MULA

33 6 0
                                    

<<⚠ 1400+ kata>>


Happy reading loves~



_________

Bagi Minho, hal yang paling membuatnya jengkel dan merasa bosan untuk hidup adalah pergi ke sekolah. Mengapa? Karena baginya, itu adalah hal yang sia sia. Dimasa depan nanti, dia hanya ingin menjadi seorang penari professional, bukan seorang guru BK yang hanya bisa ceramah dan ceramah, mengingat tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Ck!

"Bu, aku berangkat." kakinya bergerak malas, menapaki setiap sisi lantai rumahnya

"Tidak sarapan dulu? —Minho, tunggu!"

Huuft..

Minho menghela nafas panjang. Malas kalau harus sarapan lagi. Itu artinya dia harus duduk manis disana, dengan orang orang tak tau malu yang tinggal bersama dengannya. Ck. Menjijikkan

Ia membalikkan badannya dengan terpaksa, dengan tampang wajah datar tidak bersahabat. Bahkan wanita yang disebutnya 'ibu' itu hanya mampu menghela nafas ketika dia berhadapan, bertatapan muka dengan anaknya.

Hampir sepuluh menit lamanya terbuang begitu saja, mereka hanya saling memandang tanpa sebuah arti. Minho jadi merasa muak, semakin malas untuk berlama lama. "Apa ada yang ingin ibu sampaikan selain menyuruhku untuk sarapan bersama pria pria tua disana?" tanyanya ketus

"Minho! Cukup. —Hah.. Ibu mohon, jangan membuat keributan di pagi hari" Ibunya mencoba untuk melangkah lebih dekat dengan Minho, tapi sayang sekali karna Minho melangkah mundur lebih banyak dari langkah yang diambil wanita itu.

Minho membuang mukanya kearah samping. Ia sengaja melakukan itu karna tidak ingin melihat wajah memelas ibunya, Minho sudah hafal betul. Setelah ini pasti ibunya,—

"Dia ayahmu, juga saudara laki lakimu Ho.."

—Kalimat itu, kalimat menjijikkan itu

"Minho?.. Anak ibu.."

Tanpa ibunya sadari, Minho sudah mengepal tangannya kuat sekali dari balik badan tegapnya, terkepal kuat sampai menampakkan urat urat nadi yang begitu kentara disana, tapi beruntung dia menyembunyikannya.

"Minho, ibu—"

"Aku mengerti bu.." Suara tanpa penekanan itu membawa ibu Minho untuk kembali diam. Matanya yang diam diam sudah mengeluarkan bulir bulir air mata tetap terus ia paksakan untuk terlihat baik baik saja, kalau kalau anaknya menatapnya dengan tiba tiba, ia harus terlihat baik.

"Di rumah ini, aku hanya sebatas anak. Tidak lebih dari itu"


"I-ibu tidak mengerti Ho.."

Minho tersenyum miring, berdecak malas sebelum mengangkat kepalanya untuk kembali menatap ibunya.

"Aku harus pergi, aku bisa terlambat. Ibu bisa menanyakan apa artinya pada anak ibu yang satu lagi disana, yang bersembunyi di balik tembok di belakang"

Sraak

Minho mengambil tas ranselnya yang sempat ia letakkan dekat dengan kakinya diatas lantai. Namun sebelum benar benar pergi, Minho kembali membalikkan tubuhnya untuk berhadapan kembali dengan ibunya yang masih diam menatapnya teduh

"Bahkan dengan tidak sopannya, pria yang ibu sebut saudaraku itu mendengar percakapan kita. Cih!"

Kriiet

PASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang