"Yang Mulia, ini adalah nilai terendah Anda. 64 dari 100." Nona Park mengerutkan kening pada selembar kertas yang dipegangnya, tanda merah pada kertas tes membuat Taeyong menghela nafas.
"Tolong panggil saja aku 'Taeyong'," kata siswa itu. "Dan, apakah ini benar-benar nilai terendah ku?"
Dengan senyum lembut, guru itu duduk di kursi yang bersebrangan dengan Taeyong.
"Kamu selalu berhasil dalam ujianmu," komentar Nona Park. "Tapi, kenapa aku merasa seperti ada sesuatu yang terdiam di pikiranmu seminggu terakhir ini?"
Taeyong merosot di kursinya, tampak benar-benar lelah.
"Aku-" dia menundukkan kepalanya. "Anda benar, aku tidak fokus selama minggu ini."
Nona Park menyilangkan kakinya, mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya menunjukan rasa ingin tahu. "Bolehkan aku bertanya kenapa?"
Taeyong ragu-ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya mengganggunya, Nona Park melambaikan tangannya. "Maaf, seharusnya aku tidak bertanya."
"Tidak," Taeyong tersenyum lembut. "Hanya saja- apa yang akan Anda lakukan jika Anda ingin melindungi orang yang sangat Anda cintai dari seseorang yang jahat, tetapi orang yang kita cintai itu tidak mau mendengar kata-kata Anda?"
Untuk beberapa saat, Nona Park terdiam, memperhatikan kata-kata muridnya dengan hati-hati.
"Jika itu saya," Nona Park memulai, memilih kalimat dengan hati-hati. "Saya akan membiarkan takdir bermain dengan sendirinya."
Taeyong memikirkan kepalanya. "Apa yang Anda-"
"Maksud saya," guru itu tersenyum. "Saya akan menonton dan mengikuti semua alurnya, jika ternyata posisi saya benar maka secara sendirinya orang yang saya cintai akan kembali kepada saya, benar bukan?"
Mata Taeyong menunjukkan rasa geli. "Bukankah itu terlalu sabar?"
"Mungkin," guru itu menyeringai penuh pengertian. "Jika ini tentang pangeran Jaehyun, makan aku akan sedikit berhati-hati."
"Pangeran tahu cara bermain," Nona Park memperhatikan Taeyong yang mencoret-coret ujung kertas ujiannya.
"Tidak sebelum aku bisa membuatnya skakmat lebih dulu."
┈─ ꕀ ── ꕀ ── ꕀ ─┈
"Kakak mau apa?" Mata Haechan melebar mendengar pernyataan kakaknya, begitu juga dengan yang lain.
Hampir semuanya tampak seperti habis melihat hantu, rahang Doyoung dan Jaemin jatuh begitu lebar dan Mark memegang tangannya di atas jantungnya.
"Aku ingin bertemu Choi Lia," ekspresi Taeyong sangat polos saat mengucapkan keinginannya. "Aku ingin berbicara dengannya."
"Dan berisiko terluka?" Balas Johnny. "Tidak mungkin, Tae."
"Memangnya apa yang akan dia lakukan?" Taeyong bertanya. "Dia tidak akan menculikku atau semacamnya kan?"
"Dia manipulator ulung, Tae." Jaemin menjawab. "Berbicara dengannya seperti berbicara dengan ular."
"Dia seperti Lila dari 'Miraculous Ladybug'!" Doyoung mengangguk marah. "Dia bertingkah sangat glamor di luar tapi sebenarnya dia adalah seorang penyihir."
Taeyong menyilangkan tangannya. "Aku akan bertemu Choi Lia. Suka atau tidak suka," tambahnya menantang.
Yuta menghela napas. "Kalau begitu, salah satu dari kita harus ikut denganmu. Bagaimanapun, kita harus."
"Kalau begitu, aku akan mengatur pertemuan dengannya," tatapan Taeyong tertuju pada pemandangan Jaehyun yang sedang mengangumi bunga mawar di taman.
Jika Jaehyun tidak mau memberitahunya tentang masa lalunya, maka Taeyong akan mencari tahunya sendiri.
┈─ ꕀ ── ꕀ ── ꕀ ─┈
"Di mana Taeyong?" Pangeran bertanya kepada Mark dan Johnny yang sedang berjalan di lorong.
Keduanya saling bertukar pandang, meskipun tak satu pun dari mereka yang tampak terguncang pada pertanyaan itu.
"Dia... Pergi menemui seorang menteri," jawab Johnny dan ketiganya berhenti di depan foto baru yang menghiasi dinging.
Foto pernikahan Jaehyun dan Taeyong.
"Menteri yang mana?" Tanya Jaehyun.
"Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan," Mark menangkap ekspresi Jaehyun yang berubah menjadi dingin.
"Tolong jangan bilang kalau Taeyong pergi menemui Lia."
"Dan bagaimana jika kita berkata ya?" Johnny dan Mark menyeringai, sedangkan Jaehyun menatap keduanya jengkel.
"Kenapa kalian memberitahunya tentang Lia?" Tanya Jaehyun. "Dia tidak perlu-"
"Dia istrimu Jung Jaehyun," lubang hidung Mark melebar. "Taeyong mungkin terlihat manis dan pemalu, tapi kita semua tahu bahwa dia akan menyelesaikan sesuatu ketika dia mau."
"Kemana mereka pergi? Siapa yang pergi bersamanya?" Tanya Jaehyun.
"Yuta pergi bersamanya," Johnny menatap kukunya. "Kemana mereka pergi kita semua tidak tahu."
Jaehyun menggumamkan beberapa kata tidak jelas dan pergi dari hadapan sahabat-sahabatnya.
Kebetulan Mark mendapatkan telepon dari Yuta.
"Dia marah, kalian sudah sampai?" Mark bertukar pandang dengan Johnnya.
"Sudah."
࣪⠀ ִ ۫ ᮫ ׂ 𖥦 ۪ ׁ ַ ּ ּ ֗ ִ ۫ ּ ֗ ִ ۪
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CROWN
Fanfic⚠️ W A R N I N G ⚠️ - BXB CONTENT - JAEYONG / JAEHYUN TAEYONG - HOMOPHOBIC? DON'T READ IT