. Jangan-kan istri! Jadi kekasih Renjun aja banyak yang tidak di restui! Maka dari itu Renjun tidak pernah membawa kekasih-nya ke rumah-nya. Ia menjalin hubungan dengan para kekasihnya dengan diam-diam. Atau yang lebih di kenal dengan backstreet

Yuta itu sangat memperhatikan Renjun. Ia tidak mau memberikan Renjun ke sembarang orang.

Tapi yang Renjun herankan saat ini, mengapa Yuta memberikan izin kepada Jeno, yang notaben-nya orang baru di kehidupan Renjun! Padahal pertemuan Renjun dan Jeno juga terbilang unik dan singkat. Tidak ada yang nama-nya berteman, menjalin hubungan. Tapi aneh-nya Yuta mengizinkan Jeno untuk menikahi Renjun.

Apa mungkin Yuta di ancam? Atau mungkin Yuta di pelet?!

"Kau sedang memikirkan apa?" Bisik Jeno, yang saat ini sudah merangkul pinggang Renjun.

Renjun mendesis, menatap Jeno nyalang. "Sebenarnya siapa kamu? Apa yang kau inginkan dari kehidupan-ku?" Tanya Renjun, menatap Jeno penuh selidik.

Jeno terdiam sejenak, mencerna ucapan Renjun. "Kalau aku bilang, aku menyukai dan mencintai diri-mu. Pasti kau tidak akan percaya kan?" Ujar Jeno yang langsung di sahuti Renjun.

"Tentu saja! Orang gila mana yang tidak bingung atas tingkah-mu yang langsung menikahi diri-ku, padahal kita baru bertemu!" Sinis Renjun.

Jeno menghela nafas-nya berat. Percuma berbicara dengan wanita yang ada di samping-nya ini. "Ya sudah kalau kau tak percaya. Aku tidak akan menuntut-mu." Seru Jeno.

"Apakah kau lelah?" Tanya Jeno, menatap Renjun.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu?! Tentu saja aku lelah! Perempuan mana yang tidak lelah memakai gaun yang sangat berat dan besar ini?! Di tambah hells yang sukses membuat kaki-ku pegal." Sahut Renjun.

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Apakah kau ingin menggantikan--yak!" Pekik Renjun tertahan, karena Jeno yang tiba-tiba menggendong dirinya ala bridal style, dan turun dari pelaminan.

Melewati ballroom hotel berbintang, yang sudah di dekor dengan sangat mewah.

Tindakan Jeno, tentu saja mengundang atensi para tamu. Sedangkan Renjun? Ia langsung menenggelamkan wajah-nya di dada bidang milik Jeno.

Sungguh! Ia sangat malu di jadikan pusat perhatian saat ini! Berbeda dengan Jeno yang terlihat acuh, dan tetap tegap ketika melewati para tamu yang sedang menatap-nya.

Sampai di depan lobby hotel, Jeno langsung memasukkan Renjun ke dalam mobil, dengan sangat perlahan. Bukan hanya Renjun saja! Jeno juga membantu Renjun dalam memasukkan gaun-nya yang sangat besar, sampai jatuh ke luar mobil.

Renjun sangat-sangat merutuki Eomma-nya dalam hati, karena memilihkan gaun Renjun seperti ini.

Setelah memasukkan semua gaun Renjun, Jeno pun bergegas masuk ke dalam kursi penumpang samping Jeno.

"Kembali ke rumah kita Ahjussi." Titah Jeno kepada supir-nya.

Supir pun mengangguk mengerti dan langsung menjalankan mobil-nya pergi. Meninggalkan gedung hotel. Di mana acara pernikahan antara Renjun dan Jeno masih berlangsung.

"Bagaimana dengan pesta-nya?" Cicit Renjun yang tidak mengalihkan pandangan-nya dari gedung hotel. Ia baru mengalihkan pandangan-nya, di saat gedung hotel itu sudah tak terlihat dari pandangan-nya.

"Aku tidak perduli. Pesta itu tidak telalu penting. Yang terpenting saat ini adalah kita sudah menjadi pasangan suami istri, plus kesehatan-mu yang jadi faktor utama. Aku tidak mau melihat diri-mu kelelahan karena pesta itu." Jelas Jeno.

Renjun tersentuh dengan ucapan Jeno? Tentu, namun cuma sedikit. Selebih-nya ia mendecak pada omongan Jeno. "Apakah kau selalu berkata manis kepada setiap wanita yang kau temui? Kenapa mulut-mu ini pandai sekali berkata manis?" Seru Renjun kesal.

"Tidak. Aku hanya berkata manis kepada diri-mu." Balas Jeno dengan cepat.

Sungguh. Jeno tidak pernah berbicara manis! Jangan-kan manis! Jeno juga tidak pernah berbicara kepada orang lain kalau itu tidak penting. Ia juga hanya membalas dehaman saja kepada orang yang berbicara kepada dirinya. Berbeda kalau dirinya sedang meeting bersama klien, dan kepada Renjun.

"Kalau kau tidak percaya? Kau bisa tanyakan kepada orang sekitar-ku." Seru Jeno, seakan tau dengan tatapan Renjun saat ini, yang tengah menatap dirinya.

Renjun mendengus tak suka. "Untuk apa? Apakah penting? Aku tidak perduli mengenai itu." Sinis Renjun tak suka.

Setelah mengatakan itu, mereka pun kembali diam. Hening dan tidak ada pembicaraan lebih lanjut, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah rumah besar milik mereka berdua.

Rumah yang Jeno beli sebelum mereka menikah. Ia tidak mau mengajak anak orang susah. Maka dari itu, Jeno membelikan semua kebutuhan Renjun.

Mulai dari tempat tinggal, kendaraan, uang dan hal lainnya. Jeno itu bukan tipikal orang yang mengajak pasangan-nya untuk berhidup susah.

Karena kodrat-nya seorang lelaki itu, memberikan apa yang wanita-nya inginkan. Terlebih ketika seorang laki-laki meminta seorang wanita yang ia cintai, kepada orang tua-nya. Laki-laki itu harus siap secara materi dan jasmani. Pasal-nya mereka mengambil puteri tercinta yang selalu orang tua-nya penuhi segala kebutuhan yang di inginkan sang puteri.

Masa ia laki-laki dengan enak-nya bilanga mau ajak anak orang susah, sedangkan orang tua-nya sudah bersusah payah membahagiakan puterinya, serta memenuhi keinginan puterinya.

Apalagi kalau wanita itu sebelum menikah, ia bekerja. Ia sudah terbiasa menghasilkan uang untuk keperluan-nya.

Jadi, untuk para pria miskin di luaran sana,  yang tidak mau berusaha mencapai kesuksesan? Jangan sekali-kalinya kalian berani mengajak nikah seorang perempuan.

Dan untuk para wanita di luaran sana? Jangan pernah mau mengiyakan ajakan seorang pria yang mengajak-mu untuk berhidup susah.

Karena, pada dasarnya tuhan tidak suka dengan pria yang bergantung kepada nasib, tanpa adanya usaha.

Toh belum tentu ketika kamu menemani dia dari nol. Kamu akan di cintai dan di perlakukan baik oleh pria yang kamu temani dari nol. Bisa saja pria itu selingkuh dari diri-mu, ketika dia sudah mencapai puncak kesuksesan!

Jadi, jangan mau jadi wanita bodoh ya! Kasian para pahlawan wanita di kuar sana yang sudah berjuang untuk hak wanita.

WHO ARE U? - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang